Kisah Pengajar Muda di Pulau Perbatasan, Jauh dari Akses dan Keluarga

#RamadanMasaKini Berbuat kecil untuk perkembangan Indonesia

Program Indonesia Mengajar yang digagas Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sejak tahun 2010 terbilang sukses besar. Seleksi tiap tahunnya selalu berhasil menjaring ribuan sarjana yang mau ditempatkan di daerah-daerah terpencil.

Salah satunya yang berhasil adalah Ines Faradina (26), mahasiswa lulusan Universitas Negeri Malang, Jawa Timur, yang ditempatkan di daerah perbatasan, Pulau Kerdau Natuna, Kepulauan Riau.

1. Alasan mulia di balik keinginan Ines menjadi pengajar muda

Kisah Pengajar Muda di Pulau Perbatasan, Jauh dari Akses dan KeluargaDok. IDN Times

Kepada IDN Times, Ines bercerita soal ketertarikannya menjadi pengajar muda sejak program itu diluncurkan pada 2010. Saat SMA, ketertarikannya di bidang pendidikan dan sosial terus meningkat. Ines punya mimpi mulia untuk mendirikan rumah belajar buat anak-anak kurang mampu dan berkebutuhan khusus.

Melalui program Indonesia Mengajar, lulusan Sastra Inggris ini ingin menularkan ilmunya yang diperoleh selama ini ke daerah-daerah terpencil. Sehingga, bisa memotivasi banyak orang bahwa Indonesia itu luas dan memiliki kekayaan sumber daya alam serta manusia.

2. Pulau Kerdau, perbatasan dan susahnya akses menjadi tantangan pertama

Kisah Pengajar Muda di Pulau Perbatasan, Jauh dari Akses dan KeluargaDok. IDN Times

Pulau Kerdau terletak di Kabupaten Kepulauan Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Berada di daerah perbatasan, pulau ini tak akan kamu temukan di peta karena saking kecilnya.

Aksesnya pun terbilang susah. Awalnya, banyak yang meragukan Ines karena perempuan. Namun, tekadnya yang kuat membuktikan kesangsian banyak orang salah. Ines terbukti mampu menyelesaikan semuanya.

Kisah Pengajar Muda di Pulau Perbatasan, Jauh dari Akses dan KeluargaDok. IDN Times

Pulau Kerdau termasuk kecil karena hanya dihuni 70 kepala keluarga. Rata-rata penduduknya bekerja sebagai nelayan. Di sana Ines mengajar satu-satunya SD yang terdiri dari 28-31 siswa. Mata pelajaran yang diampunya adalah Bahasa Indonesia dan Matematika.

"Dari kabupaten naik travel sampai pelabuhan Selat Lampa lalu naik kapan selama 12 jam menuju kecamatan Sersan. Sampai Sersan masih harus naik kapal nelayan lagi selama 3-4 jam. Jadwal bisa berubah-ubah sesuai dengan cuaca apakah ekstrem atau tidak," jelas Ines.

3. Sayur dan lauk menjadi barang yang langka di Pulau Kerdau

Kisah Pengajar Muda di Pulau Perbatasan, Jauh dari Akses dan KeluargaDok. IDN Times

Ines bercerita di Pulau Kerdau hanya ada empat toko yang menjual barang kebutuhan sehari-hari, seperti beras hingga sabun. Sedangkan untuk bahan makanan seperti lauk dan sayur, ibu-ibu sampai harus "pertumpahan darah" karena rebutan. 

Sayur dan lauk seperti tempe tahu menjadi hal langka. Kalau ikan lebih gampang, karena tinggal mencari di laut

"Barang makanan itu nunggu dari kapal kecamatan. Saat sudah tiba di pelabuhan Kerdau, ibu-ibu sudah siap rebutan layaknya orang-orang yang mencari diskon baju di kota besar," kata Ines.

4. Meski jauh dari keluarga, Ines masih bisa menikmati suasana Ramadan dengan kidmat

Kisah Pengajar Muda di Pulau Perbatasan, Jauh dari Akses dan KeluargaDok. IDN Times

Menurut dia, suasana kebersamaan di Pulau Kerdau amat erat. Saat Ramadan, orang akan pergi ke masjid, tadarus, dan Tarawih bersama. Untuk makanan sahur dan berbuka, lagi-lagi bergantung cuaca.

Ketika cuaca bagus, akan ada kapal dari kecamatan yang membawa sayur dan lauk pauk. Jika cuaca ekstrem, maka harus bertahan dengan mi instan dan makanan kalengan.

Sebelum Lebaran, setiap rumah akan dipenuhi aroma kue yang dibuat ibu-ibu. Sedangkan, anak-anak menyalakan pelita atau obor di depan rumahnya.

dm-player
Kisah Pengajar Muda di Pulau Perbatasan, Jauh dari Akses dan KeluargaDok. IDN Times

Jauh dari keluarga saat bulan Ramadan dan Lebaran tentu membuat Ines rindu kampung halaman dan masakan ibunya. Meski begitu, dirinya tidak merasa kesepian. Sebab, hampir semua orang di seluruh pulau mengenalnya, mengajaknya bersama berbuka di masjid.

Lebaran di sana juga berbeda. Setelah salat, makan rantangan yang dibawa dari rumah lalu ke makam keluarga, baca surat Yasin, setelah itu baru halalbihalal ke para tetua dan tetangga seluruh pulau. 

Baca Juga : Rindu Ramadan Saat Aku Tak Lagi Memeluk Islam

5. Tak ada listrik dan sinyal di Kerdau, lalu bagaimana cara Ines mengobati rasa rindu pada keluarga?

Kisah Pengajar Muda di Pulau Perbatasan, Jauh dari Akses dan KeluargaDok. IDN Times

Hanya beberapa operator yang bisa tersambung di Pulu Kerdau. Itu pun sinyal terkadang sering hilang sampai 1-2 bulan. Berbagai cara harus dilakukan Ines jika ingin menelepon orangtua, mulai dari keliling pulau mencari sinyal hingga pergi ke pelabuhan. 

Jarangnya aliran listrik justru membuat kebersamaan antara penduduk makin terjalin. Listrik cuma ada jam 18.00 sampai 22.00. Itupun digunakan penduduk untuk menonton TV. Selebihnya, penduduk akan menghabiskan waktu untuk bercengkerama dengan tetangga maupun main voli di sore hari.

Kisah Pengajar Muda di Pulau Perbatasan, Jauh dari Akses dan KeluargaDok. IDN Times

"Kalau udah di sana, rasanya gak masalah meski gak ada listrik dan HP sekali pun. Soalnya tiap hari ada anak-anak yang menemani mulai dari belajar bersama, senam bareng ibu-ibu, sampai nonton voli. Isi pulau di sana ibaratnya lebih berharga dibanding koneksi internet."

6. Suka duka mengajar di Pulau Kerdau hingga keikutsertaan para tentara

Kisah Pengajar Muda di Pulau Perbatasan, Jauh dari Akses dan KeluargaDok. IDN Times

Selama mengajar, Ines mengaku tidak menemukan kesulitan berarti. Hampir semua muridnya rajin, jam 6 pagi sudah datang ke sekolah.

Kalau pun ada yang bandel, Ines akan mengajaknya mengobrol santai sembari mengelilingi pulau. Kesulitan lainnya berkisar pada bahasa yang digunakan, karena penduduk pulau menggunakan bahasa Melayu.

Kisah Pengajar Muda di Pulau Perbatasan, Jauh dari Akses dan KeluargaDok. IDN Times

Berada di pulau perbatasan tentu membuat warga setempat akrab dengan para tentara. Ada satu pertanyaan dari muridnya yang menggelitik hati Ines.

"Ibu tahun 2018 kita katanya mau perang ya?" Untuk menjawab pertanyaan sensitif tersebut, Ines kerap meminta tolong para tentara untuk memberi motivasi kepada anak-anak.

7. Harapan Ines terhadap pemerintah tentang pulau Kerdau yang menyimpan banyak potensi

Kisah Pengajar Muda di Pulau Perbatasan, Jauh dari Akses dan KeluargaDok. IDN Times

Ines ingin Kerdau lebih dikenal lagi. Gak muluk-muluk harus pemerintah pusat,  minimal seluruh Natuna mengenalnya. Makanya setiap ada acara, sebisa mungkin akan Ines dokumentasikan dan diunggah di media sosial.

Dengan begitu akan banyak orang dari seluruh Indonesia yang mengetahui potensi pulau Kerdau. Ines juga berharap sinyal komunikasi di Pulau Kerdau ditambah sehingga masyarakat sana bisa mengenal daerah luar. 

Itulah kisah Ines yang bisa jadi inspirasi buat kita semua. Nah, kamu sendiri sudah berbuat apa untuk orang lain, terlebih untuk Indonesia?

Baca Juga: [LINIMASA] Fakta dan Data Arus Mudik Lebaran 2019

Topik:

  • Dewi Suci Rahayu

Berita Terkini Lainnya