Epilepsi: Jenis, Penyebab, Gejala, Pengobatan

Epilepsi memengaruhi sekitar 50 juta populasi dunia

Epilepsi, juga dikenal sebagai gangguan kejang, adalah suatu kondisi otak yang menyebabkan kejang berulang. Ini diperkirakan memengaruhi sekitar 50 juta orang di seluruh dunia, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Kondisi ini ditandai dengan kejang berulang, yang merupakan episode singkat gerakan tak sadar yang mungkin melibatkan sebagian tubuh (sebagian) atau seluruh tubuh (umum) dan kadang disertai hilangnya kesadaran dan kontrol fungsi usus atau kandung kemih.

Secara global, diperkirakan 5 juta orang didiagnosis dengan epilepsi setiap tahunnya. Di negara-negara berpenghasilan tinggi, diperkirakan ada 49 per 100.000 orang yang didiagnosis epilepsi setiap tahun.

Angkanya di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah bisa mencapai 139 per 100.000. Ini mungkin disebabkan oleh peningkatan risiko kondisi endemik seperti:

  • Malaria atau neurocysticercosis.
  • Insiden dari kecelakaan lalu lintas yang tinggi.
  • Cedera terkait kelahiran.
  • Variasi dalam infrastruktur medis, ketersediaan program kesehatan preventif, dan perawatan yang dapat diakses.

Hampir 80 persen penderita epilepsi tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Untuk penjelasan lebih lengkap seputar epilepsi, simak terus informasinya di bawah ini sampai akhir, ya.

1. Jenis

Epilepsi: Jenis, Penyebab, Gejala, Pengobatanilustrasi tipe epilepsi focal dan generalized (epilepsyqueensland.com.au)

Mengutip Healthline, ada empat jenis epilepsi. Setiap jenisnya mencakup berbagai jenis kejang, yang menyebabkan gejala dan onset yang berbeda (dimulai di bagian otak yang berbeda).

Mengidentifikasi jenis kejang dan di mana itu dimulai di otak dapat memengaruhi pengobatan, karena obat untuk satu jenis kejang kadang bisa memperburuk jenis lainnya.

Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah beberapa tipe atau jenis epilepsi:

1. Epilepsi fokal (focal epilepsy)

Epilepsi onset fokal melibatkan kejang fokal, atau kejang yang dimulai pada satu sisi otak. Ini merupakan jenis yang umum, diperkirakan sekitar 60 persen dari semua jenis epilepsi. Kejang pada kategori ini dapat termasuk kejang fokal sederhana (simple focal seizures) dan kejang fokal kompleks (complex focal seizure).

2. Epilepsi umum (generalized epilepsy)

Epilepsi umum melibatkan serangan kejang umum. Kejang ini dimulai di kedua sisi otak dan menyebabkan gangguan kesadaran atau kehilangan kesadaran. Sekitar 23–35 persen epilepsi adalah jenis umum.

Kejang yang termasuk pada kategori ini adalah kejang absans, kejang mioklonik, kejang tonik-klonik, kejang tonik, kejang klonik, kejang atonik.

3. Epilepsi gabungan umum dan fokal

Jika terjadi kejang onset umum dan onset fokal, itu disebut epilepsi gabungan umum dan fokal. Jenis ini menyebabkan kombinasi dari berbagai kejang, termasuk satu atau lebih dari:

  • Kejang umum tonik-klonik.
  • Kejang mioklonik.
  • Kejang absans.
  • Kejang tonik.
  • Kejang atonik.

Kejang dapat muncul bersamaan atau terpisah. Satu tipe kejang bisa muncul lebih sering daripada lainnya. Gejala pasti tergantung pada kejang yang terlibat.

4. Tidak diketahui apakah itu epilepsi umum atau fokal

Kadang tidak mungkin untuk menentukan jenis kejang. Ini mungkin terjadi jika tidak ada informasi medis yang cukup untuk mengklasifikasikan serangan kejang. Salah satu contohnya adalah elektroensefalogram (EEG) dengan hasil normal.

Dalam hal ini, epilepsi dikategorikan sebagai “tidak diketahui” sampai ada informasi lebih lanjut.

