9 Rekomendasi Film dengan Seni Sinematik yang Indah, Masterpiece!

Cocok untuk menemani waktu santai #HypeIDN

Alexander Pope pernah mengatakan, "objek studi yang tepat untuk meneliti umat manusia adalah manusia itu sendiri." Hal ini, tampaknya, juga berlaku untuk film. Objek studi sinematik adalah film, di mana keberhasilan serta kegagalannya dapat mengungkapkan segala prinsip-prinsip dasarnya.

Meskipun beberapa elemen film dapat diajarkan di dalam bangku sekolah — sinematografi, pencahayaan, dan suara — unsur kreatif yang tak berujung dari sinema lah yang telah membuatnya sedikit lebih rumit dari yang dapat kita bayangkan. Oleh karena itu, dengan menonton beberapa film hebat di masa lampau, mungkin kita dapat meningkatkan kemampuan dan selera kita untuk memilih film secara cerdas. Beberapa masterpiece di bawah ini akan mengajarkan kita banyak hal tentang seni sinematik selama satu abad terakhir. Berikut daftarnya.

1. The Passion of Joan of Arc (1928) 

https://www.youtube.com/embed/Ydfbz_oocRk

The Passion of Joan of Arc (judul asli: La passion de Jeanne d'Arc) menunjukkan kepada kita kalau kekuatan film bisu yang hebat tidak akan mati dimakan zaman. Namun seperti yang telah diketahui, film bisu memang sulit dicerna oleh sebagian besar audiens modern.

Setelah bertahun-tahun menonton film yang terpaku pada indra penglihatan dan pendengaran (audio-visual), film bisu mungkin akan terasa membosankan atau, lebih buruk, tidak pantas dilihat. Passion of Joan of Arc adalah pengecualian, di mana keberhasilan film ini dapat dilihat dari kinerja yang luar biasa dari aktor utamanya. 

Penampilan Renee Maria Falconetti sebagai sosok Joan of Arc dalam film ini adalah contoh sempurna bagaimana satu orang yang tepat dapat "membopong" keseluruhan film ini sendiri. Dalam film ini, akting Falconetti sangat efektif sehingga penambahan suara justru akan menghilangkan esensi utamanya. 

Memerankan sosok yang ikonik seperti Joan of Arc dan melakukannya dalam sebuah film bisu adalah pencapaian monumental Falconetti. Meski "bisu," Passion of Joan of Arc tetap menarik untuk ditonton, menjadikannya sebuah film bisu hitam putih yang tak akan lekang oleh waktu.

2. Seven Samurai (1954) 

https://www.youtube.com/embed/wJ1TOratCTo

Apa yang bisa diajarkan Seven Samurai kepada kita adalah bahwa hiburan dan filosofi dapat digabungkan ke dalam satu film. Cerita film ini sendiri kaya dan berlapis, menceritakan tujuh samurai asing yang bergabung untuk melindungi sebuah desa petani dari bandit lokal yang selalu menjarah dan mencuri hasil panen mereka.

Seven Samurai sendiri berhasil mengeksplorasi karakter masing-masing samurai dan interaksi mereka dengan penduduk desa, di mana mereka juga melakukan diskusi yang memancing pemikiran dan membahas seni perang yang filosofis di dalamnya.

Selain berhasil mendalami karakter masing-masing, para bintangnya juga dapat berbagi layar dengan apik. Memang, Seven Samurai bukanlah film pertama yang menggunakan aktor all-star. Namun, jelas sekali kalau keefektifan film ini benar-benar diperkuat oleh bintang-bintangnya.

Ketika kisah masing-masing karakter diceritakan, para bintang Seven Samurai berhasil menunjukkan penampilan solo yang memukau. Namun, ketika datang ke adegan kerja sama, chemistry mereka dapat melebur dengan indah. 

3. Lawrence of Arabia (1962) 

https://www.youtube.com/embed/vOlRhGEhG7k

Jika ia bisa berbicara, Lawrence of Arabia pasti memberi tahu kita kalau "seperti inilah sebuah film biografi seharusnya dibuat." Memang, membuat film biografi bukanlah hal yang mudah.

