5 Rekomendasi Film LGBTQ Era 2000-an, Ada yang Berdasarkan Kisah Nyata

Kini, film bertema LGBTQ makin beragam

Isu terkait lesbian, gay, biseksual, transgender, dan queer (LGBT) masih sangat tabu bagi masyarakat Indonesia. Namun, tidak dengan negara-negara Barat, seperti Amerika Serikat, mereka sudah terbuka dengan identitas gender dan orientasi seksual tersebut.

Bentuk penerimaan komunitas LGBTQ pun disalurkan ke dalam banyak hal, salah satunya film. Belakangan, film dengan karakter homoseksual atau biseksual semakin sering dimunculkan. Namun, ternyata ada juga beberapa film era 2000-an yang lebih dulu menampilkan isu LGBTQ.

1. Brokeback Mountain (2005)

https://www.youtube.com/embed/kMA30rThECg

Brokeback Mountain menjadi salah satu pelopor film homoseksual yang rilis pada era 2000-an. Film yang disutradarai oleh Ang Lee ini dibuat berdasarkan cerita pendek karya Annie Proulx.

Film yang dibintangi mendiang Heath Ledger dan Jake Gyllenhaal ini punya jalan cerita yang cukup pelik. Dikisahkan seorang koboi dan pekerja peternakan diam-diam saling jatuh cinta. Rasa tersebut muncul karena keduanya bekerja sama selama musim panas pada 1963. Padahal, keduanya diceritakan sudah memiliki kekasih.

Brokeback Mountain dinominasikan untuk beberapa ajang penghargaan berkat kisahnya yang memilukan dan kuat. Kualitas akting Ledger dan Gyllenhaal pun menuai pujian karena sangat totalitas. Film ini menjadi tonggak utama film homoseksual.

2. Milk (2008)

https://www.youtube.com/embed/s2kD-9QZOs4

Diangkat dari kisah nyata, Milk menceritakan perjuangan seorang pejabat homoseksual pertama yang berhasil terpilih. Film yang disutradarai oleh Gus Van Sant ini menampilkan perjuangan Harvey Milk dalam menegakkan hak-hak komunitas LGBTQ di San Fransisco, Amerika Serikat.

Ketika Harvey menjabat, sekitar pada 1970-an, homofobia masih merajalela. Tak hanya di San Fransisco, homofobia masih ada hampir di seluruh negara bagian Amerika Serikat.

Selain menggambarkan perjuangan Harvey, Milk juga menampilkan adegan kematiannya yang tragis. Harvey dibunuh pada 1978. Berkat akting terbaiknya sebagai Harvey Milk, Sean Penn memenangkan banyak penghargaan.

Baca Juga: Orangtua Idaman, 12 Potret Artis LGBT Momong Anak

3. A Single Man (2009)

https://www.youtube.com/embed/Ell2a6o_6lY

Dirilis pada Desember 2009, A Single Man menjadi film pertama yang diarahkan oleh perancang busana Tom Ford. Film yang sangat emosional ini diadaptasi dari novel terkenal berjudul sama karya Christopher Isherwood.

Film yang dibintangi Colin Firth dan Matthew Goode ini berfokus pada seorang profesor asal Inggris, George Falconer, yang tinggal di Los Angeles, Amerika Serikat. Hidupnya penuh kesedihan karena kekasihnya tewas dalam kecelakaan mobil.

Banyak adegan kilas balik dalam film yang menggambarkan hubungan romantis George dengan mendiang pasangannya, Jim. Berkat kemampuan akting yang ciamik, Colin Firth dinominasikan sebagai Best Actor in a Leading Role dalam Oscars.

4. C.R.A.Z.Y. (2005)

https://www.youtube.com/embed/sCvQ2OpCj8A

C.R.A.Z.Y. dengan akurat menggambarkan kehidupan remaja homoseksual 1960-an dan 1970-an. Film asal Kanada yang disutradarai oleh mendiang Jean-Marc Vallée ini mengisahkan seorang anak laki-laki keturunan Prancis/Kanada bernama Zachary.

Penampilannya seperti remaja pada umumnya. Namun, Zachary sedang berjuang menemukan orientasi seksualnya. Tak mudah, pada tahun-tahun tersebut, homofobia sedang marak terjadi di Kanada. Terlebih lagi, Zachary tumbuh di keluarga Katolik konservatif yang mulai menolak dirinya.

Klimaks film yang dibintangi Marc‑André Grondin ini ketika sang ayah mengirimkan ke pusat terapi untuk "menyembuhkan" homoseksualitasnya. Perjuangan Zachary terasa pedih dan penuh tantangan.

5. Saving Face (2005)

https://www.youtube.com/embed/78h8WeP3Oas

Kisah cinta seorang ahli bedah lesbian keturunan China/Amerika diceritakan dengan baik dalam Saving Face. Film yang dirilis pada 2005 ini berfokus pada Wilhelmina yang harus merahasiakan orientasi seksualnya dari sang ibu.

Secara garis besar, film ini menceritakan pengalaman pribadi sang sutradara, yakni Alice Wu. Pada usia remaja menuju dewasa, Wu mengungkap jati dirinya kepada sang ibu yang masih memegang teguh adat tradisional Tionghoa.

Tidak sekadar tentang komunitas LGBTQ, film ini menjadi representasi aktor Asia yang saat itu belum terlalu banyak di Hollywood. Selain Saving Face, Alice Wu juga menyutradarai film romantis biseksual keluaran Netflix, yaitu The Half of It (2020).

Kisah dan perjuangan komunitas LGBTQ untuk bisa diterima masyarakat diceritakan dengan beragam sudut pandang melalui kelima film ini. Meski dianggap tabu oleh masyarakat Indonesia, kita sebagai manusia tak ada hak untuk mencela dan merendahkan keputusan orientasi seksual dan identitas gender orang lain. Yang bisa kita lakukan hanyalah menghargai keputusan tersebut.

Baca Juga: Kelompok LGBT Spanyol Gelar Protes Terhadap Kekerasan LGBT

Fernanda Saputra Photo Verified Writer Fernanda Saputra

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yudha

Berita Terkini Lainnya