6 Kritik Seputar Serial Emily in Paris yang Memicu Perdebatan Seru

Ada stereotip yang berlebihan terhadap warga Paris #HypeIDN
Emily in Paris menjadi salah satu serial Netflix yang paling banyak ditonton di sejumlah negara. Di Jepang, misalnya, drama komedi romantis ini menempati posisi enam untuk film yang paling banyak diputar. Salah satu alasan mengapa serial ini begitu populer karena film ini cocok bagi mereka yang sedang memerlukan hiburan di tengah pandemik COVID-19.
 
Meski begitu, sejumlah penikmat film memiliki pendapat berbeda. Serial yang mengisahkan sepak terjang Emily Cooper (Lily Collins) dalam menjalankan tugasnya sebagai narastrategi pemasaran di Paris ini menuai banyak kritik hingga memicu kontroversi, salah satunya datang dari penonton dan kritikus film asal Prancis. Berikut ini enam kritik di sekitar film seri Emily in Paris.

1. Stereotip yang berlebihan terhadap warga Paris

6 Kritik Seputar Serial Emily in Paris yang Memicu Perdebatan SeruInstagram.com/emilyinparis
Salah satu kritik yang paling banyak disorot penonton Prancis adalah stereotip yang berlebihan. Dari beberapa adegan dan dialog dalam serial ini, warga Paris terkesan malas karena masuk kantor menjelang siang, alkoholik, dan genit. Adegan sewaktu Emily membeli bunga dan makan siang di restoran steik bahkan seolah mengesankan banyak penjaga toko dan tempat makan di Paris yang ketus.
 
Meski begitu, seorang kontributor dan mantan kepala biro The New York Times di Paris, Elaine Sciolino, mengamini sejumlah sikap warga Paris yang berbeda dengan orang Amerika Serikat. Baginya, itu bukan stereotip apalagi berlebihan. Misalnya saat suara Emily yang keras di sebuah rapat dengan pegawai kantor dianggap seperti membentak dan obrolan soal kerja di pesta malam hari. 
 
Menurut Elaine, dua adegan itu pernah dialaminya saat baru bekerja di Paris. Orang Paris memang dikenal lirih saat berbicara dan menghindari pembicaraan soal kerja saat pesta di malam hari. Itu sebabnya, beberapa adegan ada juga yang bukan stereotip.

2. Praktik bermedia sosial Emily yang dinilai aneh, namun mendatangkan banyak pengikut

6 Kritik Seputar Serial Emily in Paris yang Memicu Perdebatan SeruInstagram.com/emilyinparis
Emily memang berulang kali mengingatkan rekannya untuk tidak melulu mengejar jumlah pengikut saat bermedia sosial. Baginya, orang harus berfokus pada konten, trust, interest, dan engagement. Jika keempat hal itu terpenuhi, jumlah pengikut dan kesan suka yang dibagikan akan ikut terangkat.
 
Namun, sebagian kalangan menilai bahwa unggahan foto dan video Emily yang tidak proporsional, bahkan cenderung tidak estetis mustahil beroleh pengikut yang begitu banyak dalam hitungan pekan. Apalagi, takarir gambar atau caption ciptaannya sangat singkat dan dianggap kurang menarik. Jika itu terjadi di dunia bukan film, tentu pengikut yang banyak itu diperoleh dengan cara membeli.
 
Namun, sebagian penikmat film menganggap unggahan Emily yang serampangan itu adalah bentuk kritik atas fenomena bermedia sosial dewasa ini. Bahkan, hal itu bisa dikatakan semacam sindiran. Sebab, tanpa foto dan video yang estetis, Emily bisa menangguk pengikut yang banyak. Apalagi, genre film seri ini komedi romantis yang tentu saja tujuannya menghibur dan mengundang gelak tawa.

3. Dominasi pemeran yang berkulit putih

6 Kritik Seputar Serial Emily in Paris yang Memicu Perdebatan SeruInstagram.com/emilyinparis
Jika menyimak para pemeran pendukung yang sangat dekat dengan tokoh Emily, penonton tentu setuju jika dikatakan hampir semuanya adalah berkulit putih, mulai dari para laki-laki yang menjadi teman dekat dan tidur Emily hingga rekan perempuan yang sering berhubungan dengannya. Kebanyakan berkulit putih.
 
