Cara Hadapi Penyesalan dan Duka, Ini Kata Psikolog dan Grief Survivor

Emosi itu perlu diakui bukan ditepis

Data Johns Hopkins University Center for Systems Science and Engineering (JHU CSSE) menunjukkan keprihatinan bahwa ada 157 ribu angka kematian yang terjadi sejak tahun 2020 hingga Mei 2022 di Indonesia. Tak terbayang bahwa ada lebih dari 450 ribu orang yang berduka karena kehilangan keluarga maupun kerabat.

Nirasha Darusman, grief survivors sekaligus penulis buku memoar 'Lost and Found' bersama dengan mahasiswa Branding Universitas Prasetiya Mulya, mengajak para grievers agar mampu menghadapi penyesalan dan mengolah duka secara benar. Lantas, bagaimana caranya?

Berikut ulasan singkat cara menghadapi penyesalan dan duka melalui 'Intimate Sharing Session with Psycholog: Move Forward With Regrets' yang berlangsung virtual pada Sabtu (2/7/2022).

1. Emosi harus diakui atau dirasakan, bukan ditepis

Cara Hadapi Penyesalan dan Duka, Ini Kata Psikolog dan Grief SurvivorSesi Intimate Sharing Session about Grief and Regret dalam Move Forward With Regret by Lost and Found (dok. Move Forward With Regret by Lost and Found)

Nirasha Darusman harus menghadapi kenyataan pahit bahwa ia ditinggalkan 4 anggota keluarga sepanjang 2007-2014. Kisah yang dituangkan dalam buku memoar karangannya, menggambarkan perjuangannya untuk bisa mengarungi duka.

"Aku tidak bener-bener memproses grief dengan baik. Aku gak tahu gimana. Yang aku tahu ya move on, live your day. Aku gak tahu yang kulakukan salah. Aku tidak memproses kedukaan dengan baik. Aku tidak mengelola rasa dengan sehat. Tahun 2017, akhirnya aku mengalami depresi ringan dan ke psikolog untuk terapi," ceritanya. 

Hal yang sama juga dirasakan oleh Psikolog Klinis Liza Marielly Djaprie. Menurutnya, setiap orang pasti pernah mengalami fase kehilangan seseorang yang mereka sayangi. Di usia kehamilan 7 bulan, Liza harus menerima kenyataan bahwa suami meninggal karena kanker.

"The one that hit me the most, tahun 2012 ketika lagi hamil 7 bulan, terus suami meninggal. It was very fast, Januari sakit, kemudian Februari terdiagnosa kanker. Kemudian, Juni, 4 bulan kemudian meninggal dunia. Anakku lahir Agustus. Waktu itu down banget, lagi hamil pula," ujar Liza.

Banyak sekali orang yang menyimpan emosi, memendamnya karena pengaruh lingkungan yang tidak mengizinkan untuk menangis. Sebagai psikolog, Liza sering menghadapi kasus seperti ini. Sebab itu, ia kemudian mempelajari bahwa emosi itu harus dirasakan dan harus diregulasi dengan baik.

"I'm trying to feel my grief, my emotions. Sometimes I cry, sometimes I laugh with my friends. Aku berusaha untuk meregulasi itu," imbuhnya.

Liza lanjut menjelaskan bahwa banyak orang belum bisa memahami dengan baik. Terkadang, seseorang hanya membutuhkan kehadiran orang lain ketika mereka menangis. 

"Akhirnya, aku belajar banyak dari diriku sendiri untuk bisa lebih bisa berempati aja dengan klien, pasien, dan kasus-kasus. Sebenarnya takdir Tuhan sempurna, kita aja yang perlu meletakkan puzzle ke tempat yang tepat sampai dapat gambaran kenapa ini terjadi," ucap Liza.

