Sepak Terjang Nurni Sulaiman, Taekwondoin Perempuan Sumut Peraih DAN V

Dulu ikut taekwondo tanpa restu dari sang ayah

Jakarta, IDN Times - Taekwondo masih dianggap sebagai olahraga yang maskulin. Bukan tanpa alasan, cabang olahraga ini memang didominasi oleh laki-laki. Namun, Nurni Sulaiman berhasil membuktikan bahwa perempuan juga bisa berprestasi dan menorehkan karya terbaiknya di bidang taekwondo.

Perempuan yang akrab disapa Nurni ini, merupakan pelatih dan wasit taekwondo nasional dari Sumatera Utara. Kiprahnya di dunia taekwondo sudah menginjak hampir 30 tahun.

Gak sembarangan, sepak terjang Nurni Sulaiman sebagai jurnalis perempuan sekaligus taekwondoin perempuan pertama pemegang DAN V Kukkiwon Internasional di Sumatera Utara, layak menjadi inspirasi. IDN Times berkesempatan melakukan wawancara eksklusif secara daring dengan Nurni Sulaiman pada Minggu (26/3/2023). Seperti apa kisah jatuh bangunnya sebagai jurnalis, pelatih, dan wasit?

1. Seorang anak pedalaman yang bermimpi jalan-jalan ke ibu kota, tetapi sempat tidak mendapatkan restu dari ayah untuk berlatih taekwondo

Sepak Terjang Nurni Sulaiman, Taekwondoin Perempuan Sumut Peraih DAN VNurni Sulaiman (instagram.com/nurnisulaiman)

Bakal calon Ibu Kota Nusantara (IKN) merupakan tempat di mana Nurni Sulaiman melewati masa kecil. Berangkat ke sekolah saja kala itu, membutuhkan usaha yang luar biasa. Aksesnya harus ditempuh dengan kapal karena kondisi perjalanan darat yang tidak mudah dilalui.

Sebagai anak pedalaman, Nurni punya mimpi besar untuk bisa jalan-jalan ke ibu kota. Mimpi seorang anak lugu menuntun Nurni mendalami cabang olahraga taekwondo. Kesenangannya terhadap taekwondo pun muncul karena membawa buku kungfu.

“Saya pengen keliling-kelilingnya, tapi memang saya senang bela diri karena sebelum taekwondo, saya baca buku. Tahu kan Bruce Lee? Zaman dulu, buku kungfu yang saya baca, tapi latihannya karate waktu SMP. Waktu itu, yang lebih maju berkembang itu taekwondo, bisa mengirim atlet nasional ke kejuaraan-kejuaraan,” ceritanya.

Mimpi Nurni hampir saja terpatahkan karena tidak mendapatkan restu dari sang ayah. Meski begitu, tekadnya begitu kuat untuk bisa mendalami olahraga bela diri.

“Awalnya bapak gak setuju. Saya gak tahu kenapa, tapi saya bersiasat. Waktu itu taekwondo yang dilarang, saya bersiasat masuk karate. Bapak gak terlalu kenal dengan istilah itu. Jadi, saya ikut karate kok gak terlalu dilarang,” ungkapnya.

Seolah jodoh, pelatih Nurni kala itu melihat bahwa tendangan dan pukulannya cukup bagus untuk ada di taekwondo. Berkat dukungan dari pelatih, ia semakin memilih beralih ke taekwondo meski tanpa seizin orangtuanya.

“Lama-lama, bapak saya tahu itu pas mau Kejurnas (Kejuaraan Nasional) ke Jakarta pertama kali. Mau pemusatan latihan dulu ke Jakarta. Akhirnya dengan berat hati diizinkan,” imbuhnya.

Sebagai perempuan, stamina Nurni terbilang sangat kuat. Ia bahkan berhasil meraih juara satu lari maraton 10km di tahun 90-an. Di tahun 1994, Nurni pertama kali mengikuti Kejuaraan Nasional. Sejak saat itu, kerasnya hati seorang bapak mulai melunak karena mengetahui bahwa putrinya berprestasi.

