TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Hukum Melakukan Onani saat Puasa Ramadan, Batal atau Gak?

#IDNTimesLife Yuk, cari tahu!

unsplash.com/Dainis Graveris

Onani merupakan aktivitas yang disebut semakna dengan masturbasi, yakni proses memperoleh kepuasan seks tanpa berhubungan kelamin. Lantas, apa hukum melakukan onani atau masturbasi saat seseorang tengah menjalankan ibadah puasa?

Sebelum itu, perlu diketahui bila dalam bahasan ini, ada empat kata kunci penting yakni onani atau masturbasi, orgasme, hubungan badan antara laki-laki dan perempuan, serta hukum puasa atasnya. Mari simak penjelasan hukum masturbasi atau onani saat berpuasa berikut ini.

Baca Juga: 5 Hal yang Membatalkan Puasa dan Membuat Puasa Jadi Tidak Sah

1. Aktivitas onani hingga ejakulasi dapat membatalkan puasa karena berkedudukan sama dengan aktivitas hubungan badan

pexel.com/andrea piacquadio

Perihal onani yang dilakukan ketika puasa dapat ditemukan pada Kitab Al-Majmu yang menyebutkan, "Bila seseorang melakukan onani dengan tangannya–yaitu upaya mengeluarkan sperma–, maka puasanya batal tanpa ikhtilaf ulama bagi kami sebagaimana disebutkan oleh penulis matan (As-Syairazi).” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, [Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah: 2010 M], juz VI, halaman 286)

Artinya, aktivitas onani yang dilakukan hingga ejakulasi dapat membatalkan puasa karena kesamaan ejakulasi yang disebabkan mubasyarah. Hal ini ditegaskan pula dalam Kitab Al-Majmu yang berbunyi:

 وان استمنى فانزل بطل صومه لانه انزال عن مباشرة فهو كالانزال عن القبلة ولان الاستمناء كالمباشرة فيما دون الفرج من الاجنبية في الاثم والتعزير فكذلك في الافطار

Artinya:

“Jika seseorang beronani lalu keluar mani atau sperma (ejakulasi) maka puasanya batal karena ejakulasi sebab kontak fisik (mubasyarah) laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang sama dengan ejakulasi sebab ciuman. Onani memiliki konsekuensi yang sama dengan kontak fisik pada selain kemaluan antara laki-laki dan perempuan, yaitu soal dosa dan sanksi takzir. Demikian juga soal pembatalan puasa.” (Lihat Imam An-Nawawi, 2010 M: VI/284)

Jadi, onani menurut pandangan mazhab Maliki, Syafi’i, Hanbali, dan mayoritas ulama Hanafi, dapat membatalkan puasa. Bagi mereka, sentuhan kelamin laki-laki dan perempuan tanpa ejakulasi dapat membatalkan puasa. Tentu, ejakulasi dengan orgasme (penuh syahwat) lebih-lebih lagi membatalkan puasanya. (Al-Mausuatul Fiqhiyyah Al-Quwaitiyyah, [Kuwait, Wizaratul Awqaf was Syu’unul Islamiyyah: 1404-1427 H], juz IV, halaman 100)

2. Namun, dalam Mazhab Syafi'i, dijelaskan bahwa ejakulasi yang terjadi hanya semata memandang dengan syahwat, tidak membatalkan puasa

pixabay.com/Mircealancu

DIlansir NU Online, meski dapat membatalkan puasa, namun Mazhab Syafi’i membedakan konsekuensi hukum atas inzal dari penyebabnya. Inzal atau ejakulasi yang disebabkan oleh sentuhan fisik dapat membatalkan puasa.

Sedangkan, inzal yang terjadi hanya semata pikiran jorok atau memandang dengan syahwat, tidak membatalkan puasa.

المني إذا خرج بالاستمناء أفطر وإن خرج بمجرد فكر ونظر بشهوة  لم يفطر وإن خرج بمباشرة فيما دون الفرج أو لمس أو قبلة أفطر هذا هو المذهب وبه قال الجمهور 

Artinya:

“Sperma jika keluar (ejakulasi) sebab onani, maka puasa seseorang batal. Tetapi jika mani keluar dengan semata-mata pikiran dan memandang dengan syahwat, maka puasanya tidak batal. Sedangkan ejakulasi sebab kontak fisik pada selain kemaluan, sentuhan, atau ciuman, maka puasanya batal. Ini pandangan mazhab Syafi’i. Demikian juga pandangan mayoritas ulama”. (Lihat Imam An-Nawawi, Raudhatut Thalibin wa Umdatul Muftin, [Beirut, Darul Fikr: 2005 M/1425-1426 H], juz II, halaman 247)

Baca Juga: Apakah Berbohong Bisa Membatalkan Puasa? 

3. Lantas, bagi kamu yang puasanya batal akibat onani, maka wajib hukumnya untuk mengqada puasa di bulan lain

pixabay.com/Darwis Alwan

Sama halnya dengan batal akibat makan dan minum yang disengaja, batal puasa karena melakukan aktivitas seksual, seperti hubungan badan dan onani, hukumnya wajib untuk mengganti puasa.

Mereka yang membatalkan puasanya dengan onani, wajib mengqada puasanya pada bulan lain dan tidak berkewajiban membayar kaffarah atas pembatalan puasa tersebut.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya