Banyak Persepsi tentang Dunia Perfilman di Indonesia, Mitos atau Fakta

Perekrutan yang sangat kompetitif? 

Jakarta, IDN Times - Banyaknya persepsi yang muncul membuat kita melabeli suatu hal hanya berlandaskan common sense yang sering kita dengar. Hal tersebut juga terjadi di dunia perfilman, lho. Pada kesempatan ini, Deo Mahameru sebagai Creative Manager di IDN Pictures, mencoba memaparkan beberapa anggapan tentang dunia perfilman dan menyampaikan pandangannya tentang hal tersebut. Buat kalian yang tertarik dengan dunia perfilman, entah sebagai minat maupun karier, simak pembahasan di bawah ini, yuk!

1. Sulitnya proses perekrutan di industri film

Banyak Persepsi tentang Dunia Perfilman di Indonesia, Mitos atau FaktaIDN Pictures (Dok. IDN Media/Herka Pangaribowo)

Ada persepsi yang menyatakan bahwa dalam hal perekrutan, industri film akan lebih banyak memilih orang-orang yang sudah dikenal daripada harus “mencari” orang baru. Itulah mengapa karier di industri film pun dikenal sangat kompetitif. Ketika diminta untuk mengungkap hal tersebut, Deo menyatakan, “Secara realistis, industri film di Indonesia memang belum semapan negara lain, maka proses regenerasinya pun juga belum bisa digeneralisasi antara satu individu dengan yang lain.”

“Intinya, iya, barrier to entry-nya bisa dibilang sangat kompetitif bagi mereka yang tidak punya koneksi. Biasanya, para filmmaker baru akan diambil suatu production house hanya jika mereka sudah sukses di bidang lainnya terlebih dahulu. Misal, sukses sebagai penulis komik, serial, dan yang lain,” terang Deo. Wah, buat kalian yang punya rencana terjun ke dunia perfilman harus mulai perkaya koneksi sejak sekarang, nih!

2. Kualitas film tidak ditentukan oleh jumlah penonton

dm-player
Banyak Persepsi tentang Dunia Perfilman di Indonesia, Mitos atau FaktaTimmy IDN Pictures (Dok. IDN Media/Herka Pangaribowo)

Persaingan di industri film tidaklah mudah. Berbagai judul film berlomba-lomba menarik jumlah penonton sebanyak-banyaknya. Tidak heran jika kemudian kita beranggapan bahwa film yang tidak berhasil meraih jumlah penonton yang tinggi pasti memiliki kualitas yang jelek.

Deo menjelaskan bahwa hal tersebut tak sepenuhnya benar. Meskipun menjadi salah satu faktor penting, jumlah penonton bukan satu-satunya hal yang menentukan kualitas sebuah film. “Film yang tidak laku belum tentu jelek. Ada beberapa contoh judul film yang menurut saya bagus namun mungkin tidak mendapat jumlah penonton yang tinggi. Menurut opini personal saya, salah satu faktor yang paling menentukan itu promosi. Sayangnya, tidak semua Production House memiliki kapabilitas untuk melakukannya secara strategis maupun finansial,” terang Deo.

3. Film Hollywood selalu lebih keren dibanding film Indonesia

Banyak Persepsi tentang Dunia Perfilman di Indonesia, Mitos atau FaktaDeo Mahameru, Creative Manager IDN Pictures (Dok. IDN Media/Herka Pangaribowo)

Tidak dipungkiri, industri film Hollywood yang sudah begitu maju dan berkembang selalu dijadikan patokan bagi industri film negara lain, termasuk Indonesia. Masyarakat pun kadang lebih merasa bergengsi bila menonton film-film Hollywood dibandingkan menonton film Indonesia. Pada kenyataannya, ada juga film Indonesia yang secara unsur naratif dan sinematik tidak kalah dengan film Hollywood dan juga meraih penghargaan internasional.

Namub, bagaimanapun, menurut Deo, selalu membandingkan film Hollywood dengan film Indonesia tidak sepenuhnya relevan. Ada banyak faktor yang mempengaruhi dan standar yang ditetapkan tidak bisa selalu sama. “Harus diingat, dalam membandingkan kualitas film Indonesia dengan film Hollywood, kita juga harus realistis, tentu saja. Frankly speaking, perbandingannya tidak apple to apple. Ibarat membandingkan Bambang Pamungkas dengan Cristiano Ronaldo. Harus bisa diterima dengan besar hati bahwa secara umum, kualitas film Indonesia memang belum berada di tingkat yang sama dengan kualitas film Hollywood,” ucap Deo, memberi pengingat pada kita untuk tetap realistis saat melakukan komparasi kualitas film.

Topik:

  • Amelia Rosary

Berita Terkini Lainnya