“Akhirnya kan saya menunjukkan prestasi. Tahun 95 itu, saya udah dapet emas. Jadi lumayan ya, pelan-pelan orang tua saya, almarhum bapak saya awalnya berat tapi terakhir dia melihat saya berprestasi di taekwondo. Saya juga juara maraton. Prestasi itu bagus dan sekolah juga syukurnya gak ada kendala. Saya gak pernah tinggal kelas karena itu. Jadi, akhirnya orangtua setuju,” katanya.

2. Bukan hanya pelatih dan wasit, Nurni juga berkarya sebagai jurnalis dan penulis buku

Sepak Terjang Nurni Sulaiman, Taekwondoin Perempuan Sumut Peraih DAN VNurni Sulaiman (instagram.com/nurnisulaiman)

Benar apa kata pepatah, bermimpilah setinggi mungkin. Dulu hanya bermimpi ingin ke Jakarta, kini ia bisa melanglang buana ke berbagai kota hingga luar negeri. Nurni sudah menjadi pelatih taekwondo sejak 2016, sementara ia juga memegang lisensi sebagai wasit sejak 10 tahun silam.

Sebelum jadi pelatih dan wasit di Sumatera Utara, Nurni merupakan atlet taekwondo di Kalimantan Timur. Selain itu, Nurni merupakan Ketua Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Sumatera Utara 2021-2024 dan koresponden The Jakarta Post sejak 2007. Peraih sabuk hitam DAN V ini, memang sangat aktif dalam dunia jurnalistik.

Ia meliput banyak aktivitas di dalam dan luar negeri sekaligus mengambil banyak pelatihan, seperti East West Center Fellow 2019 di Amerika Serikat, Bangladesh, dan Turki. Ketertarikannya pada jurnalistik sudah terpupuk sejak tahun 20 tahun silam.

“Saya pernah dua kali dapet emas di Kaltim, Pekan Olahraga Provinsi Se-Kalimantan timur. Dua kali dapet emas tahun 1995 sama tahun 2002. Jadi itu aksesnya ke PON. Waktu awal kerja di Tribun Kaltim, saya memilih pekerjaan sehingga karier atletnya waktu itu sempet di-pending gitu. Waktu itu memilih bekerja karena masih awal, cuti agak sulit. Saya tertarik juga dengan jurnalis tahun 2002-2003,” katanya.

Menariknya, Nurni juga seorang penulis buku dengan banyak karya yang sudah diterbitkan. Perempuan asal Kalimantan Timur ini, pernah menulis beberapa buku, di antaranya Bingkisan Petir (2005), Kalimantan dalam Sastra Indonesia yang ditulis bersama beragam penulis luar negeri lainnya (2008), dan beberapa buku lainnya. Karya terbarunya adalah Zenit Nadir Sang Doktor, buku bergenre semi autobiografi yang diterbitkan Gramedia pada tahun 2020.

Nurni melihat bahwa kariernya ke depan akan tetap sama. Ia mengatakan, “Kalau jurnalis kan kita ada batasnya di lapangan ya. Kemungkinan masih terus untuk pelatih, wasit juga masih bisa.”

3. Taekwondoin perempuan pertama di Sumatera Utara yang memegang DAN V Kukkiwon Internasional

Sepak Terjang Nurni Sulaiman, Taekwondoin Perempuan Sumut Peraih DAN VNurni Sulaiman (instagram.com/nurnisulaiman)

Jadi prestasi yang membanggakan, Nurni Sulaiman merupakan taekwondoin perempuan pertama di Sumatera Utara yang berhasil meraih sabuk hitam DAN V Kukkiwon Internasional. Di taekwondo, semakin gelap sabuk, maka semakin tinggi tingkatannya. DAN pun memiliki tingkatan dari I-IX.

Sayangnya, taekwondo masih didominasi oleh laki-laki. Sebagai seorang pelatih, Nurni melihat bahwa persentase laki-laki yang mengikuti taekwondo di atas 50 persen. Itulah mengapa ia jadi perempuan pertama dan satu-satunya peraih DAN V di Sumatera Utara.

dm-player

“Karena DAN IV untuk naik ke V itu, 4 tahun memegang DAN IV. Kalau DAN IV itu buat yang minimal memegang sabuk hitam 10 tahun. Setiap DAN itu sama dengan tahunnya kok. DAN V ke DAN VI berarti 5 tahun saya di DAN V, baru nanti bisa ambil DAN VI. Jadi minim taekwondoin perempuan yang memegang lisensi pelatih nasional,” ujarnya.

Meski begitu, taekwondo memberikan banyak sekali pelajaran. Nurni mengaku sangat menikmati olahraga ini karena mampu meningkatkan kepercayaan diri karena memiliki self defense. Hal itu membuatnya merasa jadi perempuan yang tangguh dalam kehidupan sehari-hari.

“Kami itu tinggalnya di tempat sepi. Jadi kalau keluar rumah, ke sekolah pun, kalau gak bersamaan dengan jam barengan teman-teman, itu bisa sepi banget jalannya. Jadi kita lebih percaya diri. Kalau untuk kehidupan sehari-hari, kita jadi lebih disiplin. Fisik atau stamina kita juga di atas rata-rata karena latihannya juga digembleng,” lanjutnya.

Menurutnya, jadi atlet, pelatih, dan wasit memiliki perbedaan pola pikir dan sikap di lapangan. Walau tidak lagi bertanding, ia mengaku tetap harus menjaga kebugaran tubuh karena tes fisik menjadi persyaratannya untuk bisa upgrade lisensi dan tetap bertugas.

“Kalau pelatih, kita tetap percaya diri. Tapi, fokus kita bagaimana cara kita memajukan, menaikkan, mengorbitkan atlet sebagai pelatih. Kalau sebagai wasit, kita harus memiliki kemampuan khusus. Misalnya, menjadi pengambil keputusan yang bagus, performance juga bagus, itu syarat-syarat wasit. Jadi lebih disiplin lagi kalau wasit. Kalau seperti pelatihan kemarin, fisik itu harus terjaga meskipun gak seketat atlet. Atlet itu makanan pun harus dijaga kan. Kayak dulu saya pernah turunin berat badan 14 kg,” terangnya.

Baca Juga: Nada Arini Gagas 'Sustainable Indonesia' Demi Masa Depan Anak 

4. Perempuan dan kekuatannya dalam melakoni banyak peran

Sepak Terjang Nurni Sulaiman, Taekwondoin Perempuan Sumut Peraih DAN VNurni Sulaiman (instagram.com/nurnisulaiman)

Tentu bukan hal yang mudah melakoni banyak peran sekaligus. Pelatih, wasit, istri, ibu, tetapi juga masih bekerja sebagai jurnalis. Nurni menuturkan bahwa perempuan sejatinya memiliki kekuatan yang luar biasa. Kelembutan seorang perempuan bukan berarti lemah, melainkan tersimpan kekuatan.

“Saya harus belajar banyak dari sisi lembutnya. Dialah (kelembutan) yang bisa mengendalikan apa pun,” tuturnya.

Salah satu kekuatan terbesar seorang perempuan terletak pada bagaimana mereka bisa mengelola banyak hal dalam satu waktu sekaligus. Hal ini pula yang dirasakan Nurni dalam kehidupan sehari-harinya sebagai jurnalis dan pelatih.

“Hebatnya, saya melihat diri saya ingin mengerjakannya dalam sekali waktu. Tapi sebenernya kelemahan juga, gak bisa seperti itu karena kita punya batas. Kekuatannya bisa membelah atau membagi dua hal penting dikerjakan dalam sekali waktu. Biasanya cowok gak bisa, dia fokus ke satu hal,” tambah Nurni.

Menjalani banyak hal sekaligus, menuntut Nurni untuk bisa mengambil keputusan di saat-saat genting. Tak jarang, ia harus memilih mengorbankan quality time bersama keluarga, pekerjaan, atau kesempatannya berkembang di dunia taekwondo. 

Meski sudah memegang sabuk hitam, bukan berarti Nurni tidak pernah menghadapi kesulitan. Sempat cuti dari taekwondo bertahun-tahun, membuat Nurni mau tidak mau harus beradaptasi lagi dari nol.

