5 Tradisi Masyarakat Jepang Ini Terancam Berubah di Masa COVID-19

Tradisi yang sudah berlangsung seribu tahun juga terancam

Selain maju dalam bidang teknologi, Jepang juga dikenal dengan khazanah budaya dan tradisinya. Malah masyarakat Negeri Sakura itu mampu mengawinkan keduanya dan sanggup membuktikan betapa tradisi dan teknologi bisa bersinergi dan membawa kemajuan.

Namun kini, di masa pandemi COVID-19, masyarakat Jepang mendapatkan tantangan berat dalam hal mempertahankan tradisinya. Upaya mengurangi risiko penularan justru mengancam keberlangsungan tradisi yang sudah berjalan puluhan, ratusan, bahkan ribuan tahun lalu.

Apa saja tradisi masyarakat Jepang yang terancam berubah akibat COVID-19? Berikut ini ulasannya.

1. Kebijakan kerja dari rumah memaksa pemerintah meninjau ulang tradisi penggunaan hanko

5 Tradisi Masyarakat Jepang Ini Terancam Berubah di Masa COVID-19feelfukuoka.com

Sejak medio 1800-an, masyarakat Jepang sudah menggunakan hanko atau stempel diri sebagai pengganti tanda tangan. Semua dokumen resmi baik untuk keperluan bisnis maupun administrasi wajib memuat cap pengganti tanda tangan atau hanko.

Saat ini, di masa pandemi COVID-19 tradisi itu terancam berubah. Pemberlakuan status darurat nasional dan kebijakan kerja dari rumah tidak memungkinkan pekerja menggunakan hanko. Penyederhanaan proses bisnis pun kini menjadi topik utama di Jepang, termasuk yang berkaitan dengan alternatif pengganti hanko.

2. Status darurat nasional membuka opsi perubahan tahun ajaran baru dari April ke September

5 Tradisi Masyarakat Jepang Ini Terancam Berubah di Masa COVID-19Unsplash/Jacob Plumb

Tahun ajaran baru untuk sekolah dan universitas di Jepang dimulai setiap bulan April. Tradisi ini sudah berlangsung sejak zaman Meiji sekitar tahun 1868-1912. Pada musim semi itu, aktivitas mencari kerja juga terjadi.

Namun, pandemi COVID-19 memaksa pemerintah setempat memikirkan opsi perubahan tahun ajaran baru ke bulan September. Desakan semakin menguat setelah muncul opsi perpanjangan masa darurat nasional hingga satu bulan ke depan. Belum lagi gubernur di 17 prefektur juga mendukung perubahan itu.

3. Pandemi COVID-19 menghalangi masyarakat Jepang untuk bepergian selama Golden Week

5 Tradisi Masyarakat Jepang Ini Terancam Berubah di Masa COVID-19Unsplash/Fezbot2000

Sejak 1950-an, masyarakat Jepang memiliki satu lagi musim liburan paling sibuk selain momen perayaan tahun baru yakni Golden Week. Di Minggu Emas itu, masyarakat setempat memanfaatkan betul empat tanggal merah pada 29 April dan 3-5 Mei itu untuk bepergian. Ada yang memilih pulang kampung dan ada juga yang berlibur ke luar kota.

Namun di masa pandemi COVID-19, tradisi bepergian itu tidak mungkin dilakukan. Masyarakat diminta untuk tetap di rumah selama pemberlakuan status darurat nasional. Apalagi pemerintah setempat juga sudah mengurangi sejumlah penerbangan domestik dan perjalanan kereta yang menjadi alat transportasi favorit untuk bepergian.

Baca Juga: Mengerikan, 5 Tradisi Ini Harus Dilakukan Perempuan di Suku Afrika

4. COVID-19 memaksa pekerja Jepang meninggalkan tradisi jam kerja yang panjang

5 Tradisi Masyarakat Jepang Ini Terancam Berubah di Masa COVID-19Unsplash/bantersnaps

Sudah jamak diketahui, pegawai di Jepang memiliki jam kerja yang sangat panjang. Survei pemerintah setempat pada 2016 menunjukkan, sebanyak 25 persen perusahaan memberlakukan kebijakan lembur selama 80 jam per bulan. Adapun rata-rata pekerja di Jepang enggan mengambil jatah cuti tahunan selama 10 hari. Malah sebanyak 63 persen yang mengambil cuti merasa bersalah.

Akan tetapi, cerita itu kini menjadi berbeda di masa pandemi COVID-19. Kebijakan bekerja dari rumah memaksa perusahaan untuk memberlakukan jam kerja fleksibel kepada karyawannya. Produktivitas tidak lagi diukur dari lamanya jam kerja yang dihabiskan dan kehadiran pegawai secara fisik di kantor.

5. Risiko penularan COVID-19 yang tinggi memaksa perubahan konsep pelaksanaan upacara kelulusan siswa dan mahasiswa

5 Tradisi Masyarakat Jepang Ini Terancam Berubah di Masa COVID-19bbt.ac

Pekan ketiga Maret merupakan momen yang paling ditunggu oleh siswa dan mahasiswa di Jepang. Sebab pada musim semi itu, tradisi upacara kelulusan digelar. Para kerabat dan orang tua akan hadir dalam seremoni itu untuk menyaksikan kenaikan jenjang pendidikan anak-anak mereka. Tak lupa, wisudawati biasanya mengenakan pakaian tradisional hakama dan wisudawan mengenakan setelah jas.

Namun di masa pandemi COVID-19, upacara kelulusan tak semeriah biasanya. Di Tokyo, seremoni diadakan di luar ruangan dengan hanya dihadiri peserta didik dan satu pendamping. Adapun pendamping lain harus menyaksikan upacara dari jauh yakni di luar pagar. Malah di sebuah kampus di Tokyo, kehadiran fisik peserta wisuda diganti dengan robot.

Memang di masa pandemi COVID-19 ini kemampuan untuk beradaptasi secara cepat begitu diperlukan. Stay healthy and at home ya, teman-teman!

Baca Juga: 10 Tradisi Sambut Ramadan ini Bakal Tak Terlihat karena Corona

Asep Wijaya Photo Verified Writer Asep Wijaya

Penikmat buku, film, perjalanan, dan olahraga yang sedang bermukim di Fujisawa, Kanagawa, Jepang

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya