7 Ceramah Akhir Ramadan, Kupas Tuntas Keistimewaan Lailatul Qadar!

Yuk, kejar malam yang lebih baik dari 1000 bulan ini

Ramadan memang menjadi momen penting yang selalu dinanti-nanti oleh seluruh umat Islam. Oleh karena itu, jangan heran kalau di bulan ini umat Islam akan berlomba-lomba untuk meningkatkan ibadahnya.

Salah satu ibadah ringan yang bisa kita lakukan adalah mendengarkan ceramah akhir Ramadan. Tidak hanya mendapat pahala, kamu juga akan lebih bersemangat untuk mengejar keutamaan-keutamaan di bulan Ramadan. Yuk, langsung aja tingkatkan imanmu dengan menyimak beberapa ceramah akhir Ramadan berikut ini!

1. Ceramah akhir Ramadan tentang keutamaan malam Lailatul Qadar

7 Ceramah Akhir Ramadan, Kupas Tuntas Keistimewaan Lailatul Qadar!Ilustrasi iktikaf (pexels.com/Alena Darmel)

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Alhamdulillaahi robbil 'aalamiin, wabihi nasta'inu 'alaa umuriddunya waddiin. Wassholatu wassalamu 'alaa asyrofil mursaliin, wa 'alaa aalihi wa sohbihi ajma'iin. Amma ba'du.

Segala puji bagi Tuhan semesta alam. Kepada-Nya kami memohon pertolongan dalam urusan dunia dan agama. Shalawat dan salam atas nabi dan rasul yang paling mulia, dan atas keluarganya serta para sahabatnya seluruhnya.

Hadirin para kaum muslimin dan muslimat yang insya Allah dirahmati oleh Allah, alhamdulillah atas segala nikmat yang telah Allah karuniakan untuk kita bertemu lagi dengan bulan suci Ramadhan ini.

Hadirin rahimakumullahm,

Salah satu keistimewaannya bulan Ramadhan ini adalah adanya malam Lailatul Qadar. Malam Lailatul Qadar ini akan turun pada tanggal-tanggal ganjil pada 10 hari terakhir Ramadhan.

Terdapat beberapa keistimewaan yang bisa kita manfaatkan untuk meningkatkan amalan kita di bulan Ramadhan pada saat datangnya malam Lailatul Qadar.

Hadirin yang dirahmati Allah,

Keistimewaan malam Lailatul Qadar yang pertama yaitu malam tersebut lebih baik dari 1000 bulan. Sebagaimana firman Allah dalam Surat Al Qadr ayat 3, "Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan." Syekh Abdul Halim Mahmud dalam Syahr Ramadhan menghitung seribu bulan setara dengan 83 tahun 4 bulan.

Hadirin yang dimuliakan Allah,

Keistimewaan malam Lailatul Qadar yang kedua adalah diampuninya dosa-dosa. Hal tersebut sebagaimana dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA. Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni," (HR Bukhari).

Hadirin yang dicintai Allah,

Keistimewaan malam Lailatul Qadar yang ketiga adalah malam yang penuh berkah. Sebagaimana Allah berfirman dalam Surat Ad Dukhan ayat 3: "Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi."

Oleh karena itu jangan sampai kita menyia-nyiakan malam pernuh berkah tanpa dihidupkannya malam itu dengan berdoa, salat, bersitigfar, bersholawat, serta amalan lainnya.

Hadirin rahimakumullah,

Itulah ceramah singkat yang bisa saya sampaikan tentang " Keistimewaan Malam Lailatul Qadar." Semoga kita bisa menjadi golongan-golongan yang merasakan keistimewaan malam Lailatul Qadar. Wabillahi taufik wal hidayah, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

 

2. Ceramah akhir Ramadan tentang meningkatkan ibadah di 10 hari terakhir Ramadan

7 Ceramah Akhir Ramadan, Kupas Tuntas Keistimewaan Lailatul Qadar!ilustrasi sholat jamaah bareng keluarga (pexels.com/Alena Darmel)

Innal hamda lillahi nahmaduhu wa nasta'inuhu wa nastaghfiruhu wa na'udhu billahi min shururi anfusina wa sayyi'ati a'malina. Man yahdihillahu falaa mudillalaahu wa man yudlil falaa haadiya lah. Wa ashadu anna ilaaha illallah, wahdahu laa shareeka lah, wa ashadu anna Muhammadan 'abduhu wa rasuluhu, salla Allahu 'alayhi wa 'alaa aalihi wa ashabihi wa man tabi'ah bi ihsanin ila yawmiddin. Allahumma 'allimna ma yanfa'una wa anfa'na bi ma 'allamtana wa zidna 'ilma wa arina al-haqq haqqan wa rzuqna ittiba'ahu wa arina al-batila batilan wa rzuqna ijtinabahu.

Amma ba’du ... Ma’asyiral Muslimin, jemaah yang dirahmati Allah,

Pada khotbah Jumat kali ini, kami wasiatkan pada diri kami pribadi dan jemaah sekalian untuk senantiasa memegang teguh keimanan dan ketakwaan sampai akhir hayat. Iman dan ketakwaan merupakan modal bagi kita menggapai rida Allah untuk kebaikan hidup di dunia dan akhirat.

Segala puji dan syukur mari senantiasa kita panjatkan hanya untuk Allah SWT, Tuhan semesta alam yang paling berhak diibadahi. Dari Allah, kita semua mendapatkan limpahan nikmat dan rezeki dengan segala bentuknya. Mulai dari nikmat iman, Islam, kesehatan, hingga kesempatan untuk bertemu dan beribadah di bulan Ramadan.

Atas izin Allah, kita sekarang telah memasuki 10 hari terakhir di bulan Ramadan. Artinya, kita sedang berada di waktu utama bulan penuh berkah tersebut. Di waktu inilah waktunya kita untuk semakin menunjukkan ketaatan kita melalui berbagai ibadah.

Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan penjelasan dan teladan tentang cara memperlakukan akhir Ramadan. Beliau sangat bersungguh-sungguh di 10 hari terakhir Ramadan sebagaimana diceritakan oleh Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu 'anha:

"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, apabila memasuki sepuluh hari (yang terakhir di bulan Ramadan), beliau menghidupkan malam, membangunkan keluarganya, dan mengencangkan kainnya.” (HR. Bukhari no. 2024 dan Muslim no. 1174)

Menurut Imam An Nawawi dalam kitab Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, kata 'mengencangkan kain' pada hadis tersebut terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian ulama memaknainya dengan sikap bersungguh-sungguh dalam beribadah termasuk meningkatkan kualitas dan kuantitasnya. Lalu, sebagian ulama lain mengartikannya dengan bersegera dalam beribadah. Ada pula yang memaknainya dengan menjauhi istri-istri beliau demi menyibukkan diri dalam beribadah.

"Nabi Muhammad menaruh perhatian lebih pada 10 hari terakhir Ramadan. Bahkan, kesungguhan Rasulullah dalam beribadah di waktu tersebut melebihi hari-hari lain. Hal tersebut dikabarkan dalam sebuah hadis berikut: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya,” (HR. Muslim no. 1175).

Ma’asyiral Muslimin, jemaah yang dirahmati Allah

Salah satu keutamaan 10 hari terakhir Ramadan adalah datangnya satu malam yang dikenal dengan Lailatul Qadar. Datangnya Lailatul Qadar tidak dapat ditentukan waktunya oleh manusia dan hanya Allah yang mengetahui. Malam tersebut dapat dicari di akhir Ramadan terutama pada malam tanggal ganjil dalam kalender kamariah.

Rasulullah hanya memberikan isyarat mengenai datangnya malam penuh kemuliaan itu di malam ganjil 10 hari terakhir Ramadan. Peluang hadirnya Lailatul Qadar ada di malam 21, 23, 25, 27, atau 29 Ramadan. Hal ini sebagaimana sabda beliau: “Carilah Lailatul Qadar pada sepuluh hari terakhir Ramadhan, carilah pada malam-malam ganjil,” (HR. Bukhari no. 2027 dan Muslim no. 1167).

Oleh sebab itu, kaum muslim sebaiknya memperbanyak amal ibadah, terutama sepanjang malam 10 hari terakhir Ramadan. Tidak ada yang mengetahui kepastian hadirnya. Namun, bersiaga dengan memaksimalkan ibadah setiap hari akan membantu mendapatkan kemuliaan malam tersebut.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Lailatul Qadar saat datang, akan berlangsung dari tenggelamnya matahari sampai terbitnya fajar subuh. Allah telah berfirman mengenai berlangsungnya malam tersebut melalui surah Al-Qadr.

