Srimulat: Hil yang Mustahal—Komedi Legendaris yang Tetap Membumi

Sukses mengocok perut penonton

Mengenalkan sebuah narasi komedi berbasis kultural kepada semua generasi muda di negeri ini barangkali bukanlah perkara mudah. Pasalnya, dengan begitu banyaknya gempuran akan tayangan hiburan yang tampak modern, konsep lawakan atau komedi yang hidup secara membumi pun harus bersusah payah bersaing.

Akan tetapi, hal itu berbeda dengan Srimulat: Hil yang Mustahal yang sudah tayang di bioskop pada 19 Mei 2022. Film garapan IDN Pictures dan MNC Pictures tersebut sudah mampu menembus sekat pembatas antara narasi komedi kultural dengan basis penonton yang justru kebanyakan kaum muda.

Penulis juga memiliki kesan dan beberapa ulasan mengenai film ini. Sebagai orang yang memiliki masa kecil pada era 1990-an, tentu penulis merasakan nostalgia yang cukup sulit untuk digambarkan dengan kata-kata. So, bagaimana ulasan dari Srimulat: Hil yang Mustahal - Babak Pertama ini? Yuk, simak artikelnya!

1. Semua terlibat pada porsi yang pas

Srimulat: Hil yang Mustahal—Komedi Legendaris yang Tetap Membumisalah satu adegan yang ada di film Srimulat: Hil yang Mustahal (instagram.com/filmsrimulat)

Harus penulis akui bahwa semua karakter yang diperankan dalam film Srimulat: Hil yang Mustahal pas sesuai porsinya masing-masing. Film berdurasi sekitar 110 menit ini disutradarai oleh Fajar Nugros, seorang penulis dan sutradara yang juga pernah sukses dengan film drama komedi berjudul Yowis Ben. Lalu, semua pemeran dalam film ini pun sudah sanggup tampil maksimal yang tentunya tidak dalam takaran berlebihan.

Bio One memerankan karakter Gepeng yang lugu dan polos; Elang El Gibran sebagai Basuki; Erick Estrada menggambarkan sosok Tessy; dan Ibnu Jamil didapuk sebagai pemeran dari karakter legendaris Srimulat, yakni Tarzan. Aktor dan aktris lainnya yang juga sukses memerankan Srimulat ini adalah Dimas Anggara sebagai Timbul, Erika Carlina sebagai Djudjuk, dan Zulfa Maharani sebagai Nunung.

Jangan lupakan juga bagaimana epiknya Teuku Rifnu Wikana dalam memerankan sosok Asmuni dengan logat Jawanya yang kental. Ada juga Rukman Rosadi yang dinilai sukses membawakan peran sebagai Teguh Slamet Rahardjo, pendiri Srimulat. Lantas, kenapa penulis menyatakan semuanya berperan secara pas? Yup, itu karena dialog dan percakapan dalam film terasa mengalir, jauh dari kesan kaku.

Bahasa Jawa yang banyak digunakan dalam film ini juga bukanlah dialog yang dipaksakan medok atau kental. Sebaliknya, digambarkan sebagai putra putri daerah, mereka justru dapat memerankan karakter-karakter berbahasa Jawa yang luwes, membumi, dan tentunya tidak overacting. Jika sudah begini, nama besar Srimulat pada masa lalu tentu makin dikenal oleh mayoritas kaum muda Indonesia.

2. Lekat dengan narasi komedi

Srimulat: Hil yang Mustahal—Komedi Legendaris yang Tetap MembumiAdegan banyolan tukang cukur hanya ada di film Srimulat: Hil yang Mustahal. (instagram.com/filmsrimulat)

Sejak dulu, Srimulat selalu diidentikkan sebagai kelompok komedian yang wajib lucu di atas panggung. Jelas bukan sebuah pekerjaan yang mudah bagi semua personelnya. Itu sebabnya, Srimulat: Hil yang Mustahal - Babak Pertama juga dipenuhi dengan berbagai adegan, narasi, dan plot yang mengocok perut penonton. Meski kadang tampak remeh, adegan yang ada sudah cukup membuat banyak orang terhibur.

Adegan cangkir kena mata, duduk terpeleset, sampai pegangan tongkat yang "hilang" menjadi sedikit dari sekian banyak narasi komedi kocak ala Srimulat. Tak kalah banyolnya, ada juga adegan mereka memanggil penjual sate hanya untuk merasakan asapnya saja. Nah, hal-hal sederhana ini yang rupanya dirindukan oleh penggemar Srimulat dan mungkin juga anak-anak muda.

Konsep komedinya jauh dari kata ruwet karena memang Srimulat itu sederhana dan membumi. Dengan celetukan sederhana dari Basuki saja, penonton sudah dibuat tertawa. Di mata penulis, IDN Pictures dan MNC Pictures bersama Fajar Nugros sudah berhasil membuat dunia Srimulat yang segar, epik, lucu, dan tanpa menghilangkan esensi dari Srimulat itu sendiri. Good job!

Baca Juga: 10 Fakta Srimulat: Hil yang Mustahal, Membuat Menteri Ikut Tertawa 

3. Aura vintage yang kental

Srimulat: Hil yang Mustahal—Komedi Legendaris yang Tetap Membumiadegan yang menggambarkan Kota Solo pada 1980-an (instagram.com/filmsrimulat)

Penulis juga angkat jempol buat sisi visualnya. Pasalnya, di sini, kamu akan banyak disuguhkan dengan berbagai macam hal vintage atau zaman dulu. Penggambarannya juga cukup detail, terutama gaya berpakaian, kondisi kota dan perkampungan, lingkungan rumah, dan masuknya pemeran Presiden Suharto sebagai penonton. Ya, tentu ini makin menguatkan aura nostalgia akan masa lalu, bukan?

