[EKSKLUSIF] Jason Iskandar soal Suka Duka Jadi Sineas

"Lo akan lebih banyak dapat penolakan dibanding approval"

Salah satu figur muda di dunia perfilman Indonesia, Jason Iskandar, berbagi kisahnya menekuni industri ini. Bagi Jason, film dan pernak-perniknya adalah sesuatu yang membuatnya antusias dan selalu tidak sabar untuk dieksplorasi. Pria 30 tahun ini berkarya dengan melihat dan berkaca pada perilaku manusia sehari-hari.

Jason Iskandar akan menjadi salah satu pembicara di Sundance Film Festival: Asia 2021 yang diselenggarakan XRM Media bersama IDN Media. Sebelum itu, simak dulu obrolan IDN Times dengan sang sineas pada Rabu (15/9/2021) ini tentang serba-serbi dunia filmnya ini. Seru banget dan bisa jadi inspirasi terutama kamu yang ingin terjun ke bidang ini. Baca sampai habis, ya!

1. Kak Jason membuat film pendek Indonesia dengan format vertikal di TikTok, X&Y. Bagaimana proses kreatifnya sampai keluar inovasi ini?

[EKSKLUSIF] Jason Iskandar soal Suka Duka Jadi Sineasfoto Jason Iskandar (instagram.com/jasoniskandar)

Sebenarnya, sudah lama ide membuat film vertikal muncul. Apalagi saat awal kemunculan YouTube, jadi berpikir, ‘Layar handphone kan vertikal, tapi kok kalau nonton masih di-rotate?’ Sampai saat itu salah satu media sosial membuat fitur video vertikal. Rasanya semakin ingin mencoba, rasanya potensial banget, nih. Soalnya, teman-teman komunitas pun sudah mulai ramai membahas soal film vertikal. Cuma, ya, waktu itu masih belum ada keberanian buat bikin karena masih melihat ini sebagai eksperimen banget. Sampai akhirnya, TikTok keluar, dan muncul lagi rasa, ‘Ini kayaknya menarik banget aplikasinya. Apalagi sama algoritma cara aplikasi ini menyajikan konten.’

Soal TikTok juga, kebetulan sebelum X&Y, sudah pernah ada hubungan sama TikTok terkait proyek lain. Ketika ngobrol lagi sama TikTok, ternyata mereka punya ide yang sama. Akhirnya, dibuat lah film pendek X&Y ini. Bersama TikTok, kita berusaha mencari tahu karakteristik pengguna seperti apa, supaya film yang dibuat cocok dengan pasar. Jadi, ada tukar feedback bareng TikTok.

Kalau sebagai yang pertama, sebenarnya sudah ada, kok, kreator lain yang membuat vertikal. Kebetulan saja, X&Y ini yang dipromosikan secara masif.

2. Kak Jason memulai Studio Antelope sejak 2011 saat masih kuliah sosiologi di UGM. Apa yang membuat Kak Jason kecemplung di industri film?

[EKSKLUSIF] Jason Iskandar soal Suka Duka Jadi Sineasfoto Jason Iskandar (instagram.com/jasoniskandar)

Sudah sejak SMA, gue aktif membuat film, tapi sempat ada juga pada masa transisi yang bertanya, ‘sekolah film atau enggak, ya?’ Saat itu, sampai sudah cek juga sekolah film di Malaysia. Perhatian gue adalah selama SMA membuat film karena senang dan rekreasi. Tapi, kalau film ini dibawa seperti belajar matematika, apakah tetap seru? Sampai akhirnya memutuskan untuk gak apa untuk tidak sekolah film.

Saat itu, sudah mulai banyak tutorial dan artikel di internet yang bisa menjadi media belajar serulah. Selain itu, juga tanya-tanya teman. Walaupun gue tetap yakin, teman-teman yang sekolah film punya cara belajar sendiri, pastinya.

Kalau soal UGM dan sosiologi itu karena gue kan enggak sekolah film formal. Gue butuh sesuatu yang mungkin berguna buat storytelling, at least. Gue pilih sosiologi karena itu salah satu ilmu tertua dan cukup general. Dalam arti bisa belajar tentang banyak hal, seperti dikasih kacamata perspektif dari sosiologi itu. Selain UGM-nya, pilihan ini ada karena semenjak SMA itu gue tahu kalau Jogja itu sangat menyenangkan-lah untuk filmmaker. Gue tahu beberapa pembuat film dari Jogja dan cukup nge-fans dengan karya-karyanya sejak SMA.

Nah, kalau studionya ini sebenarnya Studio Antelope dibentuk karena iseng-iseng. Ketika kumpul karya ke festival film pendek kan suka ditanya nama kelompoknya. Studio Antelope inilah jadi nama kelompok gue dan teman-teman. Tapi, nama komunitas gitu kan tidak punya legal entity.

