7 Rekomendasi Film "Best Picture" dalam 1 Dekade Terakhir

Wajib ditonton sih!

Penghujung tahun 2019 sudah di depan mata, yang berarti Academy Awards ke-92 akan segera digelar dalam beberapa bulan ke depan. Ajang ini memang bukan penentu segalanya, terutama dalam dunia perfilman, karena sering kali pemenang nominasi di dalamnya tidak sebaik film yang tidak mendapatkan nominasi.

Kendati demikian, Academy Awards tetap menjadi lembaga yang sudah dikenal secara historis karena menyoroti film-film terbaik yang pernah dibuat. Jadi, untuk penilaian baik atau buruknya bisa kita serahkan kepada audiens.  Dari sekian banyak film yang memenangkan kategori Best Picture di setiap tahunnya, berikut 7 film terbaik dalam satu dekade terakhir yang memenangkan kategori tersebut.

1. The King's Speech (2010)

https://www.youtube.com/embed/EcxBrTvLbBM

Ketika The King's Speech memenangkan Best Picture, itu adalah pengalaman yang sangat membuka mata bagi banyak audiens. Bisa dibilang kalau penampilan Collin Firth, Geoffrey Rush, dan Helena Bonham-Carter di dalam film ini adalah salah satu penampilan terbaik dalam karier mereka masing-masing.

The King's Speech sendiri menceritakan kisah Raja George VI (Collin Firth), yang secara mendadak naik ke takhta Kerajaan Inggris pada tahun 1936. Karena tidak yakin bisa mengatasi gagapnya, ia dibantu oleh seorang ahli terapi wicara bernama Lionel Logue (Geoffrey Rush) yang menemaninya di beberapa pidato pentingnya.

Film ini memang memiliki grafis yang cukup menggugah, karena membawa kita ke Inggris pada periode Perang Dunia II. Film ini sangat direkomendasikan untuk ditonton pada akhir pekan atau waktu senggang.

2. The Shape of Water (2017)

https://www.youtube.com/embed/XFYWazblaUA

Hal terkeren dari film ini adalah fakta bahwa Guillermo del Toro akhirnya berhasil memenangkan Sutradara Terbaik, sehingga bisa bersanding bersama dengan dua orang temannya dalam "Gerakan Revolusi" pembuatan film Meksiko, Alfonso Cuarón dan Alejandro González Iñárritu.

The Shape of Water adalah film yang benar-benar memukau, terasa seperti berada di dunia lain tetapi tetap membumi dengan bahasan politik modern. Film ini kembali mengangkat paranoia tentang Perang Dingin, dan dengan memakai elemen ini, del Toro bercerita tentang kehidupan "makhluk lain" di dalamnya.

Jelas sekali kalau metafora ini diangkat dalam bentuk makhluk amfibi yang disalahgunakan oleh manusia, walau perasaan "alienasi"-nya meluas ke banyak karakter di sepanjang film.

Mulai dari Elisa (Sally Hawkins) yang bisu; tetangganya, Giles, yang homoseksual; sampai Zelda, seorang wanita kulit hitam yang mendapatkan diskriminasi di masa perbedaan ras. Mereka semua adalah contoh kecil dari minoritas yang dikucilkan oleh iklim sosial di sekitar mereka.

Setelah melejit lewat Pan's Labyrinth, del Toro memang dikenal lewat kemampuannya untuk memadukan realitas dan fantasi, menggabungkan keduanya sampai mereka tidak dapat dipisahkan, dan itulah yang ditunjukkan dalam The Shape of Water.

3. Argo (2012)

https://www.youtube.com/embed/JW3WfSFgrVY

Ben Affleck adalah seorang aktor yang sangat "naik-turun." Setelah berhasil di Good Will Hunting, sepertinya dia sangat terpuruk dibandingkan dengan sahabat masa kecilnya, Matt Damon. Walau kurang beruntung di awal 2000-an sebagai aktor, pada akhirnya Affleck kembali menemukan temponya ketika dia mulai mengarahkan film.

Gone Baby Gone dan The Town adalah film bagus yang diarahkan olehnya. Namun semuanya mulai berbalik ketika ia membuat Argo, sebuah film yang berhasil memenangkan segalanya dan menjadi titik balik kesuksesannya.