“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Rabbnya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” Ada berbagai cara untuk menghidupkan Lailatul Qadar. Imam Syafi'i dalam kitab Al Umm menukil informasi dari sekelompok ulama Madinah dan dinukil hingga sampai Ibnu Abbas, dikatakan:

“Menghidupkan Lailatul Qadar bisa dengan melaksanakan shalat Isya’ berjemaah dan bertekad untuk melaksanakan shalat Shubuh secara berjemaah.”

Imam Malik dalam Al Muwatha' menyebutkan Ibnul Musyyib berkata, "Siapa yang menghadiri shalat berjemaah pada malam Lailatul Qadar, maka ia telah mengambil bagian dari menghidupkan malam Lailatul Qadar tersebut.”

Riwayat yang disampaikan Imam Syafi'i, Imam Malik, dan para ulama lain tersebut sejalan dengan hadis dari Utsman bin Affa radhiyallahu 'anhu. Dirinya mengatakan bahwa Rasulullah bersabda:

“Siapa yang menghadiri shalat ‘Isya berjemaah, maka baginya pahala shalat separuh malam. Siapa yang melaksanakan shalat ‘Isya dan Shubuh berjemaah, maka baginya pahala shalat semalam penuh.” (HR. Muslim no. 656 dan Tirmidzi no. 221)

Di samping memuliakan Lailatul Qadar dengan salat berjemaah, kaum muslimin juga dapat melakukan amalan lain. Misalnya, memperbanyak membaca Al Quran, zikir, bersedekah, serta berdoa. Ada doa khusus yang diajarkan Rasulullah saat Lailatul Qadar datang yaitu:

Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu’anni yang artinya, "ya Allah, Engkau Maha Memberikan Maaf dan Engkau suka memberikan maaf— menghapus kesalahan, karenanya maafkanlah aku — hapuslah dosa-dosaku."

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Jangan sia-siakan 10 hari terakhir Ramadan. Isi setiap hari dan malamnya dengan berbagai amal ibadah. Siapa tahu di antara hari tersebut, kita dipertemukan dengan Lailatul Qadar.

Malam tersebut lebih mulia dibanding hari-hari lain bahkan nilai keutamaannya lebih baik daripada 1.000 bulan. Orang-orang yang menghidupkan malam qadar dengan ibadah karena iman dan mencari ridha Allah, dijanjikan untuk mendapatkan ampunan dari dosa yang pernah diperbuat. Rasulullah bersabda:

"Barangsiapa yang menghidupkan Lailatul Qadar (dengan shalat dan berbagai ibadah) dengan dilandasi keimanan dan niat semata mengharap ridha Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya yang yang telah lalu," (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Semoga Allah mempertemukan kita dengan Lailatul Qadar, lalu mengampuni dan memberikan kita berbagai keutamaan di dalamnya. Mari kita perbanyak amal ibadah di 10 hari terakhir Ramadan.

Akuulu qawlii haadzaa wa astaghfiru Allah lii wa lakum wa li saa'iril muslimiin, innahu huwas samii'u al-aliim.

3. Ceramah akhir Ramadan tentang pentingnya mengejar akhirat daripada dunia

7 Ceramah Akhir Ramadan, Kupas Tuntas Keistimewaan Lailatul Qadar!Ilustrasi mengaji (pexels.com/Thirdman)

Assalamu'alaikum Wr.Wb

Hadirin rohimakumulloh

Waktu adalah sebuah anugerah. Manusia menerima kesempatan di dunia untuk mencapai tujuan-tujuan akhirat. Sebagaimana Islam ajarkan bahwa kehidupan dunia adalah ladang yang mesti digarap serius untuk masa panen di akhirat kelak. Karena itu sifat waktu dunia adalah sementara, sedangkan sifat waktu di akhirat adalah kekal abadi.

Islam mengutamakan kehidupan akhirat di atas kehidupan dunia. Dua kehidupan tersebut dikontraskan sebagai dua jenis waktu yang sejati dan tidak sejati. Al-Qur’an melukiskan kehidupan dunia dengan istilah “tempat permainan” belaka.

Wa mā hāżihil-ḥayātud-dun-yā illā lahwuw wa la'ib, wa innad-dāral-ākhirata lahiyal-ḥayawān, lau kānụ ya'lamụn

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui,” (QS al-Ankabut: 64)

Kalimat “kehidupan dunia ini merupakan senda gurau dan main-main” bukan berarti kita dianjurkan untuk berbuat seenaknya di dunia ini layaknya sebuah permainan. Redaksi tersebut dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa kehidupan dunia ini tidak sejati, tidak kekal, dan penuh dengan tipuan. Karena itu, maknanya justru seseorang harus lebih banyak mencurahkan perhatian kepada kehidupan akhirat.