“Kita harus menghafal lagi jurus-jurus yang udah lama, ada perkembangan apa, harus penyesuaian lagi di taekwondo. Di keluarga juga penyesuaian. Selain liputan, ada lagi kegiatan tambahan. Untungnya, keluarga mendukung penuh karena memang saya waktu pindah ke Sumut itu, sudah sabuk hitam. Kalau sabuk hitamnya, udah lebih 20 tahun yang nasional. Jadi di Medan akhirnya berkembang jadi melatih. Lisensi di-upgrade menjadi pelatih nasional. Memang kesibukannya tambah tinggi. Porsi dengan keluarga makin kecil, tapi keluarga mendukung,” paparnya.

Dalam ceritanya, Nurni mengaku dihadapkan oleh berbagai kegiatan penting sebagai jurnalis maupun wasit. Namun di titik itu, Nurni belajar untuk mengambil atau mendahulukan mana yang lebih esensial dan penting bagi keberlanjutan hidupnya ke depan.

Ia menambahkan, “Saya pilih yang mendesak. Ada nih yang saya persiapkan untuk sesuatu yang lebih besar.” 

5. Terjun ke dunia olahraga taekwondo menempa Nurni Sulaiman menjadi perempuan yang tangguh, cerdas, dan bermental juara

Sepak Terjang Nurni Sulaiman, Taekwondoin Perempuan Sumut Peraih DAN VNurni Sulaiman (instagram.com/nurnisulaiman)

Keinginannya mencari keluarga taekwondo baru di Sumatera Utara, rupanya membawa Nurni untuk aktif sebagai pelatih dan wasit pemegang sabuk hitam DAN V. Sepak terjangnya di taekwondo membawa perubahan besar dalam hidup seorang Nurni Sulaiman.

Menggeluti taekwondo dan dunia jurnalistik juga gak lepas dari pandangan miring dari orang-orang. Namun, Nurni sadar bahwa perempuan memiliki hak bebas untuk memilih dan melakukan apa saja yang mereka inginkan.

“Mereka bisa melakukan itu dengan kemauan mereka, keikhlasan mereka, dengan keinginan hati yang tulus untuk membantu keluarga. Jangan dilarang karena memang kemauan mereka. Mereka yang udah merintis dari muda artinya kan dia mencintai itu. Misalnya, saya. Kenapa tetap taekwondo? Karena menghasilkan cuan dari hobi dari kecintaan saya di taekwondo. Tentu, tanpa merendahkan status saya sebagai jurnalis perempuan dan ibu. Harusnya penyetaraan itu atau stigma negatif perempuan yang keluar rumah itu, udah gak ada lagi. Emansipasi udah digaungkan sejak lama. Kalau ada yang seperti itu, dilawan,” pungkasnya.

Jika melihat kembali perjuangannya semasa menjadi atlet, ia pasti pernah merasa kecewa ketika menghadapi kekalahan. Semakin beranjak dewasa, momentum itu menjadi pecutan untuknya berkembang sebagai pribadi lebih kuat secara fisik dan mental.

Nurni berpesan, “Kekalahan yang dihadapi itu jangan dijadikan momok. Jadikan itu pemacu untuk kita memperoleh target di atas. Jadikan diri kita target sehingga bisa memperoleh hasil yang lebih baik. Kita harus punya target dan berani mimpi. Jangan pernah malu dan ragu untuk mencoba hal baru. Misalnya, level kejuaraan masih provinsi, terus naik ke nasional. Gak usah takut walaupun kita baru latihan setahun atau sedikit.”

Semakin tinggi jam terbang, semakin tinggi pula kepercayaan diri kita dalam menghadapi suatu keadaan. Di saat itulah, mental ditempa menjadi mental juara yang harus tahan banting melewati beribu latihan dan kegagalan.

Itu dia sedikit cerita Nurni Sulaiman yang penuh perjuangan dalam menggapai cita. Apakah kamu juga salah satu orang yang berhasil bangkit melawan kegagalan dalam hidup?

Baca Juga: Kata Shenina Cinnamon tentang Akting, Self Love, dan Dukungan Orangtua

Topik:

  • Febriyanti Revitasari

Berita Terkini Lainnya