Bagaimana Cara Mendiagnosis HIV pada Anak? Penting Dipahami!

Penyakit HIV/AIDS sudah tidak asing lagi dibicarakan. Tidak hanya menular melalui hubungan seksual, jarum suntik, dan produk darah, HIV menyebar dari ibu ke bayinya ketika hamil, melahirkan, serta proses menyusui. Melihat cara penyebarannya, kita dapat memahami HIV bukan cuma penyakit orang dewasa. Kelompok usia anak-anak termasuk bayi juga bisa terserang.
Buku berjudul Keperawatan HIV/AIDS menjelaskan anak dengan HIV kerap mengalami infeksi bakteri, gangguan tumbuh kembang, limfadenopati, dan sariwan pada mulut. Pada awal infeksi, gejala tidak tampak dan sulit teridentifikasi. Cara mengetahui diagnosis dengan melakukan pemeriksaan sesuai prosedur.
Bagaimana cara diagnosis HIV pada anak? Yuk, simak informasi lengkapnya sampai selesai!
1. Diagnosis HIV pada bayi usia kurang dari 18 bulan
Umumnya, pemeriksaan HIV pada orang dewasa dilakukan melalui tes enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dan western blot. Namun, untuk anak usia kurang dari 18 bulan, metode yang disarankan adalah tes virologis polymerase chain reaction (PCR).
Hasil tes ELISA dan western blot rentan keliru apabila dilakukan pada bayi berusia kurang dari 18 bulan. Buku Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS menyebutkan bahwa di dalam antibodi mereka masih terkandung antibodi ibunya. Akibatnya, kedua tes tersebut tidak akan akurat dan bisa terjadi false positive, yaitu munculnya hasil positif HIV walaupun sebenarnya bayi tidak terinfeksi.
2. Diagnosis HIV pada bayi usia lebih dari 18 bulan
Cara diagnosis anak-anak berumur 18 bulan ke atas adalah dengan melihat gejala dan pemeriksaan laboratorium. Mereka sudah bisa menjalani pemeriksaan HIV serupa orang dewasa memakai tes antibodi, misalnya ELISA. Klasifikasi berdasarkan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) serta Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga dipakai untuk mendiagnosis anak dengan HIV.
Baca Juga: Kesetaraan Akses Menjadi Tantangan Penanggulangan HIV/AIDS
3. Klasifikasi CDC
Diagnosis HIV anak menurut CDC dibagi berdasarkan nilai limfosit CD4 dan gejala penyakit. Sel CD4 adalah bagian terpenting dalam kekebalan tubuh. Jika terserang HIV, nilainya akan menurun.
Kategori nilai limfosit CD4 dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:
Editor’s picks
- Kategori 1: tidak ada supresi
- Kategori 2: supresi sedang
- Kategori 3: supresi berat
Sedangkan kategori klinis dibedakan menjadi lima, yaitu:
- Kategori N: gejala ringan
- Kategori A: gejala sedang
- Kategori B: gejala sedang
- Kategori C: gejala berat
- Kategori E: bayi terinfeksi dari ibu tetapi statusnya belum jelas
4. Klasifikasi WHO
Di sisi lain, diagnosis HIV anak berdasarkan WHO digolongkan menurut gejala mayor dan minor. Anak dapat dinyatakan positif jika mengalami dua gejala mayor dan dua gejala minor, walaupun belum melakukan tes ELISA atau pemeriksaan lainnya. Gejala-gejala mayor dan minor HIV anak menurut WHO antara lain:
Gejala mayor:
- Gagal tumbuh atau penurunan berat badan
- Tuberkulosis (TBC)
- Diare kronis
- Demam berkepanjangan tanpa sebab
Gejala minor:
- Batuk jangka panjang
- Limfadenopati generalisata
- Kandisiasis oral
- Infeksi berulang
- Pneumonia
- Infeksi kulit generalisata
5. Bagaimana cara pengobatan HIV pada anak?
Cara menekan pertumbuhan virus HIV dengan teratur melakukan terapi antiretroviral (ARV), hal ini juga berlaku untuk anak-anak. Gejala virus dapat diatasi melalui pengobatan tambahan yang dicocokkan dengan kondisi anak. Namun, pengobatan HIV perlu disesuaikan umur dan tahap tumbuh kembang anak.
Mendiagnosis HIV pada anak tidak bisa disamakan dengan orang dewasa. Usia anak berpengaruh dengan jenis pemeriksaan yang dipilih dan hasilnya.
Baca Juga: 5 Jenis Infeksi Jamur yang Umum Menyerang Pasien HIV
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.