2. Penyebab dan faktor risiko

Epilepsi: Jenis, Penyebab, Gejala, Pengobatanilustrasi otak normal vs otak dengan aktivitas kejang (researchgate.net)

Mengutip Mayo Clinic, penyebab epilepsi tidak dapat diidentifikasi pada sekitar setengah dari jumlah penderita. Pada sebagian kasus lainnya, epilepsi bisa ditelusuri ke berbagai faktor penyebab, seperti:

  • Pengaruh genetik: Beberapa jenis epilepsi yang dikategorikan berdasarkan jenis kejang atau bagian otak yang terpengaruh diturunkan dalam keluarga. Dalam kasus ini, kemungkinan ada pengaruh genetik.
  • Trauma kepala: Misalnya akibat kecelakaan mobil atau cedera traumatis lainnya dapat menyebabkan epilepsi.
  • Kelainan otak: Tumor otak atau malformasi vaskular seperti malformasi arteriovenosa dan malformasi kavernosa dapat menyebabkan epilepsi. Stroke adalah penyebab utama epilepsi pada orang dewasa di atas usia 35 tahun.
  • Infeksi: Meningitis, HIV, ensefalitis virus, dan beberapa infeksi parasit dapat menyebabkan epilepsi.
  • Cedera sebelum lahir: Sebelum lahir, bayi sensitif terhadap kerusakan otak yang bisa disebabkan oleh beberapa faktor, seperti infeksi pada ibu, gizi buruk, atau kekurangan oksigen. Kerusakan otak ini dapat mengakibatkan epilepsi atau cerebral palsy.
  • Gangguan perkembangan: Epilepsi kadang bisa dikaitkan dengan gangguan perkembangan, seperti autisme.

Selain itu, ada pula beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko kamu mengalami epilepsi, yang meliputi:

  • Usia: Onset epilepsi paling umum pada anak-anak dan dewasa yang lebih tua, tetapi sebetulnya epilepsi bisa muncul pada usia berapa pun.
  • Riwayat keluarga: Bila ada riwayat epilepsi dalam keluarga, kamu mungkin berisiko lebih tinggi untuk mengembangkan gangguan kejang.
  • Cedera kepala: Pada beberapa kasus, cedera kepala bisa menyebabkan epilepsi. Risiko ini bisa dikurangi dengan menggunakan pengaman seperti sabuk pengaman saat berkendara, memakai helm saat naik motor, sepeda, atau aktivitas lain yang berisiko mengalami cedera kepala.
  • Stroke dan penyakit vaskular lainnya: Stroke dan penyakit pembuluh darah atau vaskular dapat menyebabkan kerusakan otak yang bisa memicu epilepsi. Untuk mencegahnya, batasi asupan alkohol, tidak merokok, terapkan pola makan sehat, dan rutin olahraga.
  • Demensia: Ini dapat meningkatkan risiko epilepsi pada usia lanjut.
  • Infeksi otak: Misalnya meningitis, yang menyebabkan inflamasi dalam otak atau sumsum tulang belakang, dapat meningkatkan risiko epilepsi.
  • Kejang pada masa kanak-kanak: Demam tinggi pada masa kanak-kanak kadang dapat diasosiasikan dengan kejang. Anak-anak yang pernah mengalami kejang akibat demam tinggi umumnya tidak mengembangkan epilepsi. Risiko epilepsi meningkat bila anak mengalami kejang terkait demam yang lama, kondisi sistem saraf lain, atau riwayat epilepsi dalam keluarga.

3. Gejala

Mengingat epilepsi disebabkan oleh aktivitas abnormal di otak, kejang bisa memengaruhi setiap proses koordinasi otak. Tanda dan gejala kejang mungkin termasuk:

  • Kebingungan sementara.
  • Tatapan kosong atau bengong.
  • Otot kaku.
  • Gerakan menyentak tak terkendali dari lengan dan kaki.
  • Kehilangan kesadaran.
  • Gejala psikologis seperti ketakutan, kecemasan, atau deja vu.

Gejala bervariasi tergantung pada jenis kejang. Dalam kebanyakan kasus, seseorang dengan epilepsi akan cenderung memiliki jenis kejang yang sama setiap kali, sehingga gejalanya akan serupa dari satu episode dengan episode lainnya.

Dokter umumnya mengklasifikasikan kejang sebagai fokal atau umum, berdasarkan bagaimana dan di mana aktivitas otak abnormal dimulai.