Terkadang, film biografi bisa keliru secara historis. Jika terlalu akurat, justru akan terasa begitu membosankan. Bahkan, film biografi yang over akan terlihat seperti pemujaan terhadap karakter tertentu.

Letnan T. E. Lawrence adalah seorang tokoh yang menarik, dan film ini berhasil mengupas hidupnya lewat perpaduan yang sempurna antara sisi kejujuran dan kreativitas Lawrence sepanjang hidupnya. Karena dibuat dengan hati-hati dan terus terang, Lawrence of Arabia berhasil menjadi model untuk film biografi modern sampai saat ini.

Baca Juga: 5 Film Indonesia yang Tayang di Festival Film Locarno 2020

4. 2001: A Space Odyssey (1968) 

https://www.youtube.com/embed/oR_e9y-bka0

Apa yang bisa diajarkan oleh 2001: A Space Odyssey kepada kita adalah bahwa sebuah film dapat menyajikan visi tertinggi tentang seluruh sejarah dan takdir umat manusia.

Film ini sendiri menelusuri eksistensi Homo sapiens di Bumi, mulai dari kehidupan primata hingga penjelajah luar angkasa, dan diakhiri dengan salah satu representasi paling ikonik dari apa yang dapat dicita-citakan oleh umat manusia.

Lewat 2001: A Space Odyssey, Stanley Kubrick dan Arthur C. Clarke tidak hanya membuat sebuah film tentang perjalanan ke luar angkasa atau asal-usul umat manusia, tetapi juga menjelaskan sebuah pertanyaan filosofis, "Apa artinya hidup manusia di dunia ini?"

Selain visinya yang luar biasa, 2001: A Space Odyssey juga memiliki scoring yang menakjubkan, yang mengajarkan kepada kita bahwa scoring dan soundtrack dapat menjadi salah satu elemen penting yang dapat memengaruhi keberhasilan sebuah film.

5. Barry Lyndon (1975) 

https://www.youtube.com/embed/XjPSGuJskxM

Meski diadaptasi dari sebuah novel, sebuah film tidak harus memiliki kualitas yang lebih rendah daripada sumbernya. Itulah pelajaran yang diberikan oleh Barry Lyndon kepada kita. Mengadaptasi novel klasik (atau karya tulis apa pun) menjadi film adalah hal yang sulit dan sering berakhir dengan respon yang negatif.

Namun dalam film ini, Stanley Kubrick dapat mengubah novel yang kurang dikenal menjadi sebuah mahakarya, yang bahkan lebih terkenal daripada karya aslinya. Selain itu, setiap frame di dalam Barry Lyndon bagaikan sebuah seni yang dibuat oleh seorang pelukis.

Tidak dapat disangkal kalau film ini terlihat sangat indah, di mana beberapa adegan ikoniknya mungkin dapat dibingkai dan digantung di dinding. Sekali lagi, Kubrick berhasil menggambarkan dirinya sebagai seorang perfeksionis yang tidak mau beristirahat sampai visinya tercapai.

Barry Lyndon adalah contohnya, yang berhasil menempati bagian puncak dari daftar-daftar film dengan visual yang menakjubkan.

 6. Days of Heaven (1978)  

https://www.youtube.com/embed/XVbg9xc7tGc

Apa dua hal penting yang bisa diajarkan Days of Heaven kepada kita. Pertama, sebuah film dapat menjadi sebuah karya seni yang puitis. Kedua, pencahayaan yang tepat dapat menjadi efek yang luar biasa untuk mendukung suasana film.

Jelas sekali kalau Terence Malick adalah salah satu sutradara paling puitis dalam sejarah Hollywood, di mana Days of Heaven mungkin menjadi karya terbaiknya. Cerita di dalamnya memang sederhana, hanya berpusat di sekitar tiga protagonis dan peristiwa di dalam kehidupan mereka. 