Setelah lulus pada 2014, gue serius jadikan perusahaan. Ya, mulai mengambil kerjaan, tapi di saat yang sama tetap bikin film pendek. Akhirnya, sampai sekarang. Jadi sebenarnya, enggak banting-banting setir banget, sih, karena semuanya bagian dari rencana.

3. Kak Jason ada pesan gak untuk sineas muda lainnya yang merasa harus banting setir dari jalan hidupnya sekarang?

[EKSKLUSIF] Jason Iskandar soal Suka Duka Jadi Sineasfoto Jason Iskandar (instagram.com/jasoniskandar)

Pastikan kalau itu benar passion lo. Memang di usia tertentu bakal muncul pertanyaan, ‘Apakah ini benar apa yang gue suka?’, atau, ‘Apakah ini cuma sementara?’ Pastikan kalau ini betul-betul panggilan jiwa lo. Gue mendefinisikannya seperti anak kecil yang excited buat kerjain itu. Itu juga yang selalu gue rasain. Tetap ada naik turun, tapi setiap kerjain serasa anak kecil excited sama mainan baru.

Nah, caranya gimana (untuk tahu)? Ya, dilakukan, dikerjain, dicoba buat mungkin satu karya terus lo lihat. ‘Apakah itu benar lo suka sama yang lo kerjain, atau, jangan-jangan ternyata lo enggak terlalu suka gitu?’ Kalau suka, kemudian coba lagi di karya berikutnya, ‘Apakah lo masih merasakan energi yang sama?’

4. Sepanjang karier membuat film, apa momen suka duka yang dialami?

[EKSKLUSIF] Jason Iskandar soal Suka Duka Jadi Sineasfoto Jason Iskandar (instagram.com/jasoniskandar)

Salah satu duka yang paling terasa adalah penolakan. Ya, lo akan take it personally ketika merasa karya lo enggak layak. Pada prosesnya, lo menyadari bahwa itu sebenarnya bagian dari proses bahwa akan lebih banyak dapat penolakan dibandingkan approval. Tidak cuma di film, tapi di semua bidang. Cuma, balik lagi apapun yang gue rasain, gue merasa itu bagian dari pekerjaan, bagian dari prosesnya. Jadi, gak terlalu dipikirin banget. 

Sukanya, of course banyak banget, sih. Cuma, kalo gue simpulkan dari semua itu, ya, kayak tadi gue bilang, ‘Berasa jadi anak kecil setiap saat.’ Setiap proyek yang gue kerjain kayak punya challenge yang baru, punya cerita yang baru. Punya banyak hal baru yang gak lo kulik di sebelumnya.

Bisa banyak belajar tentang diri. Itu jadi salah satu hal menyenangkan karena setiap bikin, setiap berkarya lo melihat karakter lo. Lo mencoba bercermin sama pengalaman lo sendiri. Lo bisa membandingkan diri lo dengan karakter lo bahwa ternyata diri gue juga gak semenyedihkan itu-lah. Masih, hidup gue masih menyenangkan.

Baca Juga: [EKSKLUSIF] Joko Anwar: Benchmark Film Indonesia Harus Ditingkatkan 

5. Buat Kak Jason, seberapa penting untuk lihat perkembangan film, khususnya di Indonesia?

[EKSKLUSIF] Jason Iskandar soal Suka Duka Jadi Sineasfoto Jason Iskandar (instagram.com/jasoniskandar)

Gue nonton Tiga Dara. Film ini hasil restorasi dan sempat diputar di jaringan bioskop waktu itu. Gue kaget melihat film Indonesia tahun 50-an (1957) sudah bisa selevel itu, sebagus itu. Baik dari kualitas teknis dan penceritaan. Nah, harusnya lo bisa lebih, melampaui bar (standar) yang dibuat film tahun klasik ini.

Selain itu, pasti melihat manusia masa itu. Manusia dari periode tahun sekian kan semua terdokumentasikan lewat film. (Bisa) melihat dan membandingkan dengan sekarang, penting. Tidak hanya untuk pembuat film, tapi juga buat manusia melihat dinamika yang berbeda dari periode tersebut. Jadi, menurut gue itu penting banget, sih.

Gue pernah dapat quotes bagus dari [aktor] Yayuk Unru. Dia bilang ini dari perspektif pemain, ya. “Artis harus bekerja saat dia nganggur, tetapi harus rekreasi saat dia bekerja.”  Ketika lo lagi enggak ada kerjaan, ya, itu saatnya lo bekerja. Mengumpulkan referensi, menonton, terus mengamati manusia. Nah, pas kita lagi udah ngerjain, ya, saatnya kita memanfaatkan apa yang kita udah tonton. 

