5 Perasaan Tumbuh Dewasa Tanpa Orangtua, Rapuh di Balik Kesan Kuat
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Hanya karena seseorang sudah masuk usia dewasa, bukan artinya ia gak butuh kehadiran orangtua di sisinya. Peran orangtua dalam kehidupan anak pada dasarnya tidak tergantikan. Bahkan setelah kamu menjadi orangtua, segala permasalahan dalam hidup terasa jauh lebih mudah dihadapi dengan pendampingan ayah dan ibu.
Sosok orangtua yang hadir penuh dalam kehidupan anak akan memberikan ketenangan. Sekalipun orangtua tak mampu membantu secara langsung, bercerita padanya saja sudah membuat anak merasa lega. Meski orangtua kian lemah, kembali pada mereka mendatangkan perasaan aman bagi anak.
Maka tidak berlebihan apabila teman atau saudaramu yang tumbuh dewasa tanpa orangtua menyimpan sisi rapuhnya sendiri. Sekalipun ia tampak begitu tabah dan gigih dalam memperjuangkan hidupnya bahkan ceria, lima perasaan berikut kerap mewarnai hari-harinya. Semoga bisa lebih membangkitkan empatimu sekaligus memperbesar rasa syukurmu yang masih didampingi orangtua dalam senang dan susah.
1. Kangen dinasihati walau tampak keras kepala
Dua hal di atas tentu sangat berlawanan. Tapi orang yang sedang di masa dewasa awal tanpa kehadiran orangtua baik secara fisik maupun emosi kerap merasakannya. Di usia berapa pun ia kehilangan sosok orangtua baik karena mereka wafat atau mengabaikannya, ini akan menimbulkan lubang besar dalam hatinya.
Ketika segala sesuatu di hidupnya berjalan baik-baik saja, lubang ini seakan-akan tak dirasakannya. Namun saat ia mengalami berbagai kesulitan di masa dewasanya, lubang yang sama terlihat kian menganga. Kamu yang masih memiliki orangtua lengkap dan menjalankan perannya dengan baik mungkin sampai bosan dinasihati. Mereka terkesan terlalu banyak bicara.
Tapi temanmu yang menghadapi masa dewasa sendirian malah kangen dinasihati. Nasihat dari orangtua terasa amat berharga karena pasti berisi kebaikan dan dapat meneguhkan dirinya yang sedang gelisah oleh sesuatu. Ketika sosok orangtua tidak ada, ia sampai mencari-cari nasihat dari mana saja.
Seperti buku pengembangan diri, motivator, hingga dia mempelajari perjalanan hidup tokoh. Sifat keras kepalanya yang terkenal hanya bagian dari caranya mempertahankan diri di tengah kerasnya hidup. Tapi sesungguhnya dia ingin dinasihati oleh orang yang tepat dan mengutamakan kebaikan hidupnya. Bukan nasihat yang cuma menyembunyikan kepentingan pribadi seseorang.
Baca Juga: 7 Level Financial Freedom dan Strategi untuk Mencapainya
2. Ingin dilindungi dan dimanjakan meski terlihat sangat mandiri
Kemandiriannya yang di atas rata-rata sebenarnya lebih disebabkan oleh paksaan keadaan. Dia sudah kehilangan orangtua sebagai tempatnya bersandar. Tak ada pilihan lain baginya, kecuali menempa diri agar semandiri mungkin. Sampai-sampai yang terlihat olehmu barangkali dia gak membutuhkan orang lain.
Padahal, ia cuma tidak mau merepotkan siapa pun atau kecewa saat menerima tawaran bantuan. Namun, sesungguhnya dia juga ingin memperoleh perlindungan serta dimanjakan oleh orang lain. Dunia ini kerap membuatnya merasa kurang aman karena ia sendirian dan tak punya support system yang kuat.
Kerinduannya akan perlindungan dan dimanjakan bisa terlihat ketika dia memilih pasangan. Ia benar-benar mensyaratkan kedewasaan calon pasangannya karena tidak siap hidup bersama orang yang manja. Tak jarang, orang yang minim peran orangtua dalam hidupnya lebih nyaman memiliki pasangan dengan usia di atasnya. Harapannya, pasangan dapat sekaligus menjadi figur orangtua baginya.
