Cerita dari IDN Times Community Writer: Tak Menyerah untuk Berkarya

Menulis jadi cara mereka ekspresikan dirinya

Jakarta, IDN Times - Mengutip Pramoedya Ananta Toer, “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” Ya, menulis adalah salah satu cara untuk berekspresi sekaligus ‘meninggalkan jejak’ pemikiran-pemikiran kita. Memahami hal tersebut, IDN Times sebagai media untuk Millennial & Gen Z pun ingin ikut memfasilitasi generasi muda yang ingin mengekspresikan dirinya lewat tulisan. Akhirnya, pada Februari 2017 silam, IDN Times, meluncurkan IDN Times Community, sebuah komunitas yang berkomitmen untuk mewadahi, menerbitkan, dan menginspirasi Millennial & Gen Z Indonesia lewat karya tulis.

Dalam 4 tahun perjalanan IDN Times Community, tentu ada banyak kisah menarik. Salah satunya adalah cerita dari para penulis yang tergabung di IDN Times Community. Kali ini, kita berkesempatan untuk berbincang dengan tiga Community Writer, yaitu Rizna Hidayah, Sumahir, dan Nunung Munawaroh. Di balik tulisan-tulisan informatif yang mereka bagikan, rupanya ada cerita-cerita yang menyentuh hati, yang menyulut semangat mereka untuk terus berkarya melalui tulisan. Semoga artikel ini dapat semakin menginspirasi kita, ya!

Baca Juga: Ingin Tulisanmu Diterbitkan di IDN Times? Ini Rahasianya

1. Menembus batas, mengejar asa

Cerita dari IDN Times Community Writer: Tak Menyerah untuk BerkaryaIlustrasi kursi roda (pexels.com/@marcus-aurelius)

Rizna. Ketika masih kecil, ia belum memahami bahwa ternyata ia tak bisa berjalan dengan normal layaknya anak-anak seusianya. “Aku sempat bisa jalan, tapi harus rembetan. Hanya saja, ya, memang sudah gampang lemas dan tidak bisa berjalan jauh. Pokoknya, fisik aku lemah,” ia bercerita. Hal pertama yang membuatnya semangat untuk menuntut ilmu, ia mengaku, adalah saat pertama kali ia bisa meraih rangking satu saat kelas 1 SD. Bahkan, dirinya bisa mewakili sekolahnya untuk ikut Lomba Cerdas Cermat tingkat kecamatan.

“Namun, komentar dan ledekan anak-anak seusia itu tak bisa dihindari. Ada pula tantangan-tantangan lain yang tak hanya berasal dari pihak eksternal, melainkan dari dalam diriku sendiri. Fase-fase itu sudah selesai. Kini, aku fokus untuk terus berbuat baik dan menebarkan hal-hal yg positif. Nah, dengan menjadi penulis, aku bisa berbagi kepada banyak orang dan menjadi bermanfaat untuk orang lain,” ungkap Rizna yang rajin menulis di kanal Sport IDN Times ini. “Saya suka olahraga bulutangkis. Saya juga suka menulis. Dengan kondisi saya yang seperti ini, saya rasa kombinasi antara keduanya adalah hidup saya.”

2. Kegemaran dan pembelajaran

Cerita dari IDN Times Community Writer: Tak Menyerah untuk Berkaryaunsplash/screenpost
dm-player

“HP saya dulu cuma memiliki RAM 1 GB. Jangankan untuk buka dan tutup aplikasi, untuk buka Google Chrome saja sudah setengah mati lamanya. Baterai juga gampang habis. Duh, padahal saya suka sekali bermain game,” ucap Sumahir. Terdorong dari keterbatasan ini, ia berusaha mencari jalan keluar. Ia melanjutkan, “Saya tidak bisa mencangkul, angkat-angkat batu. Saya pikir, saya harus cari uang melalui platform digital. Akhirnya, saya bertemu dengan IDN Times Community ini.”

Dengan kegemarannya terhadap game, Sumahir pun membagikan pengalaman serta wawasannya tentang dunia game di kanal Tech IDN Times. Laki-laki yang kini sedang menekuni usaha ternak lele ini menyatakan, “Jujur saja, kondisi finansial orang tua juga menjadi salah satu hal lain yang mendorong saya untuk bergerak maju dan mencari solusi. Saya tidak bisa tinggal diam. Adalah suatu hal yang harus disyukuri, sih, menulis tentang game, sesuatu yang saya sukai dan ketahui betul. Di sisi lain, saya juga mendapatkan bayaran untuk itu. Bayangkan saja kalau selama ini saya hanya main game, tanpa mendapat ‘buah’ apapun. Nyesek, ya?”

Bermain game adalah hobinya sejak lama, tapi tidak dengan menulis. “Awalnya, terasa seperti beban. Namun, dengan seiring berjalannya waktu, aku banyak belajar. Tata cara menulis, bermain logika di artikel, EYD. Akhirnya, proses menulisnya pun jadi lebih lancar, yang perlu direvisi juga tidak banyak. Lama-lama, menulis malah menjadi jembatan atas apa yang aku sukai dengan apa yang aku butuhkan. Merasakan benefit ini secara nyata, aku pun selalu ajak teman-temanku untuk melakukan hal serupa, meski kebanyakan dari mereka masih belum memiliki niat,” ia menceritakan.

3. Ajang mencari jati diri

Cerita dari IDN Times Community Writer: Tak Menyerah untuk BerkaryaBuku fisik dan tablet e-buku. pexels.com/Perfecto Capucine

Baca Juga: Jadi Anggota Komunitas IDN Times dan Nikmati 3 Keuntungan Ini, Yuk!

“Ayahku adalah penjual ikan hias, ibuku adalah guru ngaji yang juga membuka warung kecil di rumah, sedangkan kakakku adalah pekerja bangunan. Aku sekarang berstatus sebagai mahasiswi baru di Universitas Andalas dengan program studi Sastra Indonesia. Aku dan keluargaku berasal dari provinsi Jawa Tengah, tepatnya dari Kabupaten Boyolali. Namun, saat ini, kami berdomisili di Sarolangun, Jambi,” cerita Nunung di awal perbincangan.

Menulis, bagi Nunung, adalah ajang mencari jati diri. Dari gaya bahasa yang ia pakai untuk menulis, ia dapat mengetahui karakter dirinya yang sesungguhnya. Menulis juga bisa dijadikan pelampiasan dari segala emosi. “Aku baru bisa duduk di bangku kuliah setelah dua kali gagal masuk PTN. Itu sangat menguji mental. Berbagai emosi yang aku rasakan saat itu pun akhirnya aku lampiaskan ke dalam bentuk tulisan. Di saat senang maupun sedih, aku bisa mengekspresikan emosi tersebut melalui kalimat yang telah aku rangkai sedemikian rupa. Contoh sederhananya, misal saat aku sedang sedih. Biasanya, aku cenderung mendengarkan lagu-lagu galau. Nah, momen seperti ini bisa dijadikan inspirasi untuk menulis. Artikel berjudul ‘5 Rekomendasi Lagu yang Cocok Didengar Saat Sedih’ pun aku tulis,” katanya.

Hingga sekarang, Nunung sudah berhasil menerbitkan kurang lebih 900 artikel. “Kalau diuangkan, sudah lebih dari 20 juta aku dapatkan dari menulis. Sangat beruntung aku bisa menjadi salah satu Community Writer di IDN, terlebih penghasilan per bulan yang aku dapatkan kadang bisa melebihi mereka yang bekerja non-freelance,” terang Nunung. Dari IDN Times Community, ia belajar banyak hal. “Saat penerbitan artikelku ditunda, aku ambil positifnya saja. Siapa tahu aku diminta untuk belajar lebih sabar, ‘kan? Saat artikelku ditolak, berarti aku harus menjadi orang yang tak patah semangat. Begitu juga saat artikelku berhasil terbit, aku harus bisa menjadi orang yang lebih inovatif, yang lebih bisa memahami bahwa waktu adalah hal yang berharga. Maka, jadilah produktif,” ujar penulis yang sempat diberi gelar Best Writer oleh IDN Times Community ini.

Melalui tulisan, kita bisa berbicara, berkata, dan bahkan menyentuh hati. Pada saat itulah kita akan merasa bahwa menulis adalah satu satu hal yang menyenangkan. IDN Times Community Writer ingin menjadi wadah bagi audiens IDN Times untuk berkarya melalui tulisan. Terlepas dari segala tantangan yang mungkin menghadang, kita dapat terus berlari menembus batas dan menjadi versi terbaik dari diri kita.

Topik:

  • Amelia Rosary

Berita Terkini Lainnya