[REVIEW] Close, Ketika Maskulinitas Toksik Menginterupsi Persahabatan

Film drama berbasis riset

Remi dan Leo adalah dua sahabat karib sejak kecil yang tinggal berdekatan serta bersekolah di tempat yang sama. Namun, ketika mereka memasuki fase pubertas, orang tak lagi melihat kedekatan mereka sebagai hal lumrah. 

Beda dengan persahabatan antar sesama perempuan yang sarat afeksi, pertemanan antarlelaki mulai dirasuki nilai-nilai dan tuntutan maskulinitas. Seakan ada peraturan tak tertulis yang mengharamkan laki-laki menunjukkan afeksi dan membagikan rasa insekuritas pada rekan sesamanya.

Ini yang jadi topik diskusi utama dalam film Close karya Lukas Dhont. Film yang kemarin sempat dapat nominasi Oscar 2023 di kategori Film Fitur Internasional Terbaik. Berikut review film Close.

1. Dhont terinspirasi dari sebuah buku berjudul 'Deep Secrets' karya psikolog Niobe Way

[REVIEW] Close, Ketika Maskulinitas Toksik Menginterupsi Persahabatanfilm Close (dok. A24/Close)

Melalui wawancaranya dengan Film at Lincoln Center, sutradara muda Lukas Dhont mengaku terinspirasi meramu kisah Close dari sebuah buku berjudul Deep Secrets: Boys' Friendships and the Crisis of Connection tulisan Niobe Way. Dalam buku itu, Dhont menjelaskan, Way melakukan wawancara pada 150 anak laki-laki di Amerika Serikat. 

Wawancara pertama ia lakukan saat anak-anak tersebut berusia 13 tahun, kemudian dilanjut ketika mereka mulai memasuki masa pubertas pada usia 17-18 tahun. Hasilnya, Way menemukan bahwa anak-anak tersebut mengubah perspektif mereka tentang persahabatan antarlelaki. Saat masih berusia 13 tahun atau praremaja, mereka tidak ragu menggunakan kata-kata yang manis dan penuh simpati untuk mendeskripsikan sahabat laki-laki mereka. 

Namun, ketika masuk usia pubertas, mereka mulai ragu menggunakan kata-kata tersebut. Seakan mereka sudah sadar bahwa kata-kata manis tersebut hanya cocok untuk perempuan. Mereka khawatir afeksi tersebut akan membuat mereka dilabeli tidak maskulin.

2. Penelitian Niobe Way diamini beberapa riset dari lembaga dan psikolog lainnya 

[REVIEW] Close, Ketika Maskulinitas Toksik Menginterupsi Persahabatanfilm Close (dok. A24/Close)

Riset jujukan Lukas Dhont ternyata beresonansi dengan sebuah survei yang dilakukan AEI's Survey Center on American Life seperti yang divisualisasikan oleh Vox. Dari survei di Amerika Serikat ditemukan bahwa laki-laki cenderung enggan membagikan perasaannya dan sebagai konsekuensinya jarang pula mendapat dukungan emosional dari orang-orang di sekitarnya. Survei itu juga menemukan bahwa tidak banyak laki-laki yang bersedia mengekspresikan perhatiannya pada rekannya. 

Kesulitan laki-laki mengungkapkan perasaannya lewat kata-kata kemudian dikenal dengan istilah normative male alexithymia (NMA).Vox merangkum penelitian Ronald F. Levant dan Emily Karakis, bahwa level NMA yang tinggi membuat laki-laki cenderung memiliki kemampuan komunikasi yang buruk, tingkat kepuasan dalam hubungan yang rendah, serta takut menjalin intimasi. 

3. Semua riset di atas digambarkan dengan gaya melankolis ala Lukas Dhont 

[REVIEW] Close, Ketika Maskulinitas Toksik Menginterupsi Persahabatanfilm Close (dok. A24/Close)

Close seperti rangkuman audiovisual dari riset-riset tentang persahabatan antarlelaki di atas. Remi dan Leo dengan sempurna menggambarkan sosok anak-anak praremaja yang diriset oleh Niobe Way. Dalam kurun beberapa tahun, afeksi mereka berkurang ketika lingkungan mulai mempertanyakan kedekatan keduanya.

Leo mulai menjaga jarak dari Remi. Sebagai gantinya, ia mencari kegiatan dan berkawan dengan kelompok anak laki-laki yang lebih "maskulin" guna menghindari label gay yang melekat padanya. Ini otomatis meminggirkan Remi dari bingkai film secara perlahan. Sampai tiba-tiba sesuatu terjadi, mengingatkan kita bahwa waktu berjalan sangat cepat tanpa kita sadari. 

Dhont mempertahankan gaya sinematiknya, silent observation yang melankolis. Pergolakan batin karakter dalam filmnya selalu dikemas tanpa dialog, hanya ekspresi. Mirip dengan film debutnya berjudul Girl (2018), tentang seorang remaja transgender yang beraspirasi menjadi penari balet di tengah fase terapi hormon. 

Baca Juga: 6 Film Persahabatan Antarlelaki yang Tak Sekadar Pamer Maskulinitas 

4. Disempurnakan dengan sinematografi Frank van den Eeden dan musik arahan Valentin Hadjadj

[REVIEW] Close, Ketika Maskulinitas Toksik Menginterupsi PersahabatanLukas Dhont dan Frank van den Eeden saat proses syuting film Close (instagram.com/closebylukasdhont)

Gaya itu beresonansi sempurna dengan sinematografi garapan Frank van den Eeden. Ia memilih untuk mengambil beberapa adegan di tengah kebun bunga tempat orangtua Leo bekerja. Keputusan itu mendobrak perspektif bahwa laki-laki tidak seharusnya berada di tempat yang indah dan "feminin" seperti kebun bunga.

Layaknya kebanyakan film lain yang membahas pertemanan antarlelaki, kegiatan mereka selalu dikaitkan dengan kekerasan dan heroisme. Otomatis latar yang dipilih pun tak jauh-jauh dari jalanan, terowongan gelap, atau lapangan olahraga. 

Ini diperkuat pula dengan musik arahan Valentin Hadjadj yang mengiringi adegan-adegan penting dalam film. Afeksi antarkarakter jadi lebih nyata dan terasa. Tak hanya interaksi antara Remi dan Leo, banyak ikatan emosi yang diekspos di Close. Seperti Leo dan kakak laki-lakinya, Remi dan ayahnya, sampai Leo dan ibu Remi. 

5. Film yang membuatmu merasakan segala emosi positif dan negatif sekaligus

[REVIEW] Close, Ketika Maskulinitas Toksik Menginterupsi Persahabatanfilm Close (dok. A24/Close)

Close menyajikan dua babak yang berbeda. Babak pertama akan menghidupkan kembali kenangan-kenangan masa kecil kita saat bermain bersama teman-teman sekelas atau tetangga dekat rumah. Semuanya indah dan tanpa beban.

Namun, seiring usia beranjak dewasa, tuntutan-tuntutan mulai datang dan menggerogoti idealismemu. Ekspresi ceria Remi dan Leo pun berubah jadi guratan-guratan rasa gelisah dan kecewa.

Selama menonton, kamu mungkin dibuat kecewa dengan keputusan Dhont yang hanya fokus pada sudut pandang Leo. Seolah Remi tak dapat porsi yang proporsional untuk dikenal penonton. Namun, ini seperti caranya mengingatkan penonton bahwa itulah hidup. Waktu berjalan sangat cepat hingga kita tak sadar telah melewatkan sesuatu dan baru menyadarinya saat tak ada lagi kesempatan untuk memperbaikinya. 

Penasaran dengan kisah lengkap Leo dan Remi? Film nomine Oscar 2023 ini sudah dibeli hak siarnya oleh KlikFilm dan MUBI. 

Baca Juga: 6 Rekomendasi Novel yang Promosikan Maskulinitas Positif

Dwi Ayu Silawati Photo Verified Writer Dwi Ayu Silawati

Pembaca, netizen, penulis

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Naufal Al Rahman

Berita Terkini Lainnya