2. Sadari bahwa masih ada kehidupan yang terus berjalan

Cara Hadapi Penyesalan dan Duka, Ini Kata Psikolog dan Grief SurvivorSesi Intimate Sharing Session about Grief and Regret dalam Move Forward With Regret by Lost and Found. Sabtu (2/7/2022). IDN Times/Adyaning Raras

Liza mengatakan bahwa psikolog dan psikiater pun masih bisa stuck dalam proses kedukaan. Menurutnya, ada banyak faktor yang terlibat, seperti karakter, social support, ego.

Dalam pengalamannya, Liza mengaku bahwa ia pun merasakan tantangan itu. Hal itu tetap dilakukannya meskipun sudah tahu teori atau apa yang harus dilakukan ketika sedang berduka.

"Banyak yang mengulurkan tangan, tapi kalau bukan aku yang bangun, ya aku gak bisa bergerak sih. 'Ayo dong Liz, bangun dong! Kita harus kembali beraktivitas, dunia masih berputar gitu,'. Those kind of things yang membuatku untuk keep moving," kata Liza.

3. Kenali emosi untuk tahu solusi yang tepat

Cara Hadapi Penyesalan dan Duka, Ini Kata Psikolog dan Grief SurvivorSesi Intimate Sharing Session about Grief and Regret dalam Move Forward With Regret by Lost and Found. Sabtu (2/7/2022). IDN Times/Adyaning Raras

"Intinya, emosi harus bisa diregulasi, dirasakan, diakui, dibiarkan mengalir. Asalkan kita punya pemahaman itu, harusnya bisa sehat. Jadi, yang pernah merasakan grief, it's okay untuk merasakan apa pun. Manusia pasti punya emosi, apalagi kalau kehilangan orang dalam hidupnya. Yang aku pahami berdasarkan pengalamanku, emosi itu datang dan pergi," kata Nirasha.

Menanggapi hal itu, Liza sebagai psikolog juga menjelaskan bahwa grief itu sebenarnya gak tentang kehilangan saja. Grief atau duka juga memiliki beberapa tahap, dari anger, denial, bargaining, depression, hingga acceptance. Liza menekankan bahwa fase ini belum tentu berurutan.

Seseorang bisa saja depresi, lalu kemudian denial kembali dan marah. Dalam analoginya, Liza menyebut bahwa emosi itu seperti air. Ketika air terhalang sesuatu, maka ia akan mencari jalan lain untuk bisa keluar.

dm-player

Untuk itu, setiap orang penting mengenal seperti apa emosi yang sedang dirasakan, sehingga ada solusi yang dihasilkan.

"Ada air mata haru, seneng, excited, marah. Kalau kita gak tahu air mata buat apa, solusinya pun kita gak tahu. Kadang-kadang kita dilatih untuk, 'Jangan nangis, ah! Nanti gak ada temen,'. Itu jadi banyak sumbatan, kita perlu mengenali itu," jelas Liza.

Liza juga mengatakan bahwa proses tarik ulur pun membuat perjalanan mengarungi duka terasa lebih ringan. Pengenalan akan emosi ini, sama dengan mengizinkan roda kehidupan berputar. Kamu bisa membuat batasan karena ada waktu untuk ketawa, sedih, dan mempertanyakan sesuatu.

"Udah yuk nangisnya, kita keluar dulu. Nanti nangis lagi boleh, kok! Nah, seperti itu prosesnya, nanti emosinya terurai satu demi satu. Perjalanan ke depannya jadi lebih ringan. Kalau di psikologi, ada yang namanya teknik buying time, one little step to another step," tuturnya.

Baca Juga: Kisah Nirasha Darusman Mengarungi Duka dari Depresi hingga Bikin Buku

4. Bagaimana cara untuk coping dengan penyesalan?

Cara Hadapi Penyesalan dan Duka, Ini Kata Psikolog dan Grief SurvivorSesi Intimate Sharing Session about Grief and Regret dalam Move Forward With Regret by Lost and Found. Sabtu (2/7/2022). IDN Times/Adyaning Raras

Perjalanan mengarungi duka berjalan seiringan dengan penyesalan. Ada momen-momen tertentu di mana seseorang mulai merasakan penyesalan yang mendalam. Di saat itu, Liza menjelaskan bahwa diri sendiri harus mulai mengakui bahwa penyesalan itu ada.

"Mungkin harus diterima juga. Selamanya mungkin penyesalan akan selalu ada. Berkaitan dengan healing, tidak ada healing yang instan," ucap Liza.

Liza memandang bahwa manusia memiliki instant mentality. Sebagian besar orang menginginkan suatu hal selesai dengan cepat, termasuk healing. 

"Kalau psikolog melihat tanda-tanda orang healing itu ketika intensitasnya, kuantitas itu menurun. Jadi, kalau dulu nangis 24 jam, sekarang nangis cuma 20 jam. Itu proses healing. Healing itu perjalanan seumur hidup, penyesalan pun juga demikian," tuturnya.

Ketika intensitas atau kuantitas berkurang, itu adalah tanda yang baik. Artinya, seseorang yang berduka mulai bisa beradaptasi dengan kondisi tersebut. 

"Kita gak pernah move on, kita move forward with it. Kita bawa, kita olah. Bentuknya aja mungkin gak sama. Itu yang harus kita terima. Life is a process," jelasnya.

Terkadang, seseorang sering menyalahkan diri sendiri atas apa yang sudah terjadi dan akhirnya menyesal. Nirasha juga menceritakan bahwa ia selalu merasa menyesal di setiap kehilangan. Namun, seiring berjalannya waktu, Nira menyadari bahwa penyesalan akan selalu ada karena manusia selalu ingin memberikan yang terbaik.

"Berkaitan dengan cinta, rasa sesal itu muncul karena kita ingin memberikan yang terbaik untuk orang yang kita cintai. Yang sering saya katakan, ya kalau kamu mencintai dengan sangat, maka kamu berduka dengan sangat. Itu paket lengkap," ungkap Liza.

5. Tunjukkan cinta dan apresiasimu pada orang-orang terkasih selama mereka masih ada

Cara Hadapi Penyesalan dan Duka, Ini Kata Psikolog dan Grief SurvivorSesi Intimate Sharing Session about Grief and Regret dalam Move Forward With Regret by Lost and Found. Sabtu (2/7/2022). IDN Times/Adyaning Raras

Intimate Sharing Session with Psycholog: “Move Forward With Regrets” ini dijabarkan dengan tiga titik perjalanan. Re-living regrets berupa sharing session bersama Nirasha Darusman dan Liza Marielly Djaprie mengenai kisah duka mereka. Kisah kedua survivors inilah yang akan membantu orang lain untuk bisa memproses duka dengan baik dan benar.

Kemudian, self-reflection. Partisipan diarahkan untuk mengisi compassion cards berisikan quotes dan pertanyaan interaktif. Momen ini yang akan meningkatkan rasa cinta kepada mereka yang sudah tiada sekaligus diri sendiri, menyadarkan untuk tidak menyalahkan diri sendiri, serta ajakan untuk selalu mengenang hal baik dari mereka yang sudah berpulang.

Terakhir adalah 'Grow and anticipate future regrets'. Acara ditutup oleh closing video ‘Move Forward with Regret: Hubungi Orang Tercinta dan Bilang “I Love You”!’. Pesan dari sesi ini adalah untuk selalu menunjukkan cinta dan apresiasi kepada orang tercinta, selama mereka masih ada.  

Demikian cara yang tepat untuk menghadapi penyesalan dan duka. Pada akhirnya, duka dan penyesalan merupakan bagian hidup yang gak bisa dilepas. 

"Be human. Feel your emotions, accept it, embrace it. It's a beautiful feeling. Gak ada yang salah dengan grieving. Tinggal bagaimana kita bisa mengelolanya dengan bijak. Bukan dimanjakan tapi juga gak di-deny," tutup Liza.

Baca Juga: Belajar Mengarungi Duka di Balik Buku Pertama Nirasha Darusman

Topik:

  • Febriyanti Revitasari

Berita Terkini Lainnya