3. Takut kembali kehilangan orang yang dikasihi
Editor’s picks
Kehilangan selalu menjadi pengalaman yang menyakitkan. Apalagi seorang anak kehilangan figur orangtua baik karena kematian, perceraian, maupun pengabaian. Ini akan menjadi trauma besar dalam hidupnya. Oleh sebab itu, ia sangat berhati-hati dalam menjaga apa pun. Saking berhati-hatinya, kadang dia juga menjadi terlihat ragu dalam melangkah.
Terkait hubungan dengan orang lain, ia pun berpotensi menunjukkan sikap yang lebih protektif. Dia berusaha keras buat mempertahankan hubungan karena mengakhirinya sama dengan mengulang pengalaman traumatisnya kehilangan sosok orangtua. Namun, untuknya sampai mengikatkan diri pada seseorang pun bukan hal mudah.
Ia cemas kalau-kalau saat perasaannya telah begitu bertaut pada seseorang, perpisahan tak terhindarkan. Jika sampai itu terjadi, dia bakal begitu terpuruk dan merasa tidak pantas hidup bahagia bersama orang lain. Kalau kalian bersahabat, kamu dapat membantunya menemukan pasangan yang punya sifat setia untuk memperkecil potensi perpisahan selain oleh maut.
4. Tingkat stres lebih tinggi karena tak ada tempat berbagi
Membicarakan masalah-masalah berat dengan orangtua yang suportif tentu berbeda dari teman sebaya. Orangtua sangat memahamimu dan mendengarkanmu penuh kesabaran. Kalau dirimu mengobrol dengan mereka, tidak akan terjadi adu nasib yang membuatmu gak memperoleh solusi.
Boro-boro pemecahan masalah, ketenangan pun belum tentu didapat jika kawan curhatmu mulai sibuk membahas masalahnya sendiri. Namun, temanmu yang tak punya figur orangtua terpaksa cuma bisa bercerita pada kawan tongkrongan. Itu pun sering kali dia malah tidak membuka persoalannya yang paling berat.
Apabila ia merasa teman-temannya tidak akan bisa memahaminya dengan baik, mending dia sama sekali tidak menceritakannya. Ia hanya berusaha menghindari komentar-komentar yang bertolak belakang dari harapannya. Dampaknya tentu langsung mengenai mentalnya. Di balik kesan kuatnya karena jarang curhat, tingkat stresnya boleh jadi berlipat-lipat darimu.
Jika kamu memiliki teman yang kehilangan figur orangtua dan ingin membantunya, dekatkan dia dengan keluargamu. Terutama orangtuamu, supaya ketika ia dalam masalah berat gak lantas merasa buntu. Ceritakan tentang kawanmu ini pada orangtuamu biar mereka juga siap mendengarkan masalahnya saat dibutuhkan.
5. Iri pada teman-teman yang banyak dibantu oleh orangtua
Perasaan iri ini tidak terhindarkan ketika dia dikelilingi teman-teman yang hampir selalu dibantu oleh orangtua masing-masing. Baik bantuannya berupa uang, suntikan semangat, atau berbagai informasi penting sesuai dengan kebutuhan tetap saja bikin iri. Bayangkan beratnya kehidupan kawanmu yang mesti memenuhi semua kebutuhan itu seorang diri.
Setiap lembar uang di dompetnya mesti dicari sendiri dengan susah payah. Mau dia lagi sehat atau sakit, soal uang mendominasi pikirannya dan mengharuskannya tetap bekerja. Ketika ia down oleh apa pun juga harus bisa membangkitkan semangatnya sendiri. Pun setiap informasi yang diperlukannya seperti lowongan kerja juga kudu dicari secara mandiri.
Gak ada orangtua yang punya kenalan di berbagai tempat dan memberitahunya kesempatan bekerja dengan gaji bagus. Semua ini membuatnya sering kelelahan dan mudah merasa putus asa. Dia membayangkan alangkah menyenangkannya apabila ada orangtua yang sedikit banyak siap membantunya dalam hal apa pun.
Tidak mudah untuk melalui quarter life crisis tanpa bimbingan dari orangtua yang pengalaman hidupnya sudah banyak. Meski orangtua tak selalu bisa memahamimu dan tantangan di masa kini, kamu masih mempunyai mereka saja jauh lebih baik daripada tidak. Kalau ada temanmu yang tumbuh dewasa tanpa orangtua, berikan dukungan yang tulus agar ia tak merasa sendirian.
Baca Juga: 5 Pertimbangan Saat Memilih Day Care yang Aman untuk Anak
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.