Maria Regina Jaga, Penggerak Pendidikan Anak Putus Sekolah di NTT

Inja pakai permaianan tradisional untuk belajar

Indonesia menjadi negara kepulauan dengan topografi wilayah yang sangat beragam. Hal tersebut memengaruhi berbagai elemen kehidupan masyarakatnya, mulai dari sektor sosial, budaya, hingga pendidikan. 

Kondisi tersebut membuat kebutuhan akan pendidikan dan pengetahuan bagi anak-anak di suatu daerah dengan daerah yang lain, dapat berbeda-beda. Misalnya, kebutuhan anak di ibu kota tidak akan sama dengan keperluan anak di wilayah Indonesia Timur.

Untuk membahas lebih lanjut bagaimana kondisi pendidikan di Indonesia Timur, IDN Times berkesempatan untuk melakukan interview (19/1/23) dengan Maria Regina Jaga atau yang akrab disapa Inja. Dia adalah perempuan asal Nusa Tenggara Timur (NTT) yang aktif membantu anak-anak untuk mengembangkan potensi pribadinya dengan menghubungkan kebudayaan lokal dan pendidikan.

1. Angka putus sekolah tinggi dan kesulitan anak-anak memahami Bahasa Inggris, jadi inisiasi Inja untuk bergerak di bidang pendidikan luar sekolah

Maria Regina Jaga, Penggerak Pendidikan Anak Putus Sekolah di NTTMariga Regina, Penggerak Pendidikan Indonesia Timur. (dok.istimewa)

Inja adalah seorang penggiat pendidikan luar sekolah dan pendidikan anak usia dini sekaligus menjabat sebagai dosen pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Widya Mandira di Kupang, NTT. Inja aktif sebagai tutor pengajar kejar (kelompok belajar) paket A atau setara SD, paket B atau setara SMP, dan paket C atau setara SMA yang menggunakan permainan tradisional sebagai media pembelajaran. 

Inisiasi ini muncul karena ia melihat kondisi anak-anak di daerah tambang yang masih banyak mengalami putus sekolah karena adanya kondisi tertentu yang mendorong mereka untuk bekerja. Hal ini salah satunya disebabkan oleh orientasi dan pemikiran orangtua yang lebih mengutamakan bekerja daripada sekolah.

Permasalahan lain muncul ketika anak-anak yang putus sekolah tersebut hendak mengambil ujian persamaan. Sebab, untuk memahami pelajaran Bahasa Inggris sederhana saja mereka mengalami kesulitan, apalagi bila harus mengerjakan ujian persamaan pada mata pelajaran tersebut.

Inja kemudian berinisiatif untuk mengimplementasikan permainan tradisional Siki Doka untuk memperkenalkan kosakata Bahasa Inggris. Kegiatan yang seru dan menyenangkan ini akan mempermudah anak-anak pendidikan luar sekolah untuk bisa mengerjakan ujian persamaan paket A, B, dan C.

Penerapan pendidikan dalam permainan dinilai lebih efektif untuk anak-anak yang mengalami gap pendidikan. Anak-anak yang sempat mengalami putus sekolah akan kesulitan menerima dan mengonsumsi pembelajaran secara formal, sehingga Inja berinisiatif untuk membuat proses belajar mengajar yang lebih aktif dan atraktif. 

2. Mendekatkan pendidikan dengan anak-anak, Inja mengajarkan Bahasa Inggris dengan pembelajaran yang ringan dan menyenangkan

Maria Regina Jaga, Penggerak Pendidikan Anak Putus Sekolah di NTTMariga Regina, Penggerak Pendidikan Indonesia Timur. (dok.istimewa)

Tak hanya bergerak secara aktif di ranah pendidikan luar sekolah, Inja juga tengah menggalakkan penulisan cerita rakyat dengan bahasa daerah. Ke depannya, kisah-kisah legenda dari masyarakat zaman dahulu ini akan diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. 

"Jadi, dalam sekali pembelajaran saya menggunakan pembelajaran berbasis konten lokal untuk membantu anak-anak di Indonesia Timur. Khususnya di daerah NTT untuk sekaligus belajar, memahami budaya, mempelajari, dan mencintai Bahasa Indonesia dengan tidak lupa mempelajari bahasa asing," terang Inja lebih jauh mengenai kegiatannya. 

Inja memanfaatkan media sehari-hari untuk meningkatkan daya tarik dari proses belajar-mengajar bagi anak-anak tambang. Salah satu media yang juga dimanfaatkan oleh Inja adalah cerita rakyat sebagai media pendidikan yang dikemas secara ringan dan dekat dengan anak-anak.

"Jadi sekarang saya makin buat limitasinya ke arah bagaimana implementasi budaya yaitu mengajar anak-anak, mengenali huruf, membaca, kemudian menulis, tapi pakai hal-hal yang ada di sekitar, jadi mulai dari cerita rakyat," terang Inja. 

3. Lulus dengan IPK sempurna dari Amerika, Inja pilih pulang ke kampung halaman dan mengajar anak-anak

Maria Regina Jaga, Penggerak Pendidikan Anak Putus Sekolah di NTTMariga Regina, Penggerak Pendidikan Indonesia Timur. (insatgram.com/reginainjajagalazarus)

Prestasi membanggakan ditorehkan Inja yang baru saja lulus dari Auburn University, di Alabama, Amerika Serikat dengan IPK sempurna, yakni 4.00 untuk jurusan Early Childhood Education (Pendidikan Anak Usia Dini atau PAUD). Pencapaian yang membanggakan ini  tak menggoyahkan niat Inja untuk kembali ke kampung halaman dan membantu anak-anak di NTT mendapatkan pendidikan yang lebih baik. 

dm-player

"Saya mendapatkan tawaran pekerjaan di sana, dengan gaji yang fantastis, tapi saya sudah punya tekad sejak saya pergi adalah ilmu saya bukan untuk diri saya. Saya melihat kekurangan yang saya alami dan saya rasakan untuk pergi dan mempelajari dan mencari solusi, untuk pulang. Mata saya melihat dunia, tapi hati saya di Indonesia," ujar Inja.

Tak hanya itu, Inja melihat masih banyak tantangan yang perlu dihadapi dalam meningkatkan pendidikan di daerah Timur. Salah satunya stigma atau pemikiran mengenai anak perempuan yang tidak wajib mengenyam pendidikan tinggi.

Inja menuturkan, "Saya masih ada di kultur di mana anak perempuan itu masih dianggap bahwa kalau ke sekolah itu tidak terlalu merupakan sebuah keharusan karena ujung-ujungnya ke sekolah, pulangnya juga akan menjadi seorang ibu rumah tangga atau akan menjadi istri."

Tak hanya stigma terhadap perempuan, namun pemikiran lain yang kerap jadi rintangan adalah pemahaman bahwa lebih baik langsung bekerja tanpa perlu duduk di bangku sekolah. Padahal, menurut Inja, pendidikan akan membuka peluang dan kesempatan yang lebih luas untuk kebaikan anak-anak di masa depan. 

"Kesempatan untuk mengubah nasib dan kesempatan untuk memperbaiki pendidikan karena jika kita dapat menjadi agen yang membawa perubahan dalam pendidikan, maka itu akan menjadi langkah baik untuk anak-anak di masa depan kita," tambah Inja.  

Baca Juga: Tingkat Pendidikan Indonesia saat Ini Ada di Mana? Cek Peringkatnya!

4. Tujuan pendidikan adalah memanusiakan manusia serta membuka peluang dan kesempatan seluas-luasnya

Maria Regina Jaga, Penggerak Pendidikan Anak Putus Sekolah di NTTMariga Regina, Penggerak Pendidikan Indonesia Timur. (dok.istimewa)

Pendidikan seharusnya dapat menjadi wadah untuk mendorong manusia mencapai potensi terbesar dalam dirinya. Hal ini selaras dengan yang disampaikan oleh Inja saat ditanya pendapatnya mengenai tujuan pendidikan.   

Inja mengutarakan, "Tujuan pendidikan adalah memanusiakan manusia. Kenapa saya bilang seperti itu? Karena kita ini sudah manusia, tetapi semanusia apakah kita untuk memanfaatkan sebaik-baiknya peluang dan kesempatan untuk belajar, sama antara cowok dan cewek, dan membuat orang lain lebih baik dari kita? Dalam artian seperti ini, kecerdasanmu baru terukur apabila kamu mampu mencerdaskan orang lain lebih baik daripada dirimu sendiri."

Hal inilah yang mendorong Inja untuk terus berkontribusi dalam hal pendidikan dan  mencerdaskan lebih banyak anak di Indonesia Timur. Sebab, dalam kesempatan yang sama, Inja turut menyampaikan bahwa dengan pendidikan, akan ada lebih banyak kesempatan dan jalan yang terbuka untuk anak muda. 

5. Pendidikan di Indonesia masih menggunakan standar yang sama, menyulitkan anak daerah untuk memahami konten lokal

Maria Regina Jaga, Penggerak Pendidikan Anak Putus Sekolah di NTTMariga Regina, Penggerak Pendidikan Indonesia Timur. (dok.istimewa)

Indonesia memiliki sistem pendidikan yang sama untuk seluruh daerah meskipun kondisi wilayah, demografi, serta sosial-budayanya berbeda-beda. Hal ini tentu saja menyulitkan anak-anak di luar ibu kota untuk memahami konten dan konteks pendidikan karena kurang relevansi antara bahan ajar dengan kondisi sekitar.

Penerapan pendidikan Indonesia yang masih terfokus kepada daerah tertentu juga menjadi perhatian untuk Inja. "Berdasarkan pengalaman, saya melihat bahwa sejauh ini, implementasi pendidikan di daerah Indonesia Timur dan Indonesia Barat itu masih menggunakan satu standar yang sama, yaitu semua bahan ajar, semua buku pelajaran itu datangnya dari ibu kota. Jadi, semua sistem, semua kurikulum, semua kebijakan, semua buku yang dipakai, semua ujian yang diterapkan itu masih pakai standar ibu kota. Sementara kenyataannya itu tidak cocok untuk di daerah kami karena topografi wilayah, demografi, kultur, itu tidak pas untuk dipakai," ujarnya.

Menelaah dari permasalahan tersebut, Inja berharap anak-anak di daerah, terutama NTT bisa mendapatkan materi pembelajaran dan alat pendukung pembelajaran yang lebih tepat dan kontekstual. Perhatian lebih untuk keragaman daerah di Indonesia sangat diperlukan.

"Solusi yang bisa saya tawarkan, ke depannya biarkanlah daerah mengatur konten pembelajar apa dan isi materi pembelajaran apa yang pas untuk setiap daerah agar mereka tidak mempelajari sesuatu yang sia-sia," tutup Inja dalam wawancaranya bersama IDN Times. 

Inja mungkin hanya satu di antara banyak perempuan yang memiliki kepedulian besar terhadap pendidikan di daerahnya. Semoga kisah Inja bisa terus menginspirasi kita semua dan anak-anak di berbagai daerah di Indonesia. 

Baca Juga: Cerita Safira Amalia, Aktivis Sosial yang Peduli Pendidikan

Topik:

  • Dina Fadillah Salma
  • Febriyanti Revitasari

Berita Terkini Lainnya