Namun, penggunaan narasi sulih suara, dialog yang jarang, dan foto-foto alam yang indah berhasil membuat Days of Heaven lebih terasa seperti puisi daripada sebuah film.

Days of Heaven juga difilmkan selama "golden hour" sehingga berhasil meningkatkan suasana film ini. Lewat pencahayaan yang alami, kita dapat merasakan kedamaian dan ketenangan selama menonton film ini.

7. Nosferatu the Vampyre (1979) 

https://www.youtube.com/embed/S1Rachk7ipI

Jika ada yang bisa diberi tahu film ini, maka itu adalah fakta kalau sebuah remake dapat lebih baik dari karya aslinya. Namun, dengan satu syarat, yakni ia harus dibuat secara hati-hati. Film aslinya, Nosferatu, adalah sebuah film bisu dari tahun 1922.

Setelah melihatnya, sutradara Nosferatu the Vampyre, Werner Herzog, terinspirasi untuk membuat sebuah remake untuk menghormati versi aslinya sambil meningkatkan beberapa fitur-fiturnya. Herzog sendiri membuat film ini di lokasi yang tepat, sehingga ia dapat membangkitkan aura sinematiknya.

Herzog memang selalu berusaha untuk memfilmkan Nosferatu the Vampyre di lokasi yang mirip seperti film aslinya. Jadi, dengan menciptakan kembali atmosfer dari versi klasiknya, film ini berhasil menunjukkan kekuatan luar biasa dari lokasi pengambilan gambar yang tepat.

8. Stalker (1979) 

https://www.youtube.com/embed/YuOnfQd-aTw

Terkadang, sebuah film dapat kita pakai sebagai latihan intelektual atau bahkan pengalaman spiritual. Dua hal ini bisa kita dapatkan ketika menonton Stalker. Sebagai sebuah karya kontemplatif dengan tempo lambat, Stalker tidak pernah didaktik di mana ia hanya menguraikan sedikit penjelasan kepada kita.

Singkatnya, Stalker menunjukkan kepada kita kalau penjelasan yang sederhana tidak diperlukan untuk membuat sebuah film yang bagus. Hal tersebut bertujuan agar kita dapat memahami pesan tersirat di dalamnya dengan imajinasi kita sendiri.

Di akhir film, kita mungkin akan bertanya-tanya, apakah semua hal ini fiksi ilmiah atau hanya metafora belaka? Atau, apakah kita harus menerima semuanya secara harfiah atau simbolis? Tentunya, semua jawaban ini bisa kalian jawab setelah menontonnya

9. No Country for Old Men (2007) 

https://www.youtube.com/embed/qZL0Ru-55u8

No Country for Old Men mengajarkan kepada kita kalau plot yang suram tidak selalu menutupi keindahan sebuah film. Seperti yang diketahui, film ini memang tidak memiliki sisi optimis untuk menyenangkan para penontonnya.

Meskipun tidak memiliki sisi positif (SPOILER: sosok antagonis berhasil selamat dan kabur dari sosok protagonis), bukan berarti kejahatan diglorifikasikan dalam film ini. Karena selain memiliki kisah yang memikat, No Country for Old Men juga menawarkan sebuah perenungan tentang kehidupan dan berhasil menjadi film yang bagus karena kejujurannya. 

Seniman sejati akan tetap setia pada visi kreatif mereka dan semangat inilah yang akan menghasilkan masterpiece di setiap dekadenya. Jadi, mari kita hargai sembilan masterpiece di atas (dan juga masterpiece lainnya) sambil merangkul karya-karya baru yang pada gilirannya akan melegenda di masa mendatang.

Baca Juga: 7 Film dengan Sinematografi Ciamik yang Bikin Eyegasm

Shandy Pradana Photo Verified Writer Shandy Pradana

"I don't care that they stole my idea. I care that they don't have any of their own." - Tesla // I am a 20% historian, 30% humanist and 50% absurdist // For further reading: linktr.ee/pradshy

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • erwanto

Berita Terkini Lainnya