Disfungsi Orgasme: Penyebab, Gejala, dan Penanganan

Perempuan lebih sering mengalaminya

Pasanganmu mengerang saat ejakulasi, padahal kamu merasa masih jauh dari klimaks dan kejadian ini bukan yang pertama kalinya. Kamu sampai berpikir bahwa ada yang salah dengan dirimu, bahkan menganggap pasangan tak mampu memuaskanmu di ranjang.

Bila kamu mengalami masalah seperti narasi di atas, waspada, karena itu bisa jadi tanda disfungsi orgasme atau orgasmic dysfunction. Hubungan intim yang harusnya bisa memuaskan kedua belah pihak, tetapi malah rasanya jadi hambar.

Disfungsi atau gangguan orgasme adalah kondisi saat kamu mengalami kesulitan mencapai klimaks meskipun terangsang secara seksual. Menurut sebuah laporan dalam jurnal Advances in Psychosomatic Medicine tahun 2011, disfungsi orgasme lebih sering memengaruhi perempuan, dengan perkiraan sebanyak 11–41 persen.

1. Berapa banyak perempuan yang mengalami disfungsi orgasme?

Disfungsi Orgasme: Penyebab, Gejala, dan Penangananilustrasi disfungsi orgasme (unsplash.com/Ava Sol)

The North American Menopause Society melaporkan 5 persen dari perempuan dalam populasi mengalami kesulitan dalam mencapai orgasme.

Penelitian lain dalam Journal of Sex & Marital Therapy tahun 2018 menemukan bahwa hanya 18,4 persen perempuan yang bisa mencapai orgasme melalui hubungan seksual, sementara 36,6 persen perempuan lainnya butuh rangsangan klitoris untuk mencapai klimaks saat berhubungan seks.

Meskipun disfungsi orgasme lebih banyak dialami perempuan, tetapi laki-laki pun tetap bisa mengalaminya, meski memang kasusnya lebih jarang. Sebuah tinjauan dalam The Journal of Sexual Medicine tahun 2020 memperkirakan persentasenya kurang lebih 3 persen (perkiraan lain menunjukkan persentase 5–10 persen).

Disfungsi orgasme pada laki-laki cenderung dikaitkan dengan ejakulasi tertunda.

2. Jenis

Disfungsi Orgasme: Penyebab, Gejala, dan Penangananilustrasi disfungsi orgasme (pexels.com/Alex Green)

Dirangkum dari Medical News Today dan Healthline, ada empat jenis disfungsi orgasme: disfungsi orgasme primer, disfungsi orgasme sekunder, disfungsi orgasme umum, dan disfungsi orgasme situasional.

Berdasarkan studi tahun 1974 dalam Journal of Sex and Marital Therapy, disfungsi orgasme primer didefinisikan dalam kategori diagnostik sebagai keadaan ketika seseorang tidak pernah mengalami orgasme dalam kondisi apa pun.

Survei yang dilakukan pada tahun 1929 berjudul A Research in Marriage melaporkan 20 persen dari 100 perempuan tidak pernah mengalami orgasme, sementara 11 persen lainnya ragu-ragu.

Survei pada tahun 1974 dan 1976 mengidentifikasi 7 persen dan 10 persen dari populasi sebagai nonorgasmic. Meskipun terdapat kesulitan interpretatif dengan data survei tersebut, tetapi bukti konvergen cenderung menjelaskan bahwa disfungsi orgasme primer tetap menjadi masalah klinis yang cukup krusial.

Jenis kedua adalah disfungsi orgasme sekunder, yakni kondisi seseorang yang mengalami orgasme namun kemudian sulit untuk meraihnya lagi.

Pada disfungsi orgasme umum, seseorang tidak dapat mencapai orgasme dalam situasi apa pun, walaupun sudah ada gairah dan rangsangan seksual yang memadai.

Terakhir adalah disfungsi orgasme situasional, yaitu merupakan jenis yang paling umum. Kondisi ini biasanya digambarkan sebagai ketidakmampuan seseorang dalam mencapai orgasme dalam situasi tertentu, atau dengan jenis rangsangan tertentu seperti masturbasi atau seks oral.