Lantas apa yang harus dilakukan agar kesempatan hidup di dunia berkualitas? Al-Qur’an telah memberikan garis bahwa tujuan diciptakannya manusia adalah untuk mengabdi secara total kepada Allah.

Wa mā khalaqtul-jinna wal-insa illā liya'budụn

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku,” (QS. Adz-Dzariyat: 56).

Allah tidak menciptakan jin dan manusia untuk suatu manfaat yang kembali kepada Allah. Mereka diciptakan untuk beribadah kepada-Nya. Dan ibadah itu sangat bermanfaat untuk diri mereka sendiri. Pengertian ibadah itu pun sangat luas, tak sekadar ritual kepada Allah (seperti shalat, puasa, haji, atau sejenisnya) melainkan meliputi pula kebaikan-kebaikan yang membawa kemaslahatan bagi orang lain.

Memanfaatkan umur di dunia ini menjadi sangat penting karena waktu terus berjalan, dan tak akan bisa terulang kembali. Manusia dituntut untuk memaksimalkan waktu atau kesempatan yang diberikan untuk perbuatan-perbuatan bermutu, sehingga tak menyesal di kehidupan kelak. Orang-orang yang menyesal di akhirat digambarkan oleh Al-Qur’an merengek-rengek minta kembali agar bisa memperbaiki perilakunya.

hattā iżā jā`a aḥadahumul-mautu qāla rabbirji'ụn, la'allī a'malu ṣāliḥan fīmā taraktu kallā, innahā kalimatun huwa qā`iluhā, wa miw warā`ihim barzakhun ilā yaumi yub'aṡụn

“Demikianlah keadaan orang-orang yang durhaka itu) hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan,” (QS. Al-Mu’minun: 99-100).

Hadirin rohimakumulloh,

Imam Al-Ghazali mengatakan, ketika seseorang disibukkan dengan hal-hal yang tidak bermanfaat dalam kehidupannya di dunia, maka sesungguhnya ia sedang menghampiri suatu kerugian yang besar. Sebagaimana yang ia nyatakan dengan mengutip hadis dalam kitab Ayyuhal Walad,

"Pertanda bahwa Allah ta'ala sedang berpaling dari hamba adalah disibukkannya hamba tersebut dengan hal-hal yang tak berfaedah. Dan satu saat saja yang seseorang menghabiskannya tanpa ibadah, maka sudah pantas ia menerima kerugian berkepanjangan.”

Dari penjelasan ini, kita patut memikirkan ulang tentang hakikat kebahagiaan dunia yang semestinya diarahkan kepada rasa syukur terhadap masih tersisanya usia. Sisa usia itu merupakan kesempatan untuk menambal kekurangan, memperbaiki yang belum sempurna, dari perilaku hidup kita di dunia. Dengan kebahagiaan dunia lebih tepat menjadi momen muhasabah (introspeksi) dan ishlah (perbaikan).

Sebuah kata-kata Syekh Ahmad ibn Atha'illah as-Sakandari dalam al-Hikam ini patut menjadi renungan, "kadang umur berlangsung panjang namun manfaat kurang. Kadang pula umur berlangsung pendek namun manfaat melimpah."

Semoga kita menjadi pribadi orang-orang yang mampu menunaikan sisa usia kita dengan sebijak-bijaknya, dan terhindar dari perbuatan dan perkataan yang sia-sia. Amiin. Wallahu a’lam bisshawâb.

Wassalamu'alaikum Wr.Wb.

4. Ceramah akhir Ramadan tentang cara mendapatkan rida Allah SWT

7 Ceramah Akhir Ramadan, Kupas Tuntas Keistimewaan Lailatul Qadar!ilustrasi berdoa (pexels.com/Anna Tarazevich)

Assalamu'alaikum Wr.Wb

Hadirin rohimakumulloh,

Rida berasal dari bahasa arab yang secara etimologi terbentuk dari kata-kata rhadiya-yardhaa,  yang kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia, yang biasa kita padankan dengan kata ikhlas atau puas menerima ataupun telah merestui sesuatu bagaimanapun keadaannya. Di antara asma’ul husna (nama-nama Allah yang indah) kita mengenal, Ar-Ridhwan, yang artinya, yang Maha Meridai.

dm-player

Rida Allah adalah kunci serta penghias surga. Ketika surga bisa di raih itulah kemenangan yang agung karena untuk mendapatkan keridaan Allah itu memerlukan perjuangan yang panjang melawan dorongan-dorongan yang buruk harus di kalahkan.

Ini cara untuk mendapatkan rida Allah:

1. Jagalah dan rawat kesucian aqidah/tauhid/keimanan

Di dalam sholat kita sering mengulang-ngulang surat Al Fatihah, salah satunya ayat kelima yang berbunyi,

 Iyyāka na'budu wa iyyāka nasta'īn

Artinya: "Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan."

Itu adalah janji kita kepada Allah, Allah itu rida kepada orang-orang yang hanya menghamba kepada-NYA. Dalam kehidupan pasti setiap orang mempunyai masalah baik kelebihan ataupun kondisi kekurangan. Maka orang-orang yang senantiasa menjaga aqidahnya pasti akan mengadukan semua itu hanya kepada Allah tidak kepada selain-NYA.

2. Menjadi penolong agama Allah.

Dengan mempelajari Al-Qur’an, menyeru manusia kejalan kabaikan itu adalah contoh diantaranya menolong agama Allah sesuai dengan kapasitasnya masing-masing.

3. Bersungguh-sungguh dan ikhlas dalam beramal

Didalam Surah Al-Bayyinah ayat 5 disebutkan bahwa

Wa mā umirū illā liya'budullāha mukhliṣīna lahud-dīna ḥunafā`a wa yuqīmuṣ-ṣalāta wa yu`tuz-zakāta wa żālika dīnul-qayyimah

Artinya: "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus."

Kita harus ikhlas dalam menaati perintah Allah dengan menjalankan perintah-perintah Allah, seperti : melaksanakan sholat, menunaikan zakat serta jalan yang lurus artinya jauh dari kesyirikkan dan kesesatan.

Dalam kehidupan keseharian kita, sebagai orang tua wajib mendidik keluarga dengan sungguh-sungguh dengan cara yang terbaik. Dan ini merupakan bagian dari ketaatan kepada Allah.

4. Kendalikan hawa nafsu

Dalam diri manusia ada dua dorongan nafsu yang saling tarik menarik dari awal hidup sampai dengan kita mati. Yaitu dorongan nafsu baik dan nafsu buruk. Jika kita ingin mendapatkan rida Allah, maka kita harus berjuang untuk mengendalikan nafsu buruk yang telah melekat pada diri kita.

Wa ammā man khāfa maqāma rabbihī wa nahan-nafsa 'anil-hawā, Fa innal-jannata hiyal-ma`wā

"Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya)," (QS. An-Naz’iat: 40-41).

Wassalamu'alaikum Wr.Wb.

Baca Juga: 5 Ceramah Singkat tentang Sabar

5. Ceramah akhir Ramadan tentang menghitung-hitung amalan baik yang sudah dikerjakan

7 Ceramah Akhir Ramadan, Kupas Tuntas Keistimewaan Lailatul Qadar!ilustrasi sedekah (pexels.com/timur weber)

Hadirin Rahimakumullah,

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kami dan kejelekan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang diberikan petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang (dapat) menyesatkannya. Dan siapa yang (Allah) sesatkan, maka tidak ada yang (dapat) memberikan petunjuk kepadanya. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan (yang berhak untuk disembah) selain Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad saw adalah hamba dan utusan-Nya.

Hadirin rohimakumulloh

Menghitung-hitung amalan mungkin bagi sebagian orang adalah hal yang tak perlu dilakukan namun bagi sebagian yang lain hal ini sudah menjadi sebuah kebiasaan. Dan itu nyata, ada disekitar kita. Entah sadar ataupun tidak.

Tak jarang terbesit dari dalam hati kita “hari ini saya telah melakukan banyak ibadah, pasti pahala saya banyak” atau “setiap hari saya beribadah, tidak mungkinlah aku memiliki dosa” atau mungkin sering juga kita membanding-bandingkan pahala kita dengan orang lain “pahalaku pastilah lebih banyak dari si Fulan”. Jika ini ada pada diri kita, beristighfarlah, kita perlu bermuhasabah!

Menghitung-hitung amalan dapat melalaikan seseorang dari mengingat dosa. Imam Al-Ghazali pernah mengingatkan “meremehkan dosa dan terlalu percaya diri dengan amal perbuatan adalah sangat berbahaya, orang yang sibuk menghitung-hitung amalan akan lupa pada banyaknya dosa”. Jika seseorang telah melupakan dosanya maka akan sedikit sekali kalimat istighfar keluar dari ucapan orang tersebut.

Kebiasaan menghitung amalan juga akan menimbulkan rasa berbangga diri yang kemudian akan bermuara pada sikap riya’ dan sum’ah. Tentu sikap ini sangat merugikan karena berakibat pada dihapuskannya pahala amalan yang telah kita lakukan. Disebutkan dalam Al-Qur’an:

Fa wailul lil-muṣallīn, Allażīna hum 'an ṣalātihim sāhụn, Allażīna hum yurā`ụn, Wa yamna'ụnal-mā'ụn

“Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya’ dan mencegah (menolong dengan) barang berguna,” (QS: Al-Maun 4-7).

Perlu digaris bawahi bahwa ganjaran dari amalan yang kita lakukan merupakan hak perogeratif dari Allah SWT. Pernah suatu ketika dua orang sahabat berselisih pendapat saat berada dalam sebuah perjalanan.

Apakah shalat harus didirikan ulang jika sebelumnya tak didapati air untuk berwudhu lalu digantikan dengan tayammum, akan tetapi setelah beberapa saat melanjutkan perjalanan setelah shalat, didapati sumber air yang cukup untuk berwudhu. Salah seorang diantara mereka berpendapat harus didirikan ulang, dan seorang yang lain berpendapat tidak perlu.

Permasalahan yang dihadapi oleh sahabat diatas kemudian diajukan kepada Rasulullah SAW, beliau kemudian bersabda kepada sahabat yang setuju mendirikan ulang shalat dengan jawaban laka ajrani (bagimu dua pahala) dan ashobtassunnah (kamu telah memenuhi sunnah) kepada sahabat yang tak mengulang shalatnya.

Ini menunjukkan bahwa tidak ada yang tahu pasti sebesar apa wujud pahala yang Allah ganjarkan kepada kita. Tak ada yang menjamin dua pahala lebih banyak dari pahala ashobtassunnah tadi.

Adapun Allah SWT memerintahkan manusia untuk melakukan ahsanu amala (amal yang terbaik) bukan aktsaru amala (amal yang terbanyak). Sebagaimana Allah berfirman,

Allażī khalaqal-mauta wal-ḥayāta liyabluwakum ayyukum aḥsanu 'amalā, wa huwal-'azīzul-gafụr

“yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya, dan Dia Maha Perkasa, Maha Pengampun,” (QS. Al-Mulk: 2).

Ayat diatas dengan sangat jelas dan tersurat menyebutkan bahwa yang diinginkan oleh Allah adalah amalan yang terbaik bukanlah amalan yang terbanyak. Namun untuk mencapai amalan yang terbaik, maka kita harus senantiasa beramal baik karena kita tak pernah tau dimana dan kapan amalan kita terhitung sebagai amalan terbaik disisiNya.

Sebagaimana dalam teori peluang, semakin banyak berluang maka semakin besar juga peluang yang ada. Begitu pun dengan konsep ahsanu amala. Lantas apakah kita akan tetap menghitung-hitung amalan yang telah kita lakukan?

Di awal bulan ini marilah kita senantiasa melakukan amal shaleh dimana kita berharap ganjaran yang diberikan Allah pada bulan ini di lipat gandakan.  Tentu dengan tidak menghitung-hitung amalan karena sebagaimana teori dalam matematika nol dikalikan dengan berapapun akan sama dengan nol, sebesar apapun kelipatan ganjaran yang Allah berikan akan sama dengan nol jika yang akan dilipat gandakan (pahala yang dihapus karena riya’ dan sum’ah) adalah nol.

Mudah-mudahan Allah memberikan hidayah (petunjuk) kepada kita dan kepada kalian semua. Dan semoga keselamatan. kesejahteraan serta keberkahan tetap tercurahkan kepada kita semua.

Wassalamu'alaikum Wr.Wb.

6. Ceramah akhir Ramadan tentang hakikat ketakwaan dalam bahasa Sunda

7 Ceramah Akhir Ramadan, Kupas Tuntas Keistimewaan Lailatul Qadar!ilustrasi berdoa (pexels.com/Alena Darmel)

Assalamu'alaikum Wr.Wb.                                      

Saba’da manjatkeun puji syukur ka hadirot Alloh Swt sareng solawat miwah salam pikeun Kangjeng Nabi Muhammad SAW katut ka kulawarga, para sohabat sareng sakumna umat anu satia ka Anjeuna; mangga urang sami-sami ngantebkeun katakwaan ka Alloh Swt mangrupa sarat mutlak pikeun ngahontal kamulyaan sareng kabagjaan di sisi Mantena.

Supados darajat taqwa urang tiap waktos langkung ningkat, mangka urang kedah faham kana hakekat tina taqwa eta. Dina buku Ahlur Rahmah, karangan Syekh Thaha Abdullah al-Afifi, didinya anjeuna nguningakeun kasauran sala sawios shahabat Rasulullah SAW nyaeta Ali bin Abi Thalib karomallahu wajhah, ngeunaan hakekat taqwa, nyaeta :                  

الْخَوْفُ مِنَ الْجَلِيْلِ وَالْعَمَلُ بِالتَّنْزِيْلِ وَاْلإِسْتِعْدَادُ لِيَوْمِ الرَّحِيْلِ وَالرِّضَا بِالْقَلِيْلِ

“Sieun ku Allah anu Maha Mulya, ngamalkaeun naon wae anu aya dina al-Qur’an, nyiapkeun diri/bebekelan pikeun poe ahir, sareng ridho ku kahirupan anu saayana”.

Tina babasan di luhur, aya 4 hakekat taqwa anu kedah aya dina diri urang sadayana, sareng ieu teh janten hiji alat kangge menteun, naha ibadah  urang sukses atanapi henteu.

Kahiji, Sieun ku Allah. Salah sawios sikep anu kedah ku urang kapimilik teh nyaeta, rasa sieun ku Allah SWT. Sieun ku Allah benten sareng sieun urang ku sato anu galak atanapi jalma anu galak, anu ngajadikeun sabab urang kedah ngajauhanana. Tapi sieun ku Allah SWT mah nyaeta urang sieun ku siksa-Na, sahingga perkara-perkara anu matak ngondang kana siksa tur adzab-Na ku urang ditebihan. Sedengkeun Allah SWT mah ku urang kedah dicaketan. Nya ieu anu disebat Taqarrub Ilallah (nyaketkeun diri ka Allah SWT). Ibadah sholat,shaum sareng nu sanesna parantos ngadidik ka urang sadayana supados janten jalmi anu sieun ku Allah SWT. Nanging salaku manusa anu teu pernah luput tina dosa sareng hilap, tangtosna oge urang kantos tisoledat kana jalan anu lepat, upami dosa eta hubunganana sareng Allah SWT, mangka urang kedah enggal-enggal nyuhunkeun pangampura ka Mantenna, sakumaha pidawuh-Na dina QS. Ali-Imran ayat 133,

Wa sāri'ū ilā magfiratim mir rabbikum wa jannatin 'arḍuhas-samāwātu wal-arḍu u'iddat lil-muttaqīn

Artinya: "Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa," (QS. Ali-Imran: 133).

Nanging upami kalepatan atanapi dosa eta aya pakuat-pakaitna sareng papada manusa, mangka urang kedah nyuhunkeun dihapunteun ka jalmana. Angot dina dinten anu mulya ieu mah, waktosna urang sadayana silih lubarkeun dosa sareng hilap. Sakumaha cariosan Nabi Musa As,

“Nun Gusti, saha jalma anu paling mulya disisi Gusti ? pidawuh Allah,  jalma anu sok gede hampura”.                           

Hadirin anu mulya,

Hakekat taqwa anu kadua, saur Ali bin Abi Thalib, nyaeta “ngamalkeun naon wae anu aya dina al-Qur’an”. Al-Qur’an dilungsurkeun ku Allah SWT, pikeun jadi padoman hirup urang salaku hamba.

7. Ceramah akhir Ramadan tentang keutamaan salat tarawih

7 Ceramah Akhir Ramadan, Kupas Tuntas Keistimewaan Lailatul Qadar!Ilustrasi salat tarawih berjamaah (unsplash.com/Annas Arfnahri)

Assalamualaikum wr. wb

Anjuran melaksanakan salat tarawih berdasarkan hadis Nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah, dan dinilai sahih oleh dua ahli hadits terkemuka, yaitu Imam Bukhari dan Muslim, bahwa Rasulullah bersabda,

Shalat Tarawih ternyata tidak hanya bernilai pahala bagi orang-orang yang melaksanakannya. Lebih dari itu juga terdapat dua keistimewaan yang sangat penting, yaitu,

Pertama, keistimewaan rohani

Sebagaimana dijelaskan dalam hadits riwayat Abu Hurairah di atas, bahwa orang yang beribadah pada malam hari bulan Ramadhan dengan melakukan shalat tarawih, maka Allah akan mengampuni semua dosa-dosanya yang telah berlalu.

Dosa apakah yang akan diampuni? Imam Nawawi dalam kitabnya mengatakan bahwa hadis di atas hanya mencakup dosa kecil saja.

Dengan kata lain, Allah hanya memberi ampunan atas dosa kecil, sedangkan dosa besar yang pernah dilakukan oleh seseorang tidak bisa diampuni hanya dengan shalat tarawih saja. Untuk diampuni, maka membutuhkan tobat dan penyesalan.

Hanya saja menurut Imam Nawawi, dengan melakukan shalat tarawih di bulan Ramadhan, Allah akan menjadikan dosa besar berubah menjadi dosa kecil. Dengan demikian, Allah akan memberi ampunan atas dosa tersebut, (An-Nawawi, Syarhun Nawawi ‘ala Muslim, [Beirut, Darul Ihya’ at-Turats: 1392], juz VI, halaman 40).

Syekh Muhammad Syamsul Haq Abu at-Thayyib dalam salah satu kitabnya juga menjelaskan bahwa dosa yang dimaksud pada hadits di atas adalah dosa kecil, namun tidak menutup kemungkinan bahwa Allah akan memberi ampunan atas semua dosa-dosa besar.

“Yaitu, mulai dari dosa-dosa kecil, dan diharapkan ampunan dosa besar,” (Abu ath-Thayyib, ‘Aunul Ma’bud Sayarh Sunan Abi Daud, [Beirut, Darul Kutub Ilmiah: 1415], juz IV, halaman 171).

Jadi, keistimewaan shalat tarawih jika dilihat dari sisi ruhani melalui hadits Rasulullah dan para ulama adalah diampuninya segala dosa, yaitu dosa kecil, serta masih ada harapan diampuninya dosa besar.

Kedua, keistimewaan jasmani

Shalat tarawih selain memiliki Keistimewaan ruhani, juga memiliki keistimewaan jasmani, yaitu untuk kesehatan badan serta terhindar dari penyakit-penyakit makanan yang dikonsumsi ketika berbuka puasa.

Syekh Muhyiddin Mistu dalam kitabnya menjelaskan faedah shalat yang satu ini menggunakan perspektif jasmani. Dalam kitabnya disebutkan,

Artinya: “Shalat tarawih sangat dianjurkan bagi laki-laki dan perempuan, yaitu terdiri dari 20 rakaat, dan berfaedah menghancurkan makanan (dalam perut), membangkitkan semangat badah, dan ampunan dosa-dosa,” (Syekh Muhyiddin Mistu, as-Shaumu Fiqhuhu wa Asraruhu, [Beirut, Darul Qalam: 1979], halaman 111).

Dari dua faedah di atas, dapat disimpulkan bahwa anjuran shalat tarawih melalui hadis Rasulullah yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah tersebut memiliki kandungan yang sangat banyak. Ia tidak hanya sebatas ruhani berupa spiritual saja, akan tetapi juga sangat berpengaruh pada kesehatan jasmani berupa emosional.

Hadirin jamaah rahimakumullah

Demikian kultum Ramadhan tentang Keistimewaan Shalat Tarawih di bulan suci Ramadhan. Semoga ibadah puasa yang kita jalani ini bisa menjadi ibadah yang diterima Allah.

Nah, itu dia contoh ceramah akhir Ramadan yang membahas keutamaan di bulan Ramadan, terutama malam Lailatul Qadar. Siapkan ibadah terbaikmu di bulan Ramadan ini, ya!

Baca Juga: 5 Ceramah Singkat tentang Sedekah, Pahalanya Berlimpah

Topik:

  • Dinda Trisnaning Ramadhani
  • Yunisda D

Berita Terkini Lainnya