Cuitan dari Keluarga di Aleppo yang Setiap Hari Bertanya, "Inikah Hari Terakhir Kami?"
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Aleppo, Suriah dikenal sebagai salah satu lokasi para militan yang berperang dengan pemerintah. Lucunya, kami yang setiap hari harus ketakutan ketika bom-bom udara berjatuhan di atap rumah. Kami yang harus berlari mencoba untuk selamat saat tidak pernah ada dari kami meminta perang ini dimulai. Kami yang wajib menangisi nyawa anggota keluarga dan teman-teman meninggal akibat serangan demi serangan.
Kesempatan untuk berkicau melalui sosial media Twitter ini aku pakai agar orang-orang sadar, kami ketakutan. Bom demi bom berjatuhan, tidak kenal waktu.
Please save us right now.-Bana #Aleppo pic.twitter.com/FWAVHek9Yp
— Bana Alabed (@AlabedBana) November 26, 2016
Kenapa harus kami yang menjadi korban? Mengapa harus kami yang berlari untuk menyelamatkan diri dari bom?
Teror tidak kenal waktu.
Setiap hari kami harus bersembunyi. Rumah adalah satu-satunya yang kami andalkan, tapi tetap saja jadi sasaran bom. Kalau selamat, setiap pagi kami harus melihat puing-puing rumah tetangga dan saudara kami luluh lantak begitu saja. Debu setiap hari kami hirup karena serangan demi serangan terus mereka lakukan.
checking in the morning after a night of bombing #Aleppo #StandWithAleppo pic.twitter.com/vcbJ3vbD91
— Bana Alabed (@AlabedBana) November 22, 2016
Baca Juga: Untuk Sejenak, Tangisan Bayi Ini Lebih Nyaring dari Suara Bom di Suriah
Bertahan hidup.
Editor’s picks
Siapapun, semua saudara dan teman-teman kami sudah menjadi korban. Tangisan demi tangisan terus keluar dari mata kami. Kami menangisi mereka yang telah pergi. Namun, berapa banyak pun korban yang telah jatuh, mereka tidak berhenti menurunkan bom. Serangan semakin keras, ledakan semakin besar, korban semakin ramai. Kami takut.
Sangat ketakutan, serangan demi serangan terus berdatangan. Doakan kami. Tolong kami.
Rumah kami pun jadi target berikutnya.
Tadi malam, tidak banyak yang tahu bagaimana para pasukan militan itu masuk kerumah dan menggeledah kami. Mereka tidak peduli siapa kami atau kondisi kami. Usai mereka merusak segalanya, kami diusir sebelum akhirnya bom itu dijatuhkan. Rumah kami jadi target berikutnya. Rumah kami rata dengan tanah. Rumah kami lenyap.
Kini kami pun tidak tahu harus ke mana. Tanpa tujuan dan rumah. Kami hanya punya satu sama lain. Tidak punya uang, apalagi bantuan dari orang lain. Tangisan kami sudah kering. Kami tidak tidur. Kami ketakutan.
Namun tolonglah, kami tidak mau mati.
Baca Juga: Kepada Para Pengungsi Suriah, Maafkan Kami Yang Mengabaikanmu