The Black Phone, Film Horor dengan Pesan anti Bullying

Kembalinya Scott Derrickson ke genre horor yang memuaskan

Ada begitu banyak faktor yang membuat perilisan The Black Phone (2022) begitu ditunggu-tunggu oleh para penggemar film horor di seluruh dunia. Pertama, yakni keterlibatan Scott Derrickson (Doctor Strange) sebagai sutradara.

Pasalnya, The Black Phone merupakan penanda kembalinya sang sineas ke ranah horor pasca Deliver Us from Evil (2014). Selain itu, film ini juga diadaptasi dari cerpen berjudul sama karya Joe Hill alias Joseph Hillström King, anak dari sang Raja Horor Stephen King.

Selain sederet alasan di atas, The Black Phone juga masih menyimpan sejumlah keistimewaan yang membedakannya dari film-film horor kebanyakan, lho. Berikut ulasannya!

1. Sulap tema penculikan yang telah usang jadi sesuatu yang menyegarkan

The Black Phone, Film Horor dengan Pesan anti BullyingEthan Hawke dalam film The Black Phone (dok. Blumhouse Productions/The Black Phone)

Seperti yang kita tahu, aksi penculikan sudah sering kali dipakai sebagai tema dalam film-film buatan Hollywood. Namun, Scott Derrickson berhasil menyulap tema yang telah basi tersebut menjadi sesuatu yang baru lewat The Black Phone.

Dikisahkan, seorang penculik anak yang dijuluki The Grabber (Ethan Hawke) sedang berkeliaran mencari korban di sebuah pemukiman warga. Setelah berkali-kali menyaksikan teman sekolahnya menghilang secara misterius, Finney (Mason Thames) yang malang pun harus merasakan hal yang sama pada suatu hari.

Disekap di sebuah basemen, bocah tersebut secara ajaib mampu terhubung dengan arwah para korban terdahulu melalui sebuah telepon malfungsi. Arwah-arwah itulah yang berusaha membantu Finney untuk keluar dari sana dengan selamat.

Di sisi lain, Gwen (Madeleine McGraw), adik Finney, juga sedang berusaha mencari keberadaan sang kakak lewat kekuatan supernaturalnya. Gimana, premisnya saja sudah terdengar menarik sekali, bukan?

2. Penokohan tiap karakternya menarik, termasuk para hantunya

The Black Phone, Film Horor dengan Pesan anti BullyingMason Thames dalam film The Black Phone (dok. Blumhouse Productions/The Black Phone)

Tak hanya premisnya saja, hal yang membuat The Black Phone terasa unggul dibanding film-film horor lain adalah karakterisasinya. Biasanya, karakter remaja dalam film horor cenderung menyebalkan. Namun, hal seperti itu takkan kamu temui dalam film ini.

Finney dan Gwen digambarkan sebagai kakak beradik yang saling mendukung satu sama lain. Meski memiliki ayah yang alkoholik dan abusive, mereka berdua saling menyayangi dan tak pernah mencari masalah di sekolah.

Justru, Finney malah sering mendapat intimidasi dari teman-teman sebayanya. Melihat hal itu, Gwen pun selalu pasang badan untuk melindungi kakaknya. Sungguh, mereka adalah teladan yang baik bagi para kakak-adik di luar sana.

Selain mereka, naskah garapan Scott Derrickson dan C. Robert Cargill pun turut memberikan flashback pada sejumlah karakter hantunya. Jika film horor lain cenderung memilih untuk mengeksplorasi masa lalu dari sang psikopat, maka The Black Phone mengajak penonton untuk bersimpati kepada para korban.

Hal tersebutlah yang membuat karya Scott Derrickson ini terasa sebagai sebuah penghormatan bagi para korban penculikan. Menurut kamus Derrickson, perasaan para korbanlah yang paling penting, bukan sang penculik.

3. Minim jump scare, tetapi ampuh bikin tegang

The Black Phone, Film Horor dengan Pesan anti BullyingEthan Hawke dalam film The Black Phone (dok. Blumhouse Productions/The Black Phone)

Sebagai film horor, The Black Phone memang masih menyajikan deretan momen penggedor jantung alias jump scare. Namun, sepanjang film berlangsung, bisa dihitung dengan jari berapa kali sang sutradara memakai cara klise tersebut untuk menakut-nakuti penonton.

Justru, kelebihan The Black Phone terletak pada interaksi antara Finney dengan arwah para korban. Setiap telepon berdering, penonton dibuat antusias menanti petunjuk apalagi yang akan diberikan oleh para hantu kepada sang protagonis.

Tak kalah menarik untuk disimak, yakni upaya Gwen dalam mencari lokasi penyekapan sang kakak. Dengan cerdik, kemampuan supernatural Gwen—ia sering memimpikan para korbandimanfaatkan Derrickson sebagai penghubung antara penonton dan kisah masa lalu para arwah.

Baca Juga: 5 Fakta Film Horor The Black Phone, Hantunya Jadi Protagonis

4. Akting jajaran aktornya keren, Madeleine McGraw sukses jadi scene stealer!

The Black Phone, Film Horor dengan Pesan anti BullyingMason Thames dan Madeleine McGraw dalam film The Black Phone (dok. Blumhouse Productions/The Black Phone)

Berperan sebagai sosok The Grabber, Ethan Hawke berhasil menjelma jadi teror dalam The Black Phone. Meski tak pernah sedikitpun menunjukkan wajah—karakternya selalu muncul dalam topeng yang super menyeramkantetapi ia berhasil memberikan kesan "ketidakberesan" pada karakternya.

Mason Thames begitu sempurna dalam memerankan Finney yang cerdas dan tenang dalam menghadapi situasi. Sukses bikin penonton ngeri-ngeri 'sedap', aksinya kala berhadapan dengan The Grabber layak diberi dua jempol. Rasanya, tak berlebihan jika karakternya disebut sebagai salah satu final boy terbaik dalam film horor.

Namun, Madeleine McGrawlah yang paling mencuri perhatian. Di film horor lain, karakter cenayang seperti Gwen selalu digambarkan sebagai sosok yang tertutup, pemurung, dan sok serius. Namun, di tangan McGraw, karakter Gwen menjadi berwarna dengan segala sumpah serapahnya. Kocak banget!

5. Angkat berbagai isu penting, mulai dari child abuse hingga bullying

https://youtube.com/embed/3eGP6im8AZA

Meski memiliki latar di era 70-an, The Black Phone mampu menyinggung sejumlah isu fundamental yang relate dengan masyarakat zaman sekarang. Salah satunya yakni kekerasan yang terjadi pada anak lewat penggambaran karakter Terrence (Jeremy Davies), ayah Finney dan Gwen.

Di akhir film, Terrence memang menyesali perbuatannya kepada kedua buah hatinya tersebut. Namun, hal itu tak lantas membuat Finney dan Gwen memaklumi begitu saja perbuatan sang ayah. Sekadar informasi, kekerasan pada anak dapat menimbulkan trauma hingga mereka dewasa.

Selain child abuse, permasalahan lain yang juga diangkat  yakni perundungan. Lewat sebuah adegan antara Finney dan arwah Robin (Miguel Cazarez Mora), salah satu temannya yang juga menjadi korban, Derrickson menyampaikan bahwa para korban bullying juga harus memiliki keberanian untuk membela diri mereka sendiri.

Selain menegangkan, pesan anti-bullying yang diusung juga membuat The Black Phone berani tampil beda dari film-film horor sejenis. Film ini sudah dapat disaksikan di bioskop Indonesia sejak 22 Juni lalu, lho. Kamu sendiri sudah ada rencana untuk menontonnya, belum?

Baca Juga: Terbaru The Black Phone, 10 Rekomendasi Film Horor Supernatural

Satria Wibawa Photo Verified Writer Satria Wibawa

Movies and series enthusiast. Feel free to read my reviews on Insta @satriaphile90 or Letterboxd @satriaphile. Have a wonderful day!

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Debby Utomo

Berita Terkini Lainnya