Argo memang bukan film terbaik yang pernah dibuatnya, tetapi masih menjadi film yang sangat mengesankan. Banyak yang berargumen tentang keabsahan cerita di dalamnya, tetapi "pemicu" itulah yang justru membuat film ini berhasil.

Film ini menceritakan 52 warga Amerika yang disandera oleh pasukan Iran selama 444 hari dari tahun 1979 hingga 1981, menjadikannya krisis sandera terpanjang yang pernah tercatat dalam sejarah.

Affleck adalah orang yang benar-benar romantis, karena dia berhasil menjadikan peristiwa ini menjadi film Hollywood. Untuk hal itu, Argo memang mencerminkan estetika yang dicampur bersama dengan rasa karakter, kepribadian, dan unsur komedi di dalamnya.

Argo mungkin bukan film terbaik di tahun 2012, tetapi masih menjadi salah satu karya sinematik yang indah.

4. 12 Years a Slave (2013)

https://www.youtube.com/embed/z02Ie8wKKRg

Kita telah melihat banyak film yang berhubungan dengan tema dan periode waktu yang sama dengan 12 Years a Slave, mulai dari romantisme Gone With the Wind hingga eksploitasi yang diakui menyenangkan dan lucu dari Django Unchained, di mana keduanya menyesuaikan gaya mereka sendiri dengan membuat konsep yang lebih mudah dicerna oleh audiens.

Namun tidak seperti kedua film itu, 12 Years a Slave justru menyuguhkan realitas mengerikan dari apa yang dilakukan terhadap banyak orang kulit hitam selama periode gelap ini.

Film ini diangkat berdasarkan kisah Solomon Northup, seorang pria kulit hitam berpendidikan yang tinggal di New York selama tahun 1840-an, yang dijual sebagai budak dan dikirim ke wilayah selatan Amerika Serikat. Dia hidup selama 12 tahun sebagai budak, menjadi saksi dari kekejaman mengerikan yang dilakukan pada kaumnya.

Film ini cukup berat, tetapi kaya akan casting yang berbakat seperti Chiwetel Ejiofor, Lupita Nyong'o, Michael Fassbender, dan Benedict Cumberbatch. Lewat film ini, tentu saja, kita akan merasa sedih ketika menyaksikan penderitaan yang dialami orang kulit hitam saat itu.

Terlepas dari pertanyaan apakah semua itu adalah kisah nyata atau hanya karangan semata, 12 Years a Slave tetap menjadi film yang kuat secara intelektual dan emosional, yang indah dalam subjeknya dan fasih dalam ekspresinya.

Baca Juga: Catat! Kamu Perlu Nonton 7 Film Hollywood yang Tayang Akhir Tahun Ini

5. Spotlight (2015)

https://www.youtube.com/embed/EwdCIpbTN5g

Dalam beberapa tahun terakhir kita sudah terbiasa dengan gagasan media dan jurnalisme yang korup, bias, dan tidak dapat dipercaya. Namun dalam film ini, kekuatan jurnalisme yang sesungguhnya diperlihatkan, di mana tugas mereka adalah untuk mengungkapkan kebenaran dan menjelaskan kisah-kisah yang perlu diceritakan kepada publik.

Film ini diangkat dari kisah nyata, tepatnya ketika Boston Globe Spotlight Division merilis penyelidikan tentang masalah pelecehan seksual terhadap anak-anak di Gereja Katolik.

Spotlight adalah film yang sepenuhnya didasarkan pada penyelidikan Boston Globe Spotlight Division dari awal hingga akhir. Cerita di dalamnya sangat memukau dan berhasil membuat kita merasakan ketegangan walau hanya melalui kekuatan kata-kata dan pengalaman di dalamnya.

Dalam film ini, tidak ada kejar-kejaran mobil atau ancaman fisik dari orang-orang yang mencoba untuk menghentikan mereka. Alih-alih hal seperti itu, Spotlight justru menunjukkan penemuan-penemuan menantang, membuat mereka yang terlibat mempertanyakan segalanya pada tingkatan pribadi, emosional, dan spiritual.

