5 Film Terbaik Karya Sutradara Edwin, Terbaru Kabut Berduri
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Edwin mengawali debut penyutradaraan dengan menggarap film pendek pada 2003. Ia kemudian menjadi asisten sutradara Riri Riza lewat film Gie (2005). Nama Edwin mulai banyak dikenal kala film pendeknya yang berjudul Kara, Anak Sebatang Pohon (2005) jadi film pendek Indonesia pertama yang berhasil menembus ajang Festival Film Cannes dalam sesi Director's Fortnight.
Setelah itu, pada 2008, film panjang pertama Edwin, Babi Buta yang Ingin Terbang, menerima FIPRESCI Prize di International Film Festival Rotterdam 2009. Sejak saat itu, Edwin semakin diperhitungkan sebagai sutradara terbaik tanah air.
Pada 2024, sutradara kelahiran 1978 ini kembali hadir dengan film terbarunya yang berjudul Kabut Berduri. Filmnya langganan raih penghargaan, berikut lima film Indonesia terbaik karya Edwin.
Baca Juga: 14 Film Original Netflix yang Tayang Agustus 2024, Ada Kabut Berduri
1. Kebun Binatang (2012)
Kebun Binatang mengisahkan kehidupan Lana (Ladya Cheryl) yang sejak berusia 3 tahun ditelantarkan orangtuanya di kebun binatang. Sejak saat itu, Lana dibesarkan oleh seorang pelatih jerapah. Kebun binatang menjadi satu-satunya dunia yang diketahui Lana.
Suatu hari, ada seorang pesulap berpakaian koboi (Nicholas Saputra) muncul di kebun binatang. Lana pun jatuh cinta pada sosok tersebut dan keluar dari kebun binatang. Hal itu membuat ia membuka dirinya untuk sebuah petualangan baru.
Di jalanan Jakarta, Lana membantu pertunjukan sang pesulap koboi yang berjualan obat palsu. Namun, tiba-tiba sang pesulap koboy menghilang. Lana ditinggal sendiri di jalanan. Ia pun dilatih menjadi pemijat dan menjadi populer di kalangan pelanggan panti pijat tersebut. Namun, Lana merasakan ada yang hilang dari dirinya dan memilih kembali ke tempat di mana ia pernah ditelantarkan.
2. Posesif (2017)
Lima tahun berselang, Edwin kembali menggarap film panjang berjudul Posesif. Film ini bercerita tentang hubungan asmara antara Lala (Putri Marino) dan Yudhis (Adipati Dolken) yang berjalan melebihi ekspetasi mereka.
Hubungan keduanya adalah cinta pertama yang begitu kelam. Lala dan Yudis saling jatuh cinta secara instan, lalu memutuskan untuk berpacaran. Lala tidak pernah menyangka bahwa Yudhis memiliki sifat posesif yang berlebihan.
Yudhis selalu ingin bersama Lala, bahkan ketika sebenarnya Lala sedang sibuk dengan kegiatannya sendiri. Berbagai konflik pun terjadi hingga kekerasan tak terelakkan.
Posesif sukses meraih 3 penghargaan di Festival Film Indonesia 2017. Penghargaan itu ialah Sutradara Terbaik untuk Edwin, Pemeran Utama Wanita Terbaik untuk Putri Marino, dan Pemeran Pendukung Pria Terbaik untuk Yayu Unru.
3. Aruna dan Lidahnya (2018)
Editor’s picks
Diadaptasi dari novel berjudul sama karya Laksmi Pamuntjak, Aruna dan Lidahnya mengikuti kisah Aruna (Dian Sastrowardoyo), seorang ahli epidemiologi yang ditugaskan oleh kantornya untuk meneliti sebuah kasus. Kasus tersebut ialah flu burung di beberapa daerah yang di Jawa Timur dan Kalimantan. Dalam perjalanannya, ia ditemani oleh dua sahabatnya, yaitu Bono (Nicholas Saputra) dan Nadezhda (Hannah Al Rashid).