Baca Juga: 5 Fakta Nipplegasm, Jenis Orgasme yang Tidak Biasa

3. Gejala

Disfungsi Orgasme: Penyebab, Gejala, dan Penangananilustrasi disfungsi orgasme (pexels.com/Kampus Production)

Disfungsi orgasme membuat seseorang mengalami kesulitan mencapai orgasme. Selain itu, kadang butuh waktu lama untuk mencapainya. Gejala lainnya termasuk seks yang tak terasa memuaskan.

Dilansir Psychology Today, tanda dan gejala disfungsi orgasme menurut buku panduan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders V (DSM-5) yang dikeluarkan oleh American Psychiatric Association meliputi:

  • Jarang atau tidak terjadi orgasme.
  • Penurunan intensitas sensasi orgasme secara nyata.
  • Terjadi setidaknya selama enam bulan.
  • Tanda dan gejala menyebabkan tekanan signifikan secara klinis pada individu terkait.

4. Penyebab

Disfungsi Orgasme: Penyebab, Gejala, dan Penangananilustrasi disfungsi orgasme (pexels.com/cottonbro)

Hingga kini, para ahli masih belum yakin penyebab pasti seseorang mengalami disfungsi orgasme. Perempuan berusia di atas 45 tahun lebih besar risikonya dalam mengembangkan kondisi ini, yang kemungkinan disebabkan oleh perubahan hormon terkait menopause.

Pada laki-laki, masalah orgasme bisa terjadi kemungkinan karena prostatektomi radikal dan mengalami gangguan ejakulasi tertentu seiring bertambahnya usia.

Selain itu, penyebab disfungsi orgasme juga bisa dipengaruhi oleh kondisi medis seperti:

  • Diabetes.
  • Masalah dalam hubungan.
  • Riwayat operasi ginekologi seperti histerektomi.
  • Riwayat pelecehan seksual.
  • Kondisi kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan.
  • Stres.
  • Tingkat percaya diri rendah.
  • Penggunaan obat-obatan tertentu seperti antidepresan dan SSRI.
  • Keyakinan agama atau budaya yang berkaitan dengan seksualitas.

5. Diagnosis

Disfungsi Orgasme: Penyebab, Gejala, dan Penangananilustrasi konsultasi dokter (pexels.com/cottonbro)

Sebelum menegakkan diagnosis, dokter akan melakukan wawancara seputar intensitas gejala pada pasien. Faktor-faktor seperti obat-obatan yang sedang dikonsumsi serta kondisi kesehatan juga akan menjadi pertimbangan.

Pemeriksaan fisik juga dapat dilakukan, seperti dalam beberapa kasus yang harus melibatkan spesialis pengobatan seksual atau ginekolog. Seorang ginekolog dapat memberi rekomendasi perawatan lebih lanjut untuk mengatasi disfungsi orgasme.

6. Penanganan

Disfungsi Orgasme: Penyebab, Gejala, dan Penangananilustrasi pasangan (Unsplash.com/Becca Tapert)

Mengutip American Sexual Health Association, perempuan yang mengalami disfungsi orgasme bisa melakukan beberapa langkah awal sederhana. Misalnya dengan berkomunikasi kepada pasangan, mencoba stimulasi saat bercinta, berimajinasi atau berfantasi, serta fokus pada kesenangan dan keintiman bersama pasangan.

Pada dasarnya, penanganan disfungsi orgasme tergantung penyebab yang mendasarinya. Opsi seperti terapi seks atau terapi perilaku kognitif, meningkatkan stimulasi klitoris saat masturbasi dan hubungan seksual, serta mengganti obat-obatan yang dikonsumsi dapat dilakukan berdasarkan petunjuk dokter.

Konseling disebut-sebut menjadi pilihan banyak pasangan. Penggunaan produk obat, suplemen nutrisi, hingga gel atau minyak yang dapat meningkatkan kepuasan seksual juga bisa menjadi opsi.

Meskipun demikian, apa pun pilihannya untuk menangani disfungsi orgasme, konsultasikan dulu dengan dokter karena ada potensi reaksi alergi atau efek samping lainnya. Jangan malu untuk minta bantuan profesional, ya, agar kamu dan pasangan bisa sama-sama mencapai kepuasan seksual.

Baca Juga: Mengenal Orgasmolepsy, Kondisi Lumpuh saat Orgasme

Indriyani Photo Verified Writer Indriyani

Full-time learner, part-time writer and reader. (Insta @ani412_)

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Nurulia
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya