5 Hal Penting untuk Mewujudkan Kesetaraan Gender di Lingkungan Kerja

Pahami mengenai keterlibatan perempuan dalam dunia kerja

Banyak tantangan yang harus dihadapi perempuan di lingkungan kerja, seperti peran ganda, stigma di masyarakat, hingga stereotip gender. Berbagai tantangan dan hambatan ini muncul karena banyak hal, mulai dari pandangan keagamaan, pemahaman tentang norma gender tradsional hingga peran media. 

Yayasan Pulih dengan dukungan Investing in Women mendiskusikan 'Work-life Balance Amidst Pandemic: Is it Possible? Let’s Create Healthy and Equal Partnerships at Home and Work' secara virtual pada Kamis (17/3/22). Yuk, pahami lebih jauh kesetaraan gender di lingkungan kerja melalui artikel di bawah ini!

1. Hal yang menghambat keterlibatan perempuan di lingkungan kerja dan ranah publik

5 Hal Penting untuk Mewujudkan Kesetaraan Gender di Lingkungan KerjaWebinar 'Work-life Balance di Tengah Pandemi oleh Yayasan Pulih'. (17/3/22) (IDN Times/Dina Fadillah Salma)

Akses dan kesempatan perempuan untuk berpartisipasi di ruang publik masih banyak mengalami hambatan karena adanya norma gender tradisional. Berbagai tantangan dan hambatan harus dihadapi perempuan dari beragam latar belakang dan pandangan.

Padahal perempuan memiliki peran yang penting terhadap kemajuan pemberdayaan di bidang ekonomi. Oleh karenanya, diperlukan peran yang sehat dan setara dengan cara berbagi peran dan menciptakan kemitraan yang seimbang dengan pelibatan laki-laki di ranah domestik. 

2. Apa yang harus kita lakukan untuk mendorong pemberdayaan perempuan di ruang kerja?

5 Hal Penting untuk Mewujudkan Kesetaraan Gender di Lingkungan KerjaWebinar 'Work-life Balance di Tengah Pandemi oleh Yayasan Pulih'. (17/3/22) (IDN Times/Dina Fadillah Salma)

Berdasarkan riset yang dilakukan oleh komunitas Rumah KitaB (Rumah Kita Bersama), ditemukan bahwa perempuan memilih untuk tidak bekerja salah satunya karena adanya pengaruh pandangan agama. Misalnya perempuan dianggap tidak pantas menjadi pencari nafkah utama. 

Tak hanya itu, beban ganda yang dialami perempuan juga membuat ia memilih untuk berhenti bekerja. Narasi keagamaan yang didapatkan perempuan melalui berbagai kanal ini pada akhirnya mendorong perempuan untuk kembali ke rumah atau memilih untuk tidak bekerja. 

Nuraismi Jamil selaku perwakilan Rumah KitaB mendorong masyarakat untuk mendukung perempuan bekerja dan kembali terlibat di ranah publik dengan beberapa cara. Ia menyampaikan, "Untuk menciptakan masyarakat yang mendukung perempuan bekerja, kami memiliki beberapa masukan, yang pertama perlunya memberikan akses lebih luas dan terbuka terhadap pandangan agama yang mendukung perempuan bekerja. Lalu ada pengakuan sosial dan politik bahwa perempuan bekerja mengalami beban rangkap jadi itu harus diakui adanya hal tersebut."

Selain itu, Nuraismi juga memberi masukan kepada pemangku kuasa di tempat kerja atau perusahaan agar memudahkan perempuan dan laki-laki untuk melakukan tugas pengasuhan ketika bekerja. Artinya memberi toleransi dan pengertian terhadap multiperan karyawannya. 

Selain itu, Nuraismi juga mengimbau agar lebih banyak keterlibatan tokoh publik dalam hal ini, seperti yang telah Ia jelaskan, "Yang selanjutnya adalah adanya lebih banyak tokoh agama dan publik figur baik laki-laki atau pun perempuan yang bersuara mendukung perempuan bekerja dan narasi positif terhadap perempuan bekerja baik laki-laki maupun perempuan. Mendukung perempuan bekerja dan berbagi pengasuhan ini ditayangkan dalam bentuk berbagai media, sinetron, iklan layanan sosial, dan kisah bernuansa keagaman."

3. Dampak pemberitaan media terhadap presepsi dan peran gender

5 Hal Penting untuk Mewujudkan Kesetaraan Gender di Lingkungan KerjaWebinar 'Work-life Balance di Tengah Pandemi oleh Yayasan Pulih'. (17/3/22) (IDN Times/Dina Fadillah Salma)
dm-player

Salah satu hal yang menghambat keterlibatan perempuan di ranah publik adalah adanya presepsi tentang peran gender yang dikonstruksi oleh media. Media berperan dalam memberikan nilai, presepsi, maupun gambaran terhadap suatu hal yang mengekalkan dan menguatkan ketidaksetaraan gender. 

Misalnya media kerap menstereotipkan perempuan terhadap peran tertentu, menggunakan kata cantik untuk menggambarkan tokoh perempuan, dan lain sebagainya. Oleh karenanya, diharapkan media dapat menciptakan konten yang menormalisasi kesetaraan gender.

"Peran media bisa menjadi sangat transformatif untuk bisa mencapai kesetaraan gender di masyarakat. Caranya gimana ya lewat konten-konten yang gender sensitif, gender transformatif, yang mematahkan stereotip-stereotip gender dan juga menentang norma-norma sosial dan budaya yang memersepsikan gender lewat kacamata yang sangat rigid, yang masih sangat tradisional. Itu bisa dilakukan lewat konten-kontennya dan juga dalam menjalankan bisnis atau profesionalnya mereka," jelas Devi Amarini selaku Co-founder dan Editor in Chief Magdalene. 

Baca Juga: 5 Tips Mengajarkan Anak tentang Kesetaraan Gender, Bisa Dicoba!

4. Tantangan Ibu tunggal di lingkungan kerja

5 Hal Penting untuk Mewujudkan Kesetaraan Gender di Lingkungan KerjaWebinar 'Work-life Balance di Tengah Pandemi oleh Yayasan Pulih'. (17/3/22) (IDN Times/Dina Fadillah Salma)

Tantangan dalam keterlibatan perempuan di ruang publik juga dialami oleh banyak ibu tunggal di Indonesia. Sebab, status single mom masih dianggap negatif pada masyarakat terutama yang tinggal di luar kota besar.

Jika bicara apa harapan ibu tunggal dalam lingkungan kerja, Sagita Ajeng selaku PR dari Komunitas Single Moms Indonesia (SMI) mengungkapkan, "Ibu tunggal sebetulnya ingin sekali punya kesempatan yang sama dengan perempuan lain yang statusnya bukan janda, bukan ibu tunggal. Gak ada perempuan yang ingin jadi ibu tunggal. Dari hal pekerjaan, dari hal sosial masyarakatnya sendiri, bahkan dari keluarganya sendiri kadang-kadang mereka juga suka ‘lo sih janda, makanya nikah lagi’."

5. Pentingnya keterlibatan laki-laki dalam kesetaraan gender

5 Hal Penting untuk Mewujudkan Kesetaraan Gender di Lingkungan KerjaWebinar 'Work-life Balance di Tengah Pandemi oleh Yayasan Pulih'. (17/3/22) (IDN Times/Dina Fadillah Salma)

Keterlibatan laki-laki dalam mewujudkan kestaraan gender merupakan hal yang sangat penting agar terjadi keseimbangan peran gender. Ada beberapa alasan mengapa laki-laki harus terlibat dalam kesetaraan gender.  

Hal ini disampaikan oleh Saeroni sebagai Koordinator Nasional dari Aliansi Laki-laki Baru, "Yang pertama setiap orang memiliki potensi dan kebutuhan untuk aktualisasi diri dan pengembangan diri, baik laki-laki maupun perempuan. Sehingga memberi ruang bagi semua pihak, semua jenis kelamin untuk berkembang itu jadi keniscayaan." 

Dalam konstruksi di masyarakat, laki-laki dengan maskulinitasnya masih dianggap lebih kuat, sementara perempuan mendapatkan banyak pembatasan. Hal ini membuat laki-laki memiliki risiko untuk melakukan tindakan negatif seperti kriminalitas atau kekerasan untuk membuktikan aspek-aspek maskulinitas tersebut. 

"Itu yang pertama tentang konsep diri, yang kedua konsep tentang ideologi gender tentang pembagian peran berbasis gender. Jadi adanya pembagian peran laki-laki di ruang publik, perempuan diruang domestik itu juga menjadi tantangan meskipun pada faktanya sudah banyak perempuan yang berperan di ruang publi, tetapi tidak diikuti oleh partisipasi laki-laki diruang domestik. Kemudian pandangan terhadap relasi bagi perempuan yang subordinasi, laki-laki merasa harus lebih dari perempuan, sehingga dalam banyak hal dia akan menkonstruksi dirinya akan lebih tinggi daripada perempuan," tutup Saeroni. 

Nah itu tadi hal-hal yang perlu kamu ketahui tentang kesetaraan gender di dunia kerja. Ayo dukung keterlibatan perempuan dalam ranah publik agar menciptakan lingkungan kerja yang aman untuk dihuni. 

Baca Juga: Inklusi Finansial, Kunci Pemberdayaan Perempuan dan Kesetaraan Gender 

Topik:

  • Dina Fadillah Salma
  • Pinka Wima

Berita Terkini Lainnya