Spider-Man: Across the Spider-Verse, Film Spider-Man Paling Estetik!

Makoto Shinkai pun bakal kagum dengan visualnya

Film sangat erat kaitannya dengan imajinasi. Sementara film live action memiliki keterbatasan, film animasi justru sebaliknya. Genre ini mampu mendobrak batasan tersebut menjadi semesta baru yang tak pernah dibayangkan sebelumnya. Salah satu film animasi yang membuktikannya adalah Spider-Man: Across the Spider-Verse (2023).

Tayang di bioskop Indonesia sejak Rabu (31/5/2023), sekuel Spider-Man: Into the Spider-Verse (2018) ini tampil lebih superior dari pendahulunya. Jika film pertamanya memanjakan penonton dengan kehadiran sejumlah varian Spider-Man yang bisa dihitung jari, maka Spider-Man: Across the Spider-Verse membawa penonton ke sebuah tempat yang dihuni oleh ratusan varian sang manusia laba-laba.

Hanya itu saja? Tentunya tidak. Dengan ulasan bagus yang diterimanya (mendapat 95 persen di Rotten Tomatoes!), film rilisan Sony Pictures Animation ini menawarkan beberapa keistimewaan yang membuatnya layak dinobatkan sebagai salah satu film terbaik tahun ini.

Penasaran dengan hal spesial apa saja yang dimiliki oleh film berdurasi 140 menit ini? Gak pakai lama, yuk, langsung simak review film Spider-Man: Across the Spider-Verse berikut ini.

1. Soroti kehidupan Miles Morales setelah peristiwa film pertama

Spider-Man: Across the Spider-Verse, Film Spider-Man Paling Estetik!adegan dalam film Spider-Man: Across the Spider-Verse (dok. Sony Pictures Animation/Spider-Man: Across the Spider-Verse)

Setiap anak pasti ingin membahagiakan orangtuanya. Namun, ketika ekspektasi orangtua berbenturan dengan keinginan anak, apakah kebahagiaan mampu diwujudkan? Situasi itulah yang dirasakan oleh sang protagonis, Miles Morales alias Spider-Man (Shameik Moore), dalam Spider-Man: Across the Spider-Verse.

Setahun lebih setelah peristiwa dalam film pertamanya, Spider-Man: Into the Spider-Verse (2018), sang manusia laba-laba masih berusaha menyeimbangkan antara kehidupan superhero, keluarga, dan sekolahnya. Apalagi, kedua orangtuanya, khususnya sang ayah, Jefferson Davis (Brian Tyree Henry), menuntut loyalitas tinggi yang semakin membuat Miles merasa tertekan. 

Di tengah polemik tersebut, muncul Jonathan Ohnn (Jason Schwartzman), mantan karyawan Alchemax (perusahaan jahat milik Wilson Fisk alias Kingpin di film pertama) yang—akibat insiden di film pertama—berubah menjadi The Spot, makhluk mutasi yang mampu menciptakan portal antar dimensi melalui bintik hitam di sekujur tubuhnya.

Siapa sangka, kehadiran villain yang (awalnya) terlihat konyol tersebut menuntun Miles untuk bertemu kembali dengan sang pujaan hati, Gwen Stacy alias Spider-Woman (Hailee Steinfeld), yang tengah menjalankan misi rahasia dari pemimpin Spider-Society, Miguel O'Hara alias Spider-Man 2099 (Oscar Isaac).

Mengapa Gwen merahasiakan misi tersebut dari Miles? Dan yang lebih penting, apa kaitan misi tersebut dengan identitas Miles sebagai Spider-Man? Percayalah, mulai dari sini, alur cerita Spider-Man: Across the Spider-Verse akan semakin menarik.

2. Visual yang dihadirkan begitu memikat, Makoto Shinkai auto jealous, deh!

Spider-Man: Across the Spider-Verse, Film Spider-Man Paling Estetik!adegan dalam film Spider-Man: Across the Spider-Verse (dok. Sony Pictures Animation/Spider-Man: Across the Spider-Verse)

Berbanding lurus dengan alur ceritanya yang penuh kejutan, visual yang ditampilkan dalam Spider-Man: Across the Spider-Verse pun tak kalah bikin melongo. Dilansir Empire, Phil Lord dan Christopher Miller, selaku produser sekaligus penulis naskah, mempekerjakan tim animator untuk menghasilkan enam gaya animasi berbeda yang melambangkan masing-masing dimensi.

Sedari awal, penonton telah dimanjakan oleh visual dunia tempat tinggal Gwen Stacy, yakni Earth-65, yang bernuansa gloomy berkat coretan cat air yang dominan. Begitu pun dengan desain Hobie Brown alias Spider-Punk (Daniel Kaluuya) yang bakal mengingatkanmu dengan sampul album band punk rock era 70-an macam Ramones dan Sex Pistols. 

Selain untuk membedakan masing-masing semesta, teknik animasi yang istimewa tersebut juga berfungsi untuk mempertegas ambience dalam sebuah adegan. Salah satu momen terbaik di Spider-Man: Across the Spider-Verse adalah saat Miles dan Gwen bergelantungan terbalik di gedung pencakar langit.

Pemandangan kota yang cantik ditambah penjiwaan ciamik dari Shameik Moore dan Hailee Steinfeld dalam melontarkan dialog membuat penulis lupa kalau sedang menyaksikan film animasi superhero. Tak heran jika, misalnya, seorang Makoto Shinkai—yang dikenal sebagai pencipta anime dengan visual estetik—pun bakal iri saat menyaksikan adegan tersebut di bioskop!

3. Tak cuma komedi, Spider-Man: Across the Spider-Verse juga hadirkan drama yang menyentuh

Spider-Man: Across the Spider-Verse, Film Spider-Man Paling Estetik!adegan dalam film Spider-Man: Across the Spider-Verse (dok. Sony Pictures Animation/Spider-Man: Across the Spider-Verse)

Seperti yang kamu tahu, dari Spider-Man era Sam Raimi sampai Marvel Cinematic Universe (MCU), sosok superhero yang gemar berayun menggunakan jaring laba-labanya ini selalu digambarkan sebagai pribadi yang humoris. Namun, jika dilihat kembali, di balik sifatnya yang bersahabat tersebut, Spider-Man sebenarnya memendam duka yang teramat dalam (kehilangan Paman Ben, Gwen Stacy, dan Bibi May menjadi salah satu bukti).

Spider-Man: Across the Spider-Verse, meski tak punya adegan kematian setragis film Spider-Man lainnya, tetapi tetap menghadirkan momen menyentuh lewat backstory masing-masing karakternya. Salah satunya Gwen Stacy yang memiliki hubungan pasang surut dengan ayahnya, Kapten George Stacy (Shea Whigham). Bahkan, Miguel O'Hara yang terlihat misterius pun mendapat kisahnya sendiri yang membuat penonton memahami obsesinya.

Meski kental dengan nuansa dramatis, Spider-Man: Across the Spider-Verse tetap tak melupakan punchline menggelitik yang menjadi andalannya. Hebatnya, timing antara komedi dan dramanya disajikan secara berimbang sehingga tak menyebabkan inkonsistensi pada tone film secara keseluruhan.

Baca Juga: 12 Varian Spidey yang Muncul dalam Spider-Man: Across the Spider-Verse

4. Bertabur easter eggs sebagai fan service, ada koneksi dengan MCU?

Spider-Man: Across the Spider-Verse, Film Spider-Man Paling Estetik!adegan dalam film Spider-Man: Across the Spider-Verse (dok. Sony Pictures Animation/Spider-Man: Across the Spider-Verse)

Sejak film pertamanya, seri film animasi Spider-Verse telah mengukuhkan statusnya sebagai film bagi semua pencinta Spider-Man. Semua di sini berarti mencakup penikmat kisah sang superhero dalam berbagai media, baik itu komik, serial televisi, film, maupun game.

Oleh karena itu, tak heran jika Spider-Man: Across the Spider-Verse terkesan "gila-gilaan" saat menghadirkan berbagai varian Spider-Man dibandingkan pendahulunya. Selain beberapa karakter yang penulis sebutkan di atas, setidaknya ada lebih dari 250 varian Spider-Man yang muncul, seperti dilansir ComicBook.

Namun, wujud fan service tak berhenti sampai pada penampakan ratusan varian Spider-Man saja. Film arahan Joaquim Dos Santos, Kemp Powers, dan Justin K. Thompson ini juga menunjukkan relasinya dengan film-film di luar franchise Spider-Verse.

Salah satunya yakni lewat kehadiran kameo dari varian salah satu karakter penting dalam Spider-Man: Homecoming (2017). Kamu bisa menebak, gak, karakter siapa yang dimaksud?

5. Spider-Man: Across the Spider-Verse semakin lengkap berkat deretan soundtrack yang catchy

Spider-Man: Across the Spider-Verse, Film Spider-Man Paling Estetik!adegan dalam film Spider-Man: Across the Spider-Verse (dok. Sony Pictures Animation/Spider-Man: Across the Spider-Verse)

Keberhasilan "Sunflower" milik Post Malone dan Swae Lee di Grammy Awards 2020 silam menginspirasi Sony Pictures Animation untuk menghadirkan deretan tembang keren dalam Spider-Man: Across the Spider-Verse. Tak tanggung-tanggung, untuk urusan musik, mereka mempercayakannya kepada Metro Boomin, produser yang pernah bekerja sama dengan sejumlah artis besar, seperti The Weeknd, Drake, dan Travis Scott.

Dari 13 lagu yang dirilis, sepuluh di antaranya ditulis dan diproduseri oleh Boomin. Mulai dari yang downtempo macam "Nonviolent Communication" (bersama James Blake, ASAP Rocky, dan 21 Savage) sampai banger seperti "Am I Dreaming" (bersama ASAP Rocky dan Roisee), semua mampu mewakili berbagai nuansa yang ditampilkan dalam filmnya. Layak masuk playlist!

Plot yang solid, visual yang estetik, drama-komedi yang seimbang, fan service yang berkelas, dan soundtrack yang adiktif, semuanya menjadi alasan yang kuat untuk memberikan skor sempurna kepada Spider-Man: Across the Spider-Verse. Apakah film ini akan mampu mengulang kesuksesan pendahulunya dengan menyabet Best Animated Feature di Oscar tahun depan?

Atau jangan-jangan malah berpeluang masuk nominasi Best Picture Oscar menyusul tiga film animasi sebelumnya, yakni Beauty and the Beast (1991), Up (2009), dan Toy Story 3 (2010), nih? Namun sebelumnya, jangan lupa saksikan Spider-Man: Across the Spider-Verse di bioskop terdekat, ya!

Baca Juga: 10 Film Animasi Terbaik Sony Pictures Animation, Ada Spider-Verse!

Satria Wibawa Photo Verified Writer Satria Wibawa

Movies and series enthusiast. Feel free to read my reviews on Insta @satriaphile90 or Letterboxd @satriaphile. Have a wonderful day!

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Naufal Al Rahman

Berita Terkini Lainnya