Beberapa tahun sejak Spotlight dirilis, relevansi subjeknya menjadi lebih kuat, terutama dengan gerakan "Me Too" akhir-akhir ini. Sekarang, korban pelecehan (baik pria maupun wanita) memiliki wadah untuk menceritakan kisah mereka dan membiarkan diri mereka agar bisa didengar.

6. Birdman (2014)

https://www.youtube.com/embed/uJfLoE6hanc

Ada energi tersendiri dalam Birdman yang tidak dapat ditemukan dalam film lain. Film ini sangat bernuansa mimpi, sehingga membingungkan dalam konten dan tekniknya. Film ini adalah kombinasi dari banyak hal hebat, mulai dari aktor A-class, filsafat, drama keluarga, perayaan seni dan teater, kritik terhadap seni itu sendiri, dan semi-otobiografi.

Birdman berjalan paralel antara fiksi dan kenyataan, yang menceritakan Riggan Thomson (Michael Keaton), seorang aktor yang ketinggalan zaman dan sedang berusaha untuk mengembalikan kariernya dalam sebuah pertunjukan Broadway.

Film ini menyatukan kita dengan arus kesadaran Thomson yang tak ada habisnya, seperti sungai yang terus mengalir dan tidak pernah berhenti. Birdman adalah film yang membutuhkan waktu yang pas untuk menjatuhkan semuanya secara tepat ke tempatnya masing-masing.

7. Moonlight (2016)

https://www.youtube.com/embed/9NJj12tJzqc

Ada banyak film dengan tema serupa dalam sejarah Academy Awards, tetapi hanya Moonlight yang berhasil menjelaskannya secara blak-blakan, yang berhasil membuat audiens berpikir kalau film adalah sumber empati terbesar di dunia.

Jadi, ketika menyaksikan Chiron menjalani hidupnya melalui berbagai proses, kita akan mendapatkan pengalaman yang benar-benar murni, terutama dalam kehidupan yang sangat berbeda dari kita.

Chiron adalah seorang anak lelaki pendiam yang tinggal dengan ibunya yang menjadi pecandu narkoba. Dia hidup di dalam dunia yang keras, di mana kemiskinan dan kejahatan berada di setiap sudut jalan. Di masa-masa seperti ini, dia mulai menemukan hal-hal baru yang tidak ia mengerti.

Dia juga tidak tahu mengapa orang-orang di sekitarnya membeda-bedakannya karena hal-hal ini. Ketika dia bertanya kepada Juan (Mahershala Ali) “apa itu homo?” kita bisa melihat rasa sakit dari semua orang yang terlibat di dalamnya.

Ketika Moonlight dirilis ada banyak diskusi mengenai film ini, terutama mengenai pertanyaan apakah ini adalah "film kulit hitam" atau "film gay." Sejujurnya, reaksi ini menunjukkan kesalahpahaman banyak orang yang sama sekali mengabaikan masalah intersectionality di dalamnya.

Dalam film ini, Chiron menghadapi diskriminasi dalam berbagai bentuk sepanjang hidupnya. Dia ditindas karena dia gay, dan begitu dia membela dirinya sendiri, dia dikriminalisasi karena dia berkulit hitam, lalu dikucilkan dari lingkungannya karena dia miskin.

Tidak seperti Green Book yang tampak seperti sebuah "fantasi rekonsiliasi rasial," Moonlight adalah sebuah keajaiban dalam dunia sinematik dan berdiri sebagai salah satu film terbaik yang dibuat oleh generasi modern untuk kita.

Nah, itu tadi 7 rekomendasi film Best Picture terbaik dalam satu dekade terakhir. Bagaimana, tertarik untuk menonton semuanya?

Baca Juga: Menguras Emosi, Ini 9 Rekomendasi Film Hollywood Soal Perselingkuhan

Shandy Pradana Photo Verified Writer Shandy Pradana

"I don't care that they stole my idea. I care that they don't have any of their own." - Tesla // I am a 20% historian, 30% humanist and 50% absurdist // For further reading: linktr.ee/pradshy

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • erwanto

Berita Terkini Lainnya