Kejang fokal

Ketika kejang muncul akibat aktivitas abnormal hanya di satu area otak, itu disebut kejang fokal. Kejang ini terbagi dalam dua kategori:

  • Kejang fokal tanpa kehilangan kesadaran. Kejang ini tidak menyebabkan hilangnya kesadaran. Kejang dapat mengubah emosi atau mengubah cara hal-hal terlihat, bau, rasa, rasa atau suara. Beberapa orang mengalami deja vu. Jenis kejang ini juga dapat mengakibatkan sentakan tak disengaja pada satu bagian tubuh, seperti lengan atau kaki, dan gejala sensorik spontan seperti kesemutan, pusing, dan kilatan cahaya.
  • Kejang fokal dengan gangguan kesadaran. Kejang ini melibatkan perubahan atau hilangnya kesadaran atau kesadaran. Jenis kejang ini mungkin tampak seperti berada dalam mimpi. Selama kejang fokal dengan gangguan kesadaran, pasien akan tampak menatap kosong dan tidak merespons lingkungan secara normal atau melakukan gerakan berulang, seperti menggosok tangan, mengunyah, menelan, atau berjalan berputar-putar.

Gejala kejang fokal dapat disalahartikan sebagai gangguan neurologis lainnya, seperti migrain, narkolepsi, atau penyakit mental. Pemeriksaan dan pengujian menyeluruh diperlukan untuk membedakan epilepsi dari gangguan lainnya.

Kejang umum

Kejang ini tampaknya melibatkan semua area otak disebut. Enam jenis kejang umum di antaranya:

  • Kejang absans. Ini umumnya terjadi pada anak-anak. Karakteristiknya adalah tatapan kosong atau tampak seperti melamun, dengan atau tanpa gerakan tubuh halus seperti berkedip atau mengecap bibir, dan hanya berlangsung antara 5–10 detik. Kejang ini bisa muncul dalam kelompok, bisa terjadi hingga 100 kali dalam sehari, dan menyebabkan hilang kesadaran dalam waktu singkat.
  • Kejang tonik. Ini menyebabkan otot kaku dan dapat memengaruhi kesadaran. Kejang ini biasanya memengaruhi otot punggung, lengan, kaki, dan bisa menyebabkan penderitanya jatuh.
  • Kejang atonik. Kejang ini menyebabkan kehilangan kontrol otot. Karena seringnya memengaruhi kaki, kejang ini bisa membuat penderitanya tiba-tiba jatuh.
  • Kejang klonik. Kejang klonik berhubungan dengan gerakan otot yang menyentak berulang atau berirama. Kejang ini biasanya memengaruhi leher, wajah, dan lengan.
  • Kejang mioklonik. Umumnya ini muncul sebagai sentakan atau kedutan singkat yang tiba-tiba dan biasanya memengaruhi tubuh bagian atas, lengan, dan kaki.
  • Kejang tonik-klonik. Ini merupakan jenis paling dramatis dari kejang epilepsi. Kejang ini bisa menyebabkan hilangnya kesadaran secara tiba-tiba dan tubuh menjadi kaku, berkedut, dan gemetar. Kadang bisa membuat penderitanya kehilangan kontrol kandung kemih atau menggigit lidah.

Baca Juga: Kejang Absans: Penyebab, Gejala, Komplikasi, dan Pengobatan

4. Diagnosis

Epilepsi: Jenis, Penyebab, Gejala, Pengobatanilustrasi prosedur MRI (freepik.com/freepik)

Mengutip Epilepsy Society, dokter akan melakukan beberapa tes untuk mendapatkan informasi tentang kejang yang dialami pasien, di antaranya:

  • Tes darah: Untuk memeriksa kesehatan secara menyeluruh dan mengatasi kemungkinan penyebab kejang lainnya seperti kadar gula darah rendah atau diabetes.
  • Elektrokardiogram (EKG): Untuk memeriksa cara kerja jantung apabila kejang terjadi karena kelainan di jantung.
  • Electroencephalolgram (EEG): Dalam beberapa kasus, tes dilakukan saat tidur guna merekam aktivitas listrik di otak. Ini juga dilakukan untuk dugaan sementara seseorang menderita epilepsi.
  • Tes neuropsikologi: Untuk menilai kemampuan berpikir, berbicara, dan ingatan. Dengan begitu, area otak yang terpengaruh akan terlihat.
  • MRI, CT scan, dan tomografi emisi positron (PET scan).

Epilepsi biasanya didiagnosis ketika penderitanya mengalami kejang tanpa alasan yang jelas.

5. Pengobatan

Hingga kini belum ada obat untuk menyembuhkan sebagian besar epilepsi. Dokter mungkin akan meresepkan obat antiepilepsi atau antiepileptic drugs (AED) untuk membantu mencegah kejang. Bila obat ini tidak efektif, beberapa pilihan potensial lainnya bisa berupa pembedahan, stimulasi saraf vagus, atau pola makan khusus.

