Bicara Kesehatan Mental Ibu Bersama Rinda Amalia, Founder 'Teman Ibu'

Seorang perempuan melalui fase yang berat saat menjadi ibu

Kesehatan jiwa seorang ibu selama masa kehamilan hingga pascamelahirkan menjadi hal yang kerap luput dari perhatian. Padahal, perubahan fisik dan hormon yang terjadi pada seorang perempuan di masa kehamilan rentan menyebabkan masalah kesehatan mental. 

Dilansir dari laman Kementrian Kesehatan Direktorat Jendral Pelayanan Kesehatan Republik Indonesia, perempuan hamil menjadi kelompok yang rentan mengalami masalah psikologis. Faktor yang dapat mengganggu kesehatan jiwa ibu hamil di antaranya status sosial ekonomi dan kualitas perkawinan.

Padahal, kesehatan mental seorang ibu sangat penting untuk pertumbuhan bayi dalam kandungannya. Sadar akan banyaknya permasalahan kesehatan mental yang dihadapi perempuan Indonesia ketika hamil, menggugah Rinda Amalia membangun komunitas 'Teman Ibu Indonesia'.

Bagaimana komunitas ini dapat memberi dampak bagi perempuan dan menolong ibu dengan masalah kesehatan jiwa? Melalui wawancara khusus bersama IDN Times, pada Jumat (25/11/22), Rinda menuturkan perjalanan panjangnya membangun Teman Ibu Indonesia. 

1. Fasilitas kesehatan mental di Indonesia masih pincang dan dianggap penyakit orang gila

Bicara Kesehatan Mental Ibu Bersama Rinda Amalia, Founder 'Teman Ibu'Rinda Amalia, pendiri komunitas Teman Ibu Indonesia. (instagram.com/dok.istimewa)

Kesehatan mental di Indonesia masih belum menjadi isu yang ditangani secara matang dan serius. Buktinya, fasilitas kesehatan mental di Indonesia masih kurang memadai, ketersediaannya juga kurang merata, terlebih bagi ibu hamil. 

Hal tersebut sebagaimana yang dirasakan Rinda, "Saya melihat pelayanan kesehatan mental di Indonesia ini masih pincang sebelah, hanya untuk orang-orang berpendidikan dan mampu, itu yang pertama. Yang kedua kita masih menghadapi stigma bahwa mental illness itu bukan penyakit dan penyakitnya orang gila."

Kondisi ini tampak kontras dengan pengalaman Rinda saat melahirkan anaknya di Inggris. Di negara maju tersebut fasilitas kesehatan mental sangat baik dan memadai. Meski demikian, tetap tak bisa menjamin seorang ibu terhindar dari perasaan cemas hingga depresi.

Pengalaman tersebut menyadarkan Rinda akan keadaan perempuan Indonesia yang memerlukan kepedulian lebih selama memasuki perjalanan sebagai seorang ibu. Hal ini menjadi salah satu latar belakang berdirinya komunitas Teman Ibu Indonesia untuk menjadi teman bagi perempuan dari proses kehamilan, pascamelahirkan, hingga membesarkan anak.

2. Permasalahan yang dihadapi oleh perempuan dapat menjadi penumpukan stres hingga mengganggu proses mothering

Bicara Kesehatan Mental Ibu Bersama Rinda Amalia, Founder 'Teman Ibu'Ilustrasi keluarga (IDN Times/Mardya Shakti)

Kondisi lain yang menyengsarakan perempuan Indonesia tatkala menjadi seorang Ibu adalah persepsi peran di kultur patriarki, kondisi sosial, hingga manajemen stres yang kurang efektif. Akibatnya dari penumpukan masalah dan stres ini dapat mengancam nyawa ibu dan anak.

Ditanya mengenai permasalahan yang paling banyak ditemui Rinda pada ibu yang tergabung di komunitasnya, perempuan tersebut menuturkan, "Pertama adalah masalah manajemen emosi, terutama amarah. Ada banyak sekali ibu-ibu ini yang secara tidak sengaja melakukan kekerasan kepada anak."

Terkadang, seorang ibu yang menyakiti anak mereka menyadari bahwa perbuatan tersebut salah, namun sulit untuk mengontrol emosi. Permasalahan semakin pelik ketika suami, sebagai pihak terdekat tidak dapat menjadi mitra yang memberi dukungan. 

"Kemudian yang kedua itu sama suami, karena patriarki ini tadi, akhirnya susah berkomunikasi dengan suami. Ketika susah berkomuniaksi dengan suami, otomatis beban stres menjadi tidak terbagi," lanjut Rinda.

Masalah terakhir yang kerap ditemukan Rinda adalah ketidakamanan sosial. Misalnya hubungan dengan ibu mertua yang kurang baik, kondisi finansial yang tidak mendukung, dan lain-lain.

3. Kedekatan ibu dan anak dipercaya dapat menurunkan angka kriminalitas yang terjadi di masyarakat

Bicara Kesehatan Mental Ibu Bersama Rinda Amalia, Founder 'Teman Ibu'Ilustrasi keluarga (pexels.com/@august-de-richelieu)

Menjadi seorang ibu bukanlah fase yang mudah dilalui untuk seorang perempuan. Secara fisik maupun mental, pengalaman pertama dan seumur hidup ini memiliki tantangan sendiri.

"Teman ibu Indonesia itu adalah komunitas. Jadi dia lebih ke komunitas dan juga usaha sosial yang tujuannya berharap agar mampu membantu ibu melewati fase-fase terberat menjadi ibu," kata Rinda. 

Adapun tujuan dari komunitas Teman Ibu Indonesia dijelaskan Rinda, "Jadi komunitas kita, komunitas Teman Ibu Indonesia, berfokus untuk mengembalikan ibu mengenali dirinya sendiri agar mampu melakukan kegiatan mothering lebih baik lagi."

Sebagai orang dengan latar belakang pendidikan di bidang hukum, Rinda menyadari tingginya angka kriminalitas yang terjadi di masyarakat memiliki koneksivitas dengan hubungan orangtua dan anak. Rinda sebagai mental health practicioner turut menjelaskan, semakin lekat hubungan orangtua dan anak, perasaan bahagia akan berjalan selaras sehingga minim tindakan kriminal. 

Dari latar belakang tersebut, Rinda merumuskan tujuan besar komunitas yang dibangunnya, "Saya berharap ketika ibu ini mampu melakukan kegiatan mothering dengan baik karena sudah menemukan nilai diri tadi, kami berharap agar generasi ke depan itu menjadi lebih baik lagi."

dm-player

Baca Juga: Kisah Inspiratif Fery Farhati Selama Jadi Istri Gubernur DKI Jakarta

4. Teman Ibu Indonesia hadir menjadi kawan dalam perjalanan keibuan seorang perempaun

Bicara Kesehatan Mental Ibu Bersama Rinda Amalia, Founder 'Teman Ibu'Ilustrasi pasangan suami istri dengan kondisi istri sedang hamil. (Unsplash.com/johnlooy)

Permasalahan yang dihadapi perempuan selama perjalannnya menjadi ibu dapat menggangu proses mothering. Kendala seperti mother mental illness, hingga gambaran sosok ibu yang sempurna kerap dihadapi perempuan. 

Melihat keadaan tersebut, Teman Ibu Indonesia berusaha mengambil peran menjadi teman bagi ibu untuk mengenali dan mengembangkan diri. Melalui komunitas ini, para ibu diharapkan tidak merasa kesepian dan sendiri. 

"Jadi kita mau menemani ibu-ibu untuk dalam proses keibuannya untuk mencari nilai dirinya. Baik dalam bentuk psikoedukasi, kemudian mendampingi ibu-ibu, menemani ibu-ibu, jadi kita juga ada grup konseling yang menceritakan tentang permasalahan sehari-hari. Kemudian yang terakhir itu ya pemberdayaan ibu. Bahwa kita menjadi ibu bukan berarti impian kita berhenti, tapi kita hanya dalam proses penyesuaian tentang diri kita yang baru, dengan diri kita yang lama," jelas Rinda.

5. Gambaran sosok ibu yang sempurna menjadi kehawatiran tersendiri untuk perempuan

Bicara Kesehatan Mental Ibu Bersama Rinda Amalia, Founder 'Teman Ibu'Ilustrasi keluarga bermain di luar rumah. (pexels.com/panditwiguna)

Derasnya arus informasi banyak memberi pengaruh terhadap gambaran ibu yang sempurna bagi perempuan. Dorongan untuk membesarkan anak tanpa kesalahan, persaingan gaya parenting yang terbaik di media sosial, cara-cara mendidik anak menjadi super kid membuat perempuan malah merasa khawatir mengalami kegagalan ketika menjadi seorang ibu. 

"Kita terpaku dengan mother image yang sempurna," jawab Rinda ketika ditanya apa tantangan menjadi perempuan di era sekarang ini.

Melalui komunitas Teman Ibu Indonesia, Rinda mendorong perempuan tidak khawatir berlebihan untuk melangkah menjadi seorang ibu. Sebab, perasaan takut ini akan mengganggu proses mothering yang turut berdampak pada anak.

Hal inilah yang menggerakkan Rinda untuk membersamai perempuan melalui proses keibuan sebagaimana yang ia jelaskan, "Kita harus menunjukkan bahwa menjadi ibu ini apa adanya, semampunya, karena pada dasarnya, setelah saya mempelajari lebih jauh lagi, Tuhan, ini sudah memberi kita naluri keibuan yang luar biasa."

Pemahaman tersebut diharapkan membantu mengurangi beban pikiran agar memudahkan proses bonding dengan anak. Rinda berharap seorang ibu lebih mengenali dirinya, mencintai dirinya untuk kemudian dapat mencintai anak dan keluarganya.

"Karena tingkat stres ibu tinggi, akhirnya mothering-nya yang stressful hanya berharap hasil, bukan ke prosesnya. Jadi itulah yang membuat saya berpikir paling tidak komunitas ini dapat memberi tahukan bahwa tidak usah terlalu berlebihan menjadi ibu. Yang penting kamu mencintai dirimu, mencintai anakmu, mencintai keluargamu, nanti selanjutnya biarlah anak yang bertugas untuk mengisi dirinya sendiri," kata Rinda. 

Beberapa hal tersebut diterapkan Rinda dalam komunitasnya, "Jadi cara saya mendorong mereka (ibu yang tergabung dalam komunitas_red), memberi masukan ke mereka, ‘you know you better’, jadi ketahui dirimu dulu, kenali dirimu dulu, pahami dirimu dulu. Apa keinginanmu, apa ekspektasimu, kemudian seberapa mampunya kamu."

6. Hal terpenting bukan menjadi sempurna, melainkan memenuhi kebutuhan cinta anak dalam keluarga

Bicara Kesehatan Mental Ibu Bersama Rinda Amalia, Founder 'Teman Ibu'ilustrasi makan bersama keluarga (pexels.com/Nicole Michalou)

Perempuan tak perlu merasa takut menjadi orangtua. Daripada berfokus untuk menjadi sosok yang sempurna bagi anak-anak, ibu bisa berfokus untuk memberikan pendampingan dan memastikan kebutuhan cinta anak terpenuhi.

"Jika menginginkan untuk menikah dan punya anak, maka langkah terbaik yang harus dilakukan adalah healing dulu. Karena setelah melahirkan, setelah hamil, aku akan kembali ke dunia yang lama, gak bisa. Ibu itu adalah gelar yang kamu bawa seumur hidup, jadi pada saat kamu hamil, lebih baik kamu healing dulu," tegas Rinda.

Healing atau penyembuhan yang dimaksud adalah memahami apa permasalahan yang belum selesai di masa lalu. Kemudian, menyelesaikan hubungan dengan orangtua, hingga trauma di masa lalu.

Sehingga ketika menjadi ibu, seorang perempuan dapat menyadari bahwa tidak ada ibu terbaik di dunia ini. Yang lebih penting adalah seorang ibu tahu caranya untuk jadi orangtua dengan versi terbaik dirinya sendiri untuk anak-anaknya. 

Sebab, ketika tumbuh dewasa orangtua tak akan bisa selalu menjaga anaknya dari berbagai permasalahan eksternal. Oleh karenanya, hal yang bisa dilakukan adalah menyiapkan mental tahan banting bagi anak.

"Bagaimana untuk kita minim trauma adalah resilience atau daya tahan anak. Daya tahan anak terhadap stres. Kemampuan dia untuk kembali lagi. Jadi menjadikan kejadian traumatis tadi adalah sesuatu momentum balik itu yang paling penting. Dan dasarnya itu semua adalah cinta, kasih, dan kepercayaan," ujar Rinda saat ditanya bagaimana membesarkan anak dengan minim trauma keluarga.

Banyak permasalahan yang dihadapi perempuan saat memilih peran sebagai ibu. Perubahan hormon dan kondisi fisik mungkin saja memengaruhi kesehatan mentalnya. Semoga artikel ini dapat membantu ibu untuk melalui masa sulitnya, ya! Semangat buat para ibu di mana pun kalian berada. Ingat bahwa kamu adalah sosok yang hebat.

Baca Juga: Kisah Inspiratif Nadya Karina, Creative Director Brand Fashion Kami.

Topik:

  • Dina Fadillah Salma
  • Pinka Wima

Berita Terkini Lainnya