Tak Bisa Dianggap Remeh, Ini 5 Bahaya Nyata dari Toxic Masculinity

Harus segera dihentikan

Toxic masculinity adalah standar yang dipegang masyarakat untuk para laki-laki yang pada akhirnya merusak kehidupan mereka dan orang lain. Dengan mendikte bahwa laki-laki harus kuat, tidak sensitif, dan mendominasi perempuan, konsep maskulinitas membuat laki-laki kehilangan aspek kehidupan yang harus tersedia untuk semua orang, seperti hubungan emosional dan pengasuhan.

Parahnya lagi, karena konsep toxic masculinity sudah mengakar dan dianggap lumrah di masyarakat, perilaku toxic masculinity kerap tidak disadari, baik oleh para pelaku maupun korban. Padahal, bagaimanapun juga toxic masculinity memiliki dampak negatif pada laki-laki maupun perempuan. Berikut adalah beberapa dampak berbahaya dari budaya toxic masculinity.

1. Membuat laki-laki kesulitan mengekspresikan emosi

Tak Bisa Dianggap Remeh, Ini 5 Bahaya Nyata dari Toxic MasculinityUnsplash.com/Product School

Toxic masculinity membuat seolah-olah satu-satunya emosi yang dapat diungkapkan para laki-laki adalah kemarahan. Hal ini menghalangi laki-laki untuk mengakui hal-hal lain yang mereka rasakan, seperti rasa sedih, empati, dan galau.

Akhirnya, ini dapat membuat laki-laki sulit mengembangkan hubungan dekat dengan pasangan, anak-anak, atau keluarga mereka. Satu studi di Social Psychological and Personality Science bahkan menemukan bahwa menekan emosi dapat menyebabkan agresi yang menyebabkan seseorang sulit membentuk hubungan yang sehat.

2. Laki-laki cenderung mengabaikan masalah kesehatan mental

Tak Bisa Dianggap Remeh, Ini 5 Bahaya Nyata dari Toxic Masculinityunsplash.com/Ben White

Menurut American Psychological Association, lebih kecil kemungkinan bagi laki-laki daripada perempuan untuk mencari bantuan terkait kesehatan mentalnya, yang mungkin disebabkan oleh idealisme maskulinitas.

Ini disebabkan anggapan bahwa laki-laki tangguh tidak mungkin bergumul dengan emosi apa pun, yang justru membuat laki-laki berisiko menghadapi masalah kesehatan mental yang tidak ditangani. Itu sebabnya, ketakutan akan terlihat lemah justru membuat laki-laki lebih memilih diam dalam menghadapi penderitaan.

Baca Juga: Bukan Sekadar Suka Dua Gender, 6 Fakta Menarik seputar Biseksual

dm-player

3. Mendorong terjadinya pelecehan seksual

Tak Bisa Dianggap Remeh, Ini 5 Bahaya Nyata dari Toxic Masculinityunsplash.com/Toa Heftiba

Budaya perguruan tinggi yang mendorong maskulinitas berisiko mendorong budaya pemerkosaan di kampus.

Menurut laman Bustle, tak jarang sistem aturan sosial di kampus tentang dominasi dan hierarki, sedangkan toxic masculinity mengajarkan para laki-laki bahwa identitas mereka bergantung pada kemampuan mereka untuk menggunakan dominasi atas perempuan dan satu cara umum bagi laki-laki untuk menegaskan dominasinya adalah melalui kekerasan dan pelecehan seksual.

4. Secara tidak langsung, toxic masculinity juga merendahkan perempuan

Tak Bisa Dianggap Remeh, Ini 5 Bahaya Nyata dari Toxic Masculinitypexels.com/mentatdgt

Dalam toxic masculinity, menyebut laki-laki dengan hal-hal yang sifatnya feminin dianggap sebagai penghinaan. Hal ini memberikan gagasan bahwa menjadi seperti perempuan adalah hal negatif.

Selain itu, toxic masculinity mengajarkan bahwa laki-laki seharusnya memegang kendali dan memimpin, sedangkan perempuan harus menuruti dan mengikutinya; laki-laki lebih unggul dan perempuan memiliki derajat di bawahnya; laki-laki itu kuat dan perempuan lemah.

Singkatnya, dengan melampirkan karakteristik tertentu pada laki-laki, toxic masculinity mendorong budaya yang tidak hanya merendahkan laki-laki karena "feminin", tetapi juga merendahkan perempuan.

5. Membuat laki-laki lebih mudah melakukan tindak kekerasan

Tak Bisa Dianggap Remeh, Ini 5 Bahaya Nyata dari Toxic MasculinityUnsplash.com/Sebastian Herrmann

Toxic masculinity mengajarkan bahwa kekerasan adalah cara terbaik bagi laki-laki untuk membuktikan kekuatan dan kekuasaan mereka dan itu membuat mereka enggan melepaskan perasaan mereka dengan cara lain.

Bahkan, Sociological Images menjelaskan bahwa maskulinitas Amerika secara khusus menggambarkan senjata sebagai sumber kekuatan bagi laki-laki. Hal ini pula yang menjelaskan mengapa laki-laki bertanggung jawab atas sebagian besar penembakan massal di Amerika Serikat. Toxic masculinity juga menjelaskan mengapa banyak laki-laki lebih cenderung melakukan kekerasan ketika maskulinitas dan hak istimewa mereka terancam.

Ternyata, dampak negatif dari toxic masculinity tidak bisa dianggap remeh, bukan? Oleh sebab itu, dibutuhkan tindakan nyata untuk melawan toxic masculinity. Dengan membantu para pemuda memahami bahwa mereka tidak harus menyesuaikan diri dengan stereotip maskulinitas kuno yang agresif, harapannya ini akan mengurangi dampak buruk dari toxic masculinity bagi para korban maupun masyarakat umum.

Baca Juga: 5 Fakta Disforia Gender, Mempertanyakan Jiwa di Diri Sendiri

Eka Ami Photo Verified Writer Eka Ami

https://mycollection.shop/allaboutshopee0101

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yudha

Berita Terkini Lainnya