#MahakaryaUntukAyahIbu:Terima Kasih Telah Membawaku Pulang Kampung

Pulang kampung berarti memulai dari nol menata kehidupan yang baru.

 

Rangkaian kisah sejak aku dalam kandungan Ibu sampai kini di usiaku yang ke dua puluh satu tahun menjadi sejarah hidup yang selalu kukenang sampai nanti, sampai aku menghampiri kekekalan. Karena semua yang terjadi mendatangkan kebaikan kepadaku.

Salah satunya adalah tentang kembalinya aku dan keluargaku ke kampung halaman setelah cukup lama menetap di kota. Ini kenangan masa kecilku yang menjadi batu loncatan dalam hidupku. Aku ingat 13 tahun yang lalu, aku dan keluarga ku pindah dari kota Yogyakarta ke kota kecil di Sumatera Utara, lebih tepatnya ke sebuah desa yang tak akan kalian temukan di peta, desa Gumbot Dolok Kabupaten Toba Samosir.

Waktu itu aku masih duduk di bangku SD ketika orangtuaku memutuskan kami pulang kampung. Tak terpikir oleh ku kalau kami pindah ke tempat yang sangat terpencil, tanpa listrik, transportasi sangat sulit nyaris tidak ada, bahkan untuk menuju ke sana kami harus berjalan kaki mendaki sejauh 3 km. Gelap dan dingin, tak ada keramaian, bahkan kami tak punya tetangga. Bahkan rumah kami berlantaikan papan. Aku shock. Waktu di Jogja kami memang sering pindah rumah, tetapi perpindahan kali ini benar-benar tidak membuatku senang. Aku sering mimpi buruk, menangis, tapi tak bisa apa-apa.

Aku ingat bagaimana aku harus beradaptasi dengan cuaca yg dingin,tak ada ada hiburan, tak ada TV, tak ada kawan seumuran untuk bermain, yang ada hanya kesunyian. Dan aku mulai terbiasa dengan mengangkat air dari mata air yg lumayan jauh dan medan yang terjal dengan menjujung ember berisi air di atas kepala.

Aku terbiasa dengan memasak di atas kayu dengan jelaga yg hitam pekat menghiasi dapur, terbiasa dengan mencari kayu bakar di hutan, terbiasa dengan pedihnya asap perapian jika kayu belum kering. Saat ke sekolah, aku terbiasa dengan perjalanan yang jauh dan melelahkan setiap hari, terbiasa dengan jalan setapak melewati sawah-sawah, terbiasa dengan sepatu yang berlumpur kala hujan deras menerpa dan jalanan menjadi lautan lumpur, tak jarang aku ditegur karena sering terlambat.  

dm-player

Aku juga terbiasa belajar di bawah cahaya remang lampu teplok, terbiasa dengan gelapnya malam karna tak ada listrik, terbiasa dengan tidak menonton Power Ranger, Doraemon, Shincan, Chibi Marukochan dan kartun lainnya, hanya ditemani radio kecil tenaga baterai. Aku pun segera terbiasa dengan tidak lagi mengikuti Sekolah Minggu di gereja karna jarak gereja yang sangat jauh, terbiasa dengan tak pernah mengikuti Natal sekolah Minggu setiap bulan Desember, aku benar-benar terbiasa dengan semua hal yang tidak biasa saat aku masih di kota.

Pada awalnya, aku tak bisa melihat hal yang indah di balik semuanya itu. Aku pernah putus asa. Aku pernah kehilangan kepercayaan diri. Aku pernah terpuruk. Bahkan aku marah. Lalu aku melihat Mamak dan Bapak. Ternyata mereka pun sebegitu berjuangnya bertahan demi aku dan empat saudaraku di kampung. Memulai dari nol menata kehidupan yang baru, melepaskan bayang-bayang gemerlap kehidupan di kota, mulai membiasakan diri dengan perubahan yang drastis, mereka melakukannya tanpa kenal lelah. Dan itulah yang menjadi kekuatanku untuk bertahan.

Terima kasih kepada Mamak dan Bapak, kehidupan yang mereka sediakan telah mengajarkanku dan memberiku banyak hal. Di dalam rumah berlantai papan itu, aku menerima kehangatan kasih keluarga, di sepanjang jalan menuju rumah itu aku melihat keindahan hidup juga keindahan alam, di depan pintu rumah itu, aku disambut dengan kesederhanaan.

Kesederhanaan ternyata tak semengerikan yang kubayangkan dulu, nyatanya aku masih bisa makan, masih bisa tinggal di rumah, bahkan bersekolah, justru di dalam kondisi sederhana, orangtua ku bisa menyekolahkanku hingga jenjang sarjana. Ternyata, di dalam kesederhanaanlah, aku menemukan gairah untuk berprestasi, tekadku untuk maju terus diasah dan semangat baja yang kokoh tak tertandingi terbentuk menjadi modal menjalani kehidupanku.

Kini giliranku mempersembahkan mahakaryaku kepada Mamak dan Bapak.

 

Nayumi Simanjuntak Photo Writer Nayumi Simanjuntak

Write. Wrote. Written

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ernia Karina

Berita Terkini Lainnya