Tujuan pengobatan epilepsi sendiri adalah untuk mencegah kejang lebih lanjut. Dokter juga ingin mencegah efek samping sehingga pasien dapat memiliki hidup yang tetap aktif dan produktif.

Obat-obatan antiepilepsi

AED bisa mengontrol kejang pada sekitar 60–70 persen kasus, menurut American Epilepsy Society. Jenis kejang yang dimiliki pasien akan menentukan obat spesifik mana yang akan diresepkan oleh dokter.

Biasanya AED dikonsumsi secara oral. Beberapa obat yang umum diresepkan meliputi valproic acid, carbamazepine, lamotrigine, dan levetiracetam.

Penting untuk diketahui bahwa beberapa obat dapat mencegah kejang pada satu pasien tetapi tidak pada pasien lain. Juga, bahkan ketika seseorang menemukan obat yang tepat, mungkin perlu beberapa waktu untuk menemukan dosis yang ideal.

Operasi

Apabila setidaknya dua obat tidak efektif dalam mengendalikan kejang, dokter mungkin akan merekomendasikan operasi. Sebuah studi menemukan bahwa 62 persen orang dewasa dan 50 persen anak-anak dengan epilepsi tidak mengalami kejang selama sekitar 7 tahun setelah operasi epilepsi (Neurology, 2013).

Menurut National Institute of Neurological Disorders and Stroke, beberapa pilihan operasi untuk epilepsi di antaranya:

  • Lobektomi: Ahli bedah akan mengangkat bagian otak tempat kejang dimulai. Ini adalah jenis operasi epilepsi tertua.
  • Transeksi subpial multipel: Ahli bedah akan membuat beberapa pemotongan untuk membatasi kejang pada satu bagian otak.
  • Corpus callosotomy: Ahli bedah akan memotong koneksi saraf antara dua bagian otak. Ini mencegah kejang menyebar dari satu sisi otak ke sisi lain.
  • Hemisferektomi: Dalam kasus ekstrem, ahli bedah mungkin perlu memotong belahan otak, yang merupakan setengah dari korteks serebral otak.

Bagi sebagian pasien, operasi dapat mengurangi frekuensi dan tingkat keparahan kejang. Namun, sering kali penting untuk terus minum obat antikejang selama beberapa tahun setelah prosedur.

Pilihan operasi lainnya adalah pemasangan alat di dada untuk merangsang saraf vagus di leher bagian bawah. Perangkat mengirimkan stimulasi listrik terprogram ke otak untuk membantu mengurangi kejang.

Pola makan

Pola makan mungkin berperan dalam mengurangi kejang. Sebuah tinjauan menunjukkan bahwa pola makan tinggi lemak dan rendah karbohidrat dapat bermanfaat bagi anak-anak dan orang dewasa dengan epilepsi (Neurology, 2014).

Lima studi dalam ulasan menggunakan diet ketogenik, sementara lima lainnya menggunakan diet Atkins yang dimodifikasi. Makanan khas dalam diet ini termasuk telur, bacon, alpukat, keju, kacang-kacangan, ikan, serta buah-buahan dan sayuran tertentu.

Tinjauan tersebut menemukan bahwa 32 persen peserta studi yang mengikuti diet ketogenik dan 29 persen partisipan yang mengikuti diet Atkins yang dimodifikasi mengalami setidaknya penurunan 50 persen dalam keteraturan kejang. Namun, banyak peserta yang kesulitan mempertahankan pola makan tersebut.

Pola makan tertentu mungkin bermanfaat dalam beberapa kasus, tetapi penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengonfirmasinya.

6. Komplikasi yang bisa terjadi

Epilepsi: Jenis, Penyebab, Gejala, Pengobatanilustrasi cedera kepala (freepik.com/cookie_studio)

Mengalami kejang pada waktu-waktu tertentu dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Komplikasi yang terjadi akibat epilepsi antara lain:

  • Jatuh: Terjatuh saat kejang bisa mencederai kepala atau mengalami patah tulang.
  • Tenggelam: Orang dengan epilepsi 13–19 kali lebih mungkin tenggelam saat berenang atau berendam karena kemungkinan kejang terjadi saat berada dalam air, mengutip Mayo Clinic.
  • Kecelakaan: Kejang yang menyebabkan hilangnya kesadaran atau kontrol bisa berbahaya jika penderitanya sedang mengendarai mobil, motor, atau mengoperasikan alat berat lain.
  • Komplikasi kehamilan: Kejang selama kehamilan menimbulkan bahaya bagi ibu dan bayi, dan obat antiepilepsi tertentu meningkatkan risiko cacat lahir. Jika kamu menderita epilepsi dan sedang mempertimbangkan untuk hamil, bicarakan dengan dokter saat merencanakan kehamilan.
  • Masalah kesehatan emosional: Orang dengan epilepsi lebih cenderung memiliki masalah psikologis, terutama depresi, kecemasan, dan pikiran serta perilaku untuk bunuh diri. Ini mungkin merupakan akibat dari kesulitan menangani kondisinya serta efek samping pengobatan. Bahkan orang dengan epilepsi yang terkontrol dengan baik juga berisiko lebih tinggi.

Komplikasi epilepsi yang mengancam jiwa lainnya yang lebih jarang terjadi tetapi tetap perlu diwaspadai adalah:

  • Status epileptikus: Kondisi yang terjadi jika seseorang berada dalam keadaan aktivitas kejang terus-menerus yang berlangsung lebih dari 5 menit atau jika seseorang sering mengalami kejang berulang tanpa mendapatkan kembali kesadaran penuh di antara episodenya. Orang dengan status epileptikus punya peningkatan risiko kerusakan otak permanen dan kematian.
  • Kematian mendadak tak terduga pada epilepsi (SUDEP): Penyebabnya tidak diketahui, tetapi beberapa penelitian menunjukkan hal itu mungkin terjadi karena kondisi jantung atau pernapasan. Orang dengan kejang tonik-klonik yang sering atau orang yang kejangnya tidak dikendalikan oleh obat-obatan mungkin berisiko lebih tinggi mengalami SUDEP. Secara keseluruhan, sekitar 1 persen orang dengan epilepsi meninggal dunia karena SUDEP. Ini paling umum pada kasus epilepsi parah yang tidak menanggapi pengobatan.

7. Pencegahan

Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), kadang kita tidak bisa mencegah epilepsi. Namun, ada beberapa cara umum yang bisa dilakukan untuk meminimalkan risiko mengembangkan epilepsi. 

  • Mencegah cedera otak traumatis karena ini sering kali menjadi penyebab epilepsi. Caranya:
    • Gunakan pengaman seperti sabuk pengaman, airbag, serta helm sepeda dan sepeda motor.
    • Melangkah dengan hati-hati. Jatuh adalah salah satu penyebab cedera otak. Lansia dan anak-anak memiliki peningkatan risiko cedera otak akibat jatuh.
    • Cari pertolongan untuk cedera otak traumatis bila ini sampai terjadi. Risiko epilepsi tinggi pada cedera otak parah. Merawat cedera dengan benar dapat membantu mencegah epilepsi.
  • Menurunkan risiko stroke dan penyakit jantung, termasuk menerapkan pola makan sehat bergizi seimbang, rutin olahraga, dan tidak merokok. Ini mungkin dapat mencegah epilepsi berkembang di masa mendatang.
  • Mendapatkan vaksinasi. Imunisasi dapat menurunkan risiko infeksi yang bisa menyebabkan epilepsi. Konsultasikan jenis imunisasi yang dibutuhkan dengan dokter.
  • Cuci tangan dan olah makan dengan aman dan bersih. Infeksi yang disebut cysticercosis adalah penyebab epilepsi paling umum di dunia. Ini disebabkan oleh parasit dan bisa dicegah dengan praktik kebersihan dan persiapan makanan yang baik. Skrining kesehatan dan pengobatan dini cysticercosis dapat mencegah epilepsi.
  • Jaga kesehatan selama kehamilan. Beberapa masalah selama kehamilan dan persalinan dapat menyebabkan epilepsi. Ikuti rencana perawatan prenatal dari dokter untuk menjaga kesehatan diri dan janin. 

Epilepsi dapat mengganggu kehidupan seseorang dalam berbagai cara. Kejang yang dialami kadang bisa berakibat fatal, tergantung pada kondisinya. Namun, banyak orang dengan epilepsi yang bisa mengelola kejang dengan pengobatan dari dokter.

Buat kamu yang punya gejala maupun riwayat kejang, baiknya periksa ke dokter. Bila kamu terdiagnosis epilepsi, mengikuti pengobatan yang direncanakan oleh dokter dapat membantu mengurangi atau mengendalikan frekuensi kejang sekaligus mencegah kondisi memburuk.

Baca Juga: 6 Perawatan Epilepsi untuk Mengurangi dan Mengendalikan Kejang

Topik:

  • Bella Manoban
  • Nurulia R F
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya