Konser Swara Jalawara Hawara, Ekspresi Rindu pada Tradisi Ngahuma 

Mengajak generasi muda mengenal warisan tradisi ngahuma

Ngahuma merupakan tradisi warisan yang kian terkikis oleh zaman. Gelaran bertajuk Swara Jalawara Hawara yang diadakan pada Sabtu, 21 Januari 2023 malam itu merupakan ekspresi kerinduan pada tradisi huma. Acara yang dilangsungkan di Kantor Urusan Berkarya Boeatan Tjibalioeng itu pun berlangsung hangat nan meriah.

Pada gelaran malam itu, tradisi ngahuma dihadirkan melalui perspektif musik etnik. Para penonton dihibur dengan bunyi-bunyian dari calung renteng, omprang, dan lesung yang bersahutan dengan indah. Di bawah rimbun pepohonan, pertunjukan kolaborsi ini seakan ingin menyatukan suara alam dan suara kerinduan akan warisan leluhur. 

1. Nostalgia ngahuma 

Konser Swara Jalawara Hawara, Ekspresi Rindu pada Tradisi Ngahuma kegiatan konser Swara Jalawara Hawara (Dok. Swara Jalawara Hawara)

Huma adalah pola pertanian tradisional penanaman padi di ladang kering tanpa sistem pengairan. Tradisi ngahuma merupakan sumber hirup dan hurip masyarakat Sunda. Bagi Rizal, sang penggagas Swara Jalawara Hawara, huma adalah 'tempat bermain' yang menyenangkan. 

“Karya ini jadi rangkuman sekaligus tumpahan rasa rindu dan keresahan atas tradisi huma di Cibaliung yang semakin terkikis. Kerinduan pada kidung yang biasa dinyanyikan untuk kesuburan padi, kepada bunyi-bunyi seperti calung renteng, omprang, sampai lesung yang dulu ramai bersahutan dari huma dan saung. Terutama, kerinduan pada suasana liliuran atau kolektivitas masyarakat yang terasa dari mulai menanam padi sampai merayakan panen di seren taun. Sekarang, seren taun sudah tidak dirayakan lagi di Cibaliung,” ungkapnya. 

2. Kidung Lutung Kasarung dan kolaborasi tari mengawali pertunjukan

Konser Swara Jalawara Hawara, Ekspresi Rindu pada Tradisi Ngahuma kegiatan konser Swara Jalawara Hawara (Dok. Swara Jalawara Hawara)

Dalam Kidung Lutung Kasarung, koreografi Muklis dan Fatma meliuk selaras dengan musik yang dikomposeri oleh Parwa Rahayu dan Rizal Mahfud. Gerak tubuh dalam tarian ini bercerita tentang rangkaian ritual tradisi huma. 

Dalam kesempatan ini pula dibacakan fragmen Kidung Lutung Kasarung oleh Teh Barsah dan Ika Jamilatul. Kidung ini biasanya dinyanyikan oleh para petani huma sebagai doa untuk keberkahan dan kesuburan padi.

Baca Juga: Cara Mengembangkan Kecerdasan Budaya Sejak Dini pada Anak

3. Kolaborasi musik dan syair sastra 

Konser Swara Jalawara Hawara, Ekspresi Rindu pada Tradisi Ngahuma kegiatan konser Swara Jalawara Hawara (Dok. Swara Jalawara Hawara)

Kolaborasi selanjutnya tertuang dalam lagu bertajuk Adem Ayem yang dikomposeri oleh Rizal Mahfud dan Adrian Putra. Ekspresi kerinduan dalam lagu ini dikemas dalam gaya pop-jazz dan bossa nova. Atmosfer yang riang dan chill berhasil menghibur para penonton kala itu. 

Bersama melodi progresif, bait-bait puisi mengalun harmonis. Syair sastra yang dibawakan oleh Ifan Sandekala mengisahkan tentang seorang anak muda yang merindukan kebiasaan penananaman padi di ladang huma.  

dm-player

4. Kolaborasi musik dan pantomim

Konser Swara Jalawara Hawara, Ekspresi Rindu pada Tradisi Ngahuma kegiatan konser Swara Jalawara Hawara (Dok. Swara Jalawara Hawara)

Selain itu, terdapat kolaborasi berupa penampilan musik dan pantomim. Penampilan ini merespons rangsang bunyi dalam lagu Wawayangan. Lagu ini diaransemen dengan indah oleh Rizal Mahfud dan Adrian Putra. 

Gerak tubuh tanpa suara ini ditampilkan secara apik oleh Mumu Mukrie, seniman pantomim asal Cibaliung. Dengan berpakaian adat masyarakat Kanekes, ia mengisahkan sosok petapa yang resah dengan setumpuk hasrat terpendam. 

5. Swara Jalawara Hawara, dari huma untuk musik dunia

Konser Swara Jalawara Hawara, Ekspresi Rindu pada Tradisi Ngahuma kegiatan konser Swara Jalawara Hawara (Dok. Swara Jalawara Hawara)

Lagu bertajuk Swara Jalawara Hawara mengakhiri pertunjukan pada malam itu. Suasana musik yang rancak dan ceria membalut lagu ini. Lagu yang diciptakan oleh Rizal Mahfud bersama Faris Alwan tersebut mengisahkan tentang semarak tradisi huma. Dalam tradisi huma terdapat kebiasaan untuk meminta izin menanam padi (ngaseuk), merawat huma (liliuran), hingga ungkapan syukur atas panen padi yang melimpah. 

Jalawara Hawara sendiri dikenal sebagai varietas padi lokal asal Cibaliung dengan karakter kuat dan tak kenal musim. Oleh sebab itu, varietas padi lokal ini bisa cepat dipanen dan mampu menjaga ketahanan pangan masyarakat. 

6. Diskusi, kelas yoga, dan penanaman pohon

Konser Swara Jalawara Hawara, Ekspresi Rindu pada Tradisi Ngahuma kegiatan Swara Jalawara Hawara (Dok. Swara Jalawara Hawara)

Acara malam itu pun turut dihadiri oleh Judi Wahjudi, Direktur Pelindungan Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Karya inovatif ini mendapatkan dukungan dari program Penciptaan Karya Kreatif Inovatif Dana Indonesiana yang difasilitasi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi bekerja sama dengan LPDP.

Tidak hanya gelaran konser, dalam rangkaian acara yang berlangsung pada tanggal 21-22 Januari 2023 itu juga menghadirkan diskusi bertajuk "Ligar Huma: Dulu, Kini, dan Nanti", kelas yoga "Grounding Connecting", dan diakhiri dengan aksi penanaman pohon. 

 

Ekspresi kerinduan pada tradisi huma ini juga akan dikemas dan diunggah di berbagai platform digital. Buat kamu yang gak berkesempatan hadir dalam acara tersebut bisa menikmati musiknya di Spotify, YouTube Music, dan Apple Music. Melalui perspektif bunyi, diharapkan semakin banyak generasi muda yang mengenal laku tradisi huma. 

Baca Juga: Sedang Kawalu, Kampung Adat Budaya Baduy Ditutup Hingga 24 April 

elsamarchel Photo Verified Writer elsamarchel

.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Indiana Malia

Berita Terkini Lainnya