Bono adalah seorang chef yang dituntut untuk kreatif dalam mencipatkan berbagai menu makanan. Sedangkan Nadezhda merupakan seorang kritikus kuliner yang sedang merintis buku masakan. Mereka bertiga sepakat untuk melakukan investigasi bersama ke berbagai kota, sambil mencicipi kuliner dari berbagai kota yang disinggahi. Bagi Aruna yang punya hobi kulineran, hal ini adalah kesempatan emas.
Dalam perjalanan invesitagasinya, Aruna bertemu Farish (Oka Antara), mantan teman kantornya. Di tengah pekerjaannya, kecurigaan Aruna mulai muncul, lantaran adanya ketidaksesuaian antara data kantor pusat dengan data lapangan. Situasi semakin panas dikala Farish meminta Aruna untuk tetap melanjutkan tugasnya. Lewat Aruna dan Lidahnya, Nicholas Saputra menyabet penghargaan sebagai Pemeran Pendukung Pria Terbaik di Festival Film Indonesia 2018.
Baca Juga: 4 Profesi yang Gak Biasa dari 'Aruna dan Lidahnya', Tertarik Menekuni?
4. Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas (2021)
Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas menceritakan Ajo Kawir (Marthino Lio) seorang pemuda yang hobi bertarung. Hasrat bertarungnya muncul untuk menyembunyikan kondisi dirinya yang impoten. Berbagai cara telah ia coba untuk menyembuhkan kelemahannya tersebut. Hingga akhirnya dia bertemu Iteung (Ladya Cheryl) yang juga seorang petarung.
Pertemuan tersebut menumbuhkan benih-benih cinta bagi keduanya. Perjalanan cinta mereka diwarnai dengan romantisme, seperti bertemu di pasar malam hingga mengirim salam dan lagu lewat radio, sampai akhirnya mereka menikah dan hidup bersama. Perjalanan mereka tidak selamanya manis, mereka harus menahan cibiran dari tetangga mengenai kondisi Ajo Kawir dan kisah cinta segitiga dengan Budi Baik (Reza Rahardian) hingga balas dendam yang harus Ajo Kawir selesaikan.
Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas sukses membawa pulang Golden Leopard, hadiah utama dari sesi kompetisi internasional yang diadakan oleh Locarno International Film Festival 2021. Sementara itu, di Festival Film Indonesia 2022, film ini meraih 3 penghargaan, yakni Sutradara Terbaik untuk Edwin, Pemeran Utama Pria Terbaik untuk Marthino Lio, dan Pemeran Utama Wanita Terbaik untuk Ladya Cheryl.
5. Kabut Berduri (2024)
Kabut Berduri merupakan film terbaru karya Edwin yang akan tayang pada 1 Agustus 2024 di Netflix. Film ini juga akan kembali mempertemukan Edwin dan Putri Marino setelah terakhir kali mereka bekerja sama di film Posesif. Kabut Berduri mengikuti kehidupan seorang detektif dari kota besar bernama Senja Arunika (Putri Marino).
Selama ini, detektif berpangkat Inspektur Polisi Dua (Ipda) itu sudah hidup dengan dihantui teror masa lalu. Di saat yang sama, Senja mendapatkan tugas untuk menyelidiki kasus pembunuhan berantai misterius dan berbahaya. Kasus itu terjadi di sekitar perbatasan antara Indonesia dan Malaysia.
Senja pun mulai menginvestigasi dan memburu terduga pelakunya. Aksi kejar-kejaran hingga senjata api tak terelakkan. Senja bertekad untuk membuka kedok sang pelaku sembari berjuang melalui permasalahan pribadinya. Perjalanan itu sedikit demi sedikit mengungkap misteri dan membantu membuka kotak Pandora yang berada di sana.
Memiliki jalan cerita yang tidak monoton, film-film garapan Edwin memang selalu menampilkan cerita yang segar dan baru. Maka wajar jika Edwin telah mengoleksi 2 Piala Citra sebagai sutradara terbaik. Tak hanya itu, berkat arahan Edwin, para aktor dan aktris yang bekerja sama dengannya pun kerap kali menerima penghargaan.
Baca Juga: 3 Film Action Dibintangi Putri Marino, Ada Kabut Berduri di Netflix
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.