Film Alcarras, Seni Kritik Kapitalisme Lewat Balada Keluarga

Film berbahasa Catalan kedua dari Carla Simon

Nonton film atau series berbahasa Spanyol itu sudah biasa. Bagaimana dengan bahasa Catalan? Bahasa satu ini bisa dibilang langka dalam industri sinema. Jumlah film berbahasa Catalan cukup terbatas dan distribusinya pun tidak semasif sinema berbahasa Spanyol.

Ini mungkin berkaitan erat dengan persebaran bahasanya yang terbatas di area Catalunya, Spanyol. Beda dengan bahasa Spanyol yang juga dipakai di berbagai negara Amerika Latin. 

Namun, bukan berarti kamu sama sekali tak bisa menikmatinya. Platform streaming MUBI baru saja merilis film Alcarras (2022) secara global, termasuk Indonesia. Selaras dengan karya debutnya Summer 1993 (2017), sineas muda Carla Simon mencoba mengulik masalah orang dewasa lewat perspektif anak-anak. 

Film Alcarras menarik karena tak hanya berkutat di isu domestik seperti film debut Simon, tetapi diisi muatan kritik sosial ekonomi dalam skala yang lebih luas. Apa, sih, nilai plus dari film keluarga tersebut? Berikut ulasannya.  

1. Berlatar perkebunan buah yang ditinggali tiga generasi keluarga Sole 

Film Alcarras, Seni Kritik Kapitalisme Lewat Balada Keluargaadegan awal film Alcarras (dok. MK2 Films/Alcarras)

Carla Simon tak bertele-tele saat memperkenalkan tokoh-tokoh dalam filmnya. Ia langsung menyajikan adegan dua anak laki-laki kembar dan satu anak perempuan yang bermain di dalam sebuah mobil tua. 

Mereka kemudian berlari menuju rumah di mana beberapa orang dewasa tampak sedang berdebat tentang sertifikat tanah. Dengan cepat, penonton akan langsung bisa menebak bahwa para orang dewasa ini adalah kakek dan orangtua anak-anak tadi. 

Beberapa tokoh lain pun muncul, termasuk nenek, para menantu, dan beberapa anak berusia remaja. Keluarga Sole selama tiga generasi hidup dari usaha perkebunan tradisional mereka. Namun, tanpa surat kepemilikan resmi, mereka terpaksa harus angkat kaki, setidaknya sampai musim panen berakhir. 

2. Perspektif anak-anak jadi fokus dalam film ini 

Film Alcarras, Seni Kritik Kapitalisme Lewat Balada Keluargafilm Alcarras (dok. Avalon/Alcarras)

Setiap karakter punya struggle masing-masing yang dipotret dari sudut pandang tokoh anak-anak. Ini membuat film jadi lebih menarik. Kemelut dan beban hidup yang menyelimuti para orang dewasa di keluarga Sole selalu diambil dari sudut pandang anak-anak yang tak sengaja menyaksikan atau menguping. 

Secara tidak langsung anak-anak ini juga terkena dampak dari tekanan yang membebani orangtua mereka. Seperti harus kehilangan sepupu karena pertikaian ayah dan bibi, sampai rasa frustasi yang termanifestasi dalam perkataan pedas. 

Dampak paling kompleks mungkin terlihat dari anak-anak remaja keluarga Sole yang sudah bisa merasakan tensi dan krisis dalam keluarga mereka. Akibatnya mereka pun melakukan beberapa pemberontakan kecil sebagai respon atas ketidaknyamanan dan minimnya apresiasi dari orangtua. 

3. Potret kehidupan tradisional yang tergerus kapitalisme dan teknologi 

Film Alcarras, Seni Kritik Kapitalisme Lewat Balada Keluargafilm Alcarras (dok. Avalon/Alcarras)

Berkebun dan bertani merupakan salah satu cara hidup paling primitif dalam peradaban manusia selain beternak. Namun, seiring berjalannya waktu, kehidupan tradisional ini mulai tergerus kapitalisme dan perkembangan teknologi yang pesat. 

Petani dan peternak dituntut memproduksi lebih banyak dan lebih cepat. Di sisi lain, lahan-lahan mulai diakuisis untuk kebutuhan lain seperti perumahan, jalan, manufaktur. Atau dalam kasus Alcarras, pemilik lahan hendak membangun solar farm atau pusat pembangkit listrik tenaga surya di perkebunan yang dihuni keluarga Sole. 

Kegetiran dan kesedihan terlihat jelas di mata sang kakek, Rogelio yang hampir seluruh hidupnya dihabiskan di perkebunan keluarga tersebut. Ia harus menyaksikan pohon-pohon buah yang selama ini menghidupinya  berubah jadi panel-panel surya.

Baca Juga: 5 Film Horor Indie Terseram Ini Bikin Kamu Susah Tidur, Berani Nonton?

4. Seni melontarkan kritik lewat balada keluarga ala Carla Simon

Film Alcarras, Seni Kritik Kapitalisme Lewat Balada Keluargafilm Alcarras (dok. Palace Films/Alcarras)

Kapitalisme tidak hanya menggerus kehidupan keluarga Sole. Dalam beberapa adegan, kita akan berkenalan dengan sejumlah anggota asosiasi petani yang merasakan hal sama. Secara tidak langsung, Simon mengajak kita memahami tantangan para petani tradisional di era produksi masif seperti sekarang. 

Dilema antara mempertahankan idealisme atau mengikuti arus terpantau ia lontarkan dalam beberapa adegan. Terutama pertikaian putra tertua Rogelio, Quimet, yang berkeras ingin bertahan menjadi petani dengan adik iparnya yang memilih untuk menerima tawaran kerja dari perusahaan panel surya. 

5. Film berakhir dengan banyak kemungkinan 

Film Alcarras, Seni Kritik Kapitalisme Lewat Balada Keluargafilm Alcarras (dok. Palace Films/Alcarras)

Setia pada genre neorealis, Carla Simon pun tidak memasukkan unsur keajaiban dan mukjizat dalam karyanya. Sesuai kenyataannya, banyak petani dan pengelola lahan yang harus merelakan tanah mereka diakuisisi untuk proyek pembangunan fasilitas modern baru. 

Hal ini pula yang terjadi pada keluarga Sole. Film Alcarras berakhir dengan penebangan pohon-pohon buah yang disaksikan langsung oleh seluruh anggota keluarga. Lantas, apa yang akan dilakukan Rogelio dan keluarganya? Semua kemungkinan dilepas ke tangan penonton. 

Baca Juga: 10 Rekomendasi Film Sundance yang Menang Oscar

Dwi Ayu Silawati Photo Verified Writer Dwi Ayu Silawati

Pembaca, netizen, penulis

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Debby Utomo

Berita Terkini Lainnya