6. Apakah ada genre tertentu yang ingin Kak Jason gali untuk proyek ke depannya?

[EKSKLUSIF] Jason Iskandar soal Suka Duka Jadi Sineasfoto Jason Iskandar (instagram.com/jasoniskandar)

Gue paling suka sama drama karena selalu bahas manusia, selalu bahas tentang karakter. Koneksi antar satu sama lain. Itu kan sebenarnya kita lakukan setiap hari. Interview ini juga kayak gitu, kan. Kita selalu mencari keterhubungan. 

Salah satu genre yang ingin banget dibikin ya, kayak Dan Kembali Bermimpi, sih. Maksudnya, mikirin sebuah tempat di masa depan atau di sebuah universe yang mungkin bukan universe yang kita lihat sehari-hari. Satu sisi itu terasa familiar dengan kita.

Mungkin di film panjang pertama gue ini, Akhirat - A Love Story udah bisa sedikit menumpahkan itu, ya, karena kan genre-nya fantasi. Bahas akhirat, tapi dari sudut pandang fantasi. Kita membayangkan sebuah tempat yang familiar dengan kita, tapi di satu sisi sama kita sadar bahwa ini belum pernah kita lihat. Memang dystopian thriller, genre yang pengen banget dibikin.

7. Tahun ini Sundance Film Festival datang ke Indonesia. Menurut Kak Jason, apa yang bisa sineas muda kejar untuk memanfaatkan kesempatan ini?

[EKSKLUSIF] Jason Iskandar soal Suka Duka Jadi SineasSundance Film Festival 2021: Asia (dok. IDN Media)

Gue yakin setiap festival punya karakteristiknya sendiri. Walaupun, ini dibawa ke Asia, dibawa ke Indonesia, gue yakin tim programmer-nya Sundance Asia ini sudah menjaga karakteristik atau identitas dengan film-film pilihan di dalam finalis ini. Nah, dari situ bisa teman-teman sineas muda ini tonton dan baca karakteristik di film-film tersebut. 

Panel-panelnya juga seru. Gue melihat beberapa nama besar yang dikumpulkan menjadi satu di Sundance Asia ini. Mulai dari bahasan tentang dampak festival film dan karier sineas sampai streaming platform di Asia Tenggara. Terus, gue dan Salman Aristo dari TikTok juga akan mengisi panel tentang vertical cinema. Itu, sih, yang mungkin bisa harus dimanfaatkan oleh teman-teman.

8. Apakah ada pesan dari Kak Jason untuk sineas muda Indonesia saat menghadapi kasus karya mereka dibajak?

[EKSKLUSIF] Jason Iskandar soal Suka Duka Jadi Sineasfoto Jason Iskandar (instagram.com/jasoniskandar)

Ketahui bahwa sadari bahwa ternyata karya lo punya potensi. Kalau lo belum lihat, ya itu, ada orang lain yang sudah melihat potensi dari karya lo dan mencoba memanfaatkan itu. Jadi, at least lo harus sadar bahwa ternyata karya lo potensial karena orang lain sudah sadar.

Selanjutnya, lo bisa lakukan banyak hal. Lo bisa mengambil langkah yang paling simpel, yaitu menghubungi orang yang mengunggah film itu dan mengirimkan take down notice, sih. Kalau tidak diturunkan juga, bisa melaporkan itu. Gue yakin kalau streaming platform, seperti YouTube sudah punya protokol yang cukup baik, lah, untuk menanggapi hal-hal seperti ini.

Banyak langkah lain yang bisa dilakukan, seperti yang dilakukan Visinema saat Keluarga Cemara dibajak, kan, melakukan langkah hukum. Itu juga salah satu yang bisa dilakukan. Mungkin kalau film pendek salah satu hal sederhana yang bisa dilakukan itu, sih. Mengirimkan take down notice atau melaporkan (report content) video tersebut.

Nah, buat kamu yang ingin mendengar cerita lebih banyak dari Jason Iskandar soal dunia perfilman, jangan lupa cek jadwal di Sundance Film Festival: Asia 2021, ya!

Oh ya, bicara soal Sundance Film Festival: Asia 2021, kamu juga bisa lho ikut rangkaian acaranya dari tanggal 23-26 September 2021. Akan ada Panel Discussion dan juga Awarding Night yang bisa kamu tonton secara gratis di TikTok Sundance Film Festival: Asia 2021 ya! Kapan lagi kamu bisa tonton hasil diskusi terkait perkembangan industri film Indonesia? Ini kesempatanmu, dan klik di sini untuk menontonnya.

Baca Juga: [EKSKLUSIF] Susanti Dewi: Produser Itu Ibu, Film Adalah Anaknya

Topik:

  • Zahrotustianah
  • Anastasia Desire

Berita Terkini Lainnya