Meski begitu, ada juga penikmat film yang menyanggah tuduhan ini. Sebab, ada dua tokoh pendukung dalam serial ini yang memiliki kulit berwarna. Mindy Chen (Ashley Park) berkulit kuning dan berperan sebagai teman dekat Emily. Adapun, Julien (Samuel Arnold) berkulit gelap dan menjadi rekan kerja Emily yang kocak dan suportif di pengujung seri.

Baca Juga: 5 Fakta Emily in Paris, Serial Terbaru Lily Collins di Netflix 

4. Film seri yang menampilkan potret terlalu glamor

6 Kritik Seputar Serial Emily in Paris yang Memicu Perdebatan SeruInstagram.com/emilyinparis
Meski berstatus sebagai pendatang di Paris dan hanya memiliki jabatan menengah, banyak setelan Emily yang tampak terlalu mewah, seperti saat ia mengenakan gaun koktail dan sepatu berhak stiletto yang runcing dan tinggi. Setelan semacam itu dianggap tidak normal di jalanan Kota Paris.
 
Emily bahkan tidak pernah terlihat menaiki Métro atau setidaknya berpapasan dengan para tunawisma migran di sekitar jalan lingkar Périphérique di Paris. Dengan begitu, wajar jika kemudian film seri ini dianggap menampilkan potret yang terlalu glamor. 
 
Namun, seperti halnya fiksi, sebagian penonton menganggapnya wajar karena tujuan serial ini untuk menghibur dan membuat penikmatnya berkhayal.

5. Serial ini banyak adegan yang tidak realistis

6 Kritik Seputar Serial Emily in Paris yang Memicu Perdebatan SeruInstagram.com/emilyinparis
Sejatinya, fiksi tidak sepenuhnya terlepas dari realitas. Sebab, realitas itu menjadi salah satu elemen yang menopang logika cerita. Namun, jika sebuah kesuksesan seorang tokoh cerita diperoleh tanpa ada pengorbanan, kisah itu tentu menjadi tidak realistis.
 
Sebagian kalangan menilai bahwa tokoh Emily seperti menangguk keberhasilan yang tanpa usaha. Ia seperti tokoh pasif yang menunggu kedatangan tokoh lain atau banyak beroleh pertemuan tak disengaja yang kemudian mendukungnya untuk sukses, seperti pertemuannya dengan Camille (Camille Razat) dan Mathieu Cadault (Charles Martins).
 
Meski begitu, banyak juga penikmat film yang menikmati keberuntungan yang diperoleh Emily. Sebab, dalam dunia nyata pun, ada saja sejumlah orang yang selalu diliputi keberuntungan yang melimpah dan mengantarkannya pada kesuksesan.

6. Banyak terdapat plot yang bolong

6 Kritik Seputar Serial Emily in Paris yang Memicu Perdebatan SeruInstagram.com/emilyinparis
Dalam karya fiksi, tentu saja pengalaman hidup atau lingkaran pertemanan dan keluarga berperan besar dalam membangun karakter tokoh cerita. Namun, dalam serial ini, tidak satu pun cerita keluarga Emily di Chicago yang terungkap. Satu-satunya keterkaitannya dengan Amerika Serikat hanya pacar dan atasannya.
 
Meski tak mampu berbahasa Perancis, Emily bahkan tetap pergi dan beroleh penugasan di Paris. Prestasi atau capaian kerjanya di Chicago pun tidak terlalu mendapat eksplorasi. Emily tampak seperti seorang tokoh yang lahir dan tumbuh dewasa dengan kesuksesan yang langsung melekat begitu saja.
 
Namun, plot yang bolong semacam ini bukan merupakan persoalan bagi sejumlah penonton. Sebab, jika semua itu disampaikan, tentu akan menambah durasi film. Apalagi jika melihat akhir serial ini yang berakhir menggantung, Emily in Paris berpotensi dibuatkan sekuel. Mungkin saja akan ada penjelasan tambahan di musim kedua serial.
 
Jadi, yang belum menikmati Emily in Paris, segera nonton dan nilai sendiri filmnya, ya!

Baca Juga: 6 Pelajaran Membangun Personal Branding di Medsos ala Emily in Paris

Asep Wijaya Photo Verified Writer Asep Wijaya

Penikmat buku, film, perjalanan, dan olahraga yang sedang bermukim di Fujisawa, Kanagawa, Jepang

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yudha

Berita Terkini Lainnya