Apalagi, jika kamu memiliki masa kecil di zaman tersebut, menonton Srimulat: Hil yang Mustahal justru akan membawa alam pikiran ke masa lalu. Beberapa potongan video akan keadaan Kota Jakarta pada era 1980-an juga ditampilkan untuk menguatkan aura tersebut. Untuk kalangan milenial dan gen Z, jelas ini merupakan salah satu wujud perkenalan yang pas dengan kehidupan dunia komedi di masa lalu.

Uniknya, hal detail macam gelas, cangkir, dan tempat makan pun dibuat secara vintage, lho. Belum lagi, gaya berjualan di warung memang mengesankan era-era lawas. Mungkin ada beberapa penonton yang heran dengan keberadaan pompa air listrik di rumah kontrakan milik Babe Makmur yang diperankan Rano Karno. Well, gak usah heran, pompa air listrik sudah banyak dipasang di rumah warga Jakarta sejak 1970.

4. Jadi salah satu biopik terbaik di perfilman Indonesia

Srimulat: Hil yang Mustahal—Komedi Legendaris yang Tetap MembumiSrimulat: Hil yang Mustahal siap keliling kota (instagram.com/filmsrimulat)

Melalui Srimulat: Hil yang Mustahal, kita akan dikenalkan dengan komedi legendaris yang pernah ada di dunia hiburan negeri ini. Srimulat sendiri merupakan grup lawak atau komedian yang sudah ada di Surakarta sejak 1950 dan kala itu didirikan oleh Teguh Slamet Rahardjo atau Kho Tjien Tiong.

Seiring berjalannya waktu, Srimulat makin berkembang dan bahkan mampu menerbitkan pelawak-pelawak profesional papan atas. Meskipun kerap melakukan bongkar pasang personel, Srimulat dinilai eksis dalam menghadapi zaman selama puluhan tahun. Nah, meskipun tidak menghadirkan sejarah detail akan pembentukan Srimulat, film ini sudah mampu mengangkat kisah kehidupan personel Srimulat secara umum.

Bisa dikatakan bahwa Srimulat: Hil yang Mustahal - Babak Pertama telah menjadi jembatan yang pas untuk mengenalkan gaya komedi kultural kepada generasi muda di Indonesia. Mungkin awalnya tidak semua orang mengerti akan narasi yang ditampilkan. Namun, karena semuanya dibuat mengalir dan akrab, penonton mana pun jelas akan paham dan tertarik.

Faktanya, sangat tidak mudah membuat film biopik berkualitas. Untungnya, film yang juga melibatkan Susanti Dewi dan Emilka Chaidir di kursi produser ini sudah membuktikan diri bahwa ia layak dimasukkan ke dalam daftar biopik terbaik karya anak bangsa. Harapan penulis, semoga di babak-babak selanjutnya juga dimasukkan sejarah detail akan pembentukan Srimulat.

5. Tak hanya menitikberatkan sisi komedi saja

Srimulat: Hil yang Mustahal—Komedi Legendaris yang Tetap MembumiKarakter Tarzan diperankan dengan apik oleh Ibnu Jamil. (instagram.com/filmsrimulat)

Hampir semua narasi dan adegan dalam Srimulat: Hil yang Mustahal memang bersinggungan dengan komedi kultural. Ternyata, di balik itu semua, juga tersirat makna lainnya. Ada beberapa momen yang membuat kita cukup terharu, terutama pada saat adegan mengenai Gepeng dan kehidupannya yang sangat sederhana.

Meski dibalut dengan lawakan yang intens, kisah perjuangan personel Srimulat juga mampu digambarkan dengan lugas. Perjalanan karier yang tidak mudah di ibu kota pun telah diterjemahkan dengan cara yang epik kendati tidak memiliki porsi yang cukup banyak. Tentu akan sulit jika narasi mengharukan ini disajikan secara penuh mengingat sebagian besar plot cerita memang mewajibkan mengocok perut.

Untuk babak-babak selanjutnya, penulis berharap akan dimasukkan narasi yang lekat akan sejarah dan kisah haru yang mungkin bisa diselipkan untuk menguatkan fondasi dari mekanisme biopik. Tentunya, semuanya juga wajib mempertahankan konsep komedi yang lepas dan mudah diterima siapa saja.

So, kesimpulannya, Srimulat: Hil yang Mustahal wajib ditonton jika kamu memang menyukai komedi yang lepas, membumi, kocak, dan tentunya lekat dengan narasi kultural, dalam hal ini adalah gaya banyolan berbahasa Jawa. Dari sisi pemeran, visual, dan jalan cerita juga sudah direpresentasikan dengan cukup baik oleh semua yang terlibat. Nah, tunggu apa lagi? Segera tonton filmnya di bioskop yang ada di kota kamu, ya.

Baca Juga: Srimulat: Hil Yang Mustahal Sukses Mengocok Perut Arek Malang

Dahli Anggara Photo Verified Writer Dahli Anggara

Age quod agis...

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yudha
  • Stella Azasya

Berita Terkini Lainnya