Bagaimana Mencapai Kesehatan Mental Selama Pandemik COVID-19?

Ini kata pakar

Jika kamu sering bertanya-tanya, apakah ketakutanmu selama ini masih wajar atau sudah melebihi batas, kamu tidak sendiri. Banyak orang mengalami hal serupa karena trauma pandemik ini menjadi trauma kolektif yang dialami setiap orang. 

Webinar ke-13 oleh Jakarta Post mengambil tema Mental Health During the Pandemic: What You Need to Know. Acara ini berlangsung pada Jumat (11/9/2020) pukul 16.00 WIB.

Untuk mengupas seluk-beluk kesehatan mental selama COVID-19, ada beberapa panelis yang terdiri dari praktisi kesehatan jiwa, praktisi psikologi, akademisi, dan perwakilan dari Kementerian Kesehatan RI. Berikut ulasan singkat yang telah dirangkum oleh IDN Times. 

1. Ada peningkatan PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) dan depresi pada pasien yang terinfeksi COVID-19

Bagaimana Mencapai Kesehatan Mental Selama Pandemik COVID-19?Webinar ke-13 oleh Jakarta Post 'Health During the Pandemic: What You Need to Know'. Jumat. 11 September 2020. (Dok. Istimewa)

Dampak dari pandemik COVID-19 tidak hanya pada kesehatan fisik, melainkan juga pada kesehatan mental. Dilansir COVID-19 and Employees Mental Health; Stressors, Moderators and Agenda Organizational Actions; Emerald Open Research 2020 oleh Habouche S., menunjukkan bahwa ada beberapa pemicu stres selama pandemik, di antaranya adalah:

  • Persepsi akan sakit dan keamanan personal yang terancam,
  • Orang harus melakukan masa karantina mandiri,
  • Risiko kehilangan pekerjaan,
  • Stigma sosial,
  • Informasi yang melebihi kapasitas dan simpang siur.

Ada perbedaan signifikan perihal gejala kesehatan mental yang ditimbulkan oleh individu terkait pandemik. Dalam penelitian oleh Nina Lindegaard dan Michael Erickson B., COVID-19 Mental Health Consequences: Systematic Review of The Current Evidence, beberapa dampak tersebut mencakup pada:

  • Pasien dengan infeksi COVID-19, terdapat peningkatan PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) dan Depresi;
  • Pasien dengan gangguan psikiatri menunjukkan gejala yang buruk pada gangguan yang dialami;
  • Pekerja medis atau tenaga kesehatan mengalami kecemasan, depresi, stigma, dan kelelahan;
  • Masyarakat secara umum mengalami peningkatan masalah kesehatan mental;
  • Pada orang dewasa lanjut usia, mengalami peningkatan risiko demensia dan penurunan kognitif.

2. Kementerian Kesehatan RI akan meluncurkan aplikasi Sehat Jiwa sebagai salah satu sarana konseling psikologi

Bagaimana Mencapai Kesehatan Mental Selama Pandemik COVID-19?pexels.com/Oliur Rahman

Melihat dampak COVID-19 secara mental, tentunya dukungan psikososial sangat dibutuhkan di masa seperti sekarang. Namun di sisi lain, ada keterbatasan tenaga medis baik psikiater maupun praktisi psikolog di Indonesia yang jumlahnya masih kurang jika dibandingkan banyaknya penduduk. Selain itu, hambatan juga muncul karena adanya pembatasan jarak untuk memenuhi protokol kesehatan.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan NAPZA, Siti Khalimah, menyebutkan bahwa pihak pemerintah akan mengeluarkan aplikasi Sehat Jiwa yang memberi pelayanan konsultasi jiwa secara online pada World Mental Health Day, 10 Oktober 2020 mendatang. Aplikasi ini melengkapi upaya yang telah dilakukan pihak pemerintah melalui Psychological First Aid Program dengan konseling telepon pada nomor 119 extension 8. 

3. Meski terdapat gap dalam kebutuhan jumlah praktisi psikiater dan psikolog, namun kesehatan mental adalah hak setiap orang

Bagaimana Mencapai Kesehatan Mental Selama Pandemik COVID-19?Webinar ke-13 oleh Jakarta Post 'Health During the Pandemic: What You Need to Know'. Jumat. 11 September 2020. (Dok. Istimewa)
dm-player

Selanjutnya, Psikolog Klinis dan Kepala Satuan Tugas Penangangan COVID-19 Ikatan Psikolog Klinis Indonesia, Annelia Sari Sani, menggarap kampanye meningkatkan kesejahteraan dalam kesehatan mental dengan mengambil tema Health for All, yang terinspirasi dari peringatan World Mental Health Day 2019.

"Jadi, bagaimana kita memperoleh kesehatan mental untuk semua orang. Lalu, bagaimana kita bekerja sama dengan komunitas, mengisi gap kebutuhan di masyarakat. Untuk lebih khususnya, kita memberi tema 'Ketangguhan Bangsa'. Ketangguhan itu bagaimana seseorang belajar adaptasi di tengah keadaan seperti ini. Bagaimana dari pertumbuhan itu, kita beradaptasi secepat mungkin. Ada banyak faktor yang kami akan dan sedang berjalan yaitu mampu regulasi, empati, punya keyakinan, dan optimisme", terang Annelia.

Baca Juga: Pandemik COVID-19 Berdampak Buruk Terhadap Kesehatan Mental

4. Ada berbagai penyesuaian dalam pelayanan kesehatan jiwa selama COVID-19, terutama pada peralihan konsultasi secara remote

Bagaimana Mencapai Kesehatan Mental Selama Pandemik COVID-19?Webinar ke-13 oleh Jakarta Post 'Health During the Pandemic: What You Need to Know'. Jumat. 11 September 2020. (Dok. Istimewa)

Psikiater di FKUI-RSCM, Gina Anindyajati, memaparkan bahwa ia harus berusaha menyesuaikan pelayanan kesehatan mental dengan keadaan ini. Pihaknya melakukan kreasi seperti pelayanan yang menggunakan konsultasi secara remote, pengantaran obat, visitasi secara virtual, program promosi dan pencegahan, hingga edukasi online atau kelas online.

Dokter Gina juga membagikan tips perihal bagaimana individu harus melewati masa pandemik ini. Ia menekankan bahwa setiap individu perlu memiliki kemampuan memahami kebutuhan dan tujuan hidupnya, regulasi diri dan gaya hidup, melakukan komunikasi secara asertif, empati, dan tetap terhubung secara sosial.

5. Bagaimana 'menghidupi' hubungan pernikahan selama pandemik COVID-19?

Bagaimana Mencapai Kesehatan Mental Selama Pandemik COVID-19?IDN Times/Rizka Yulita & Anjani Eka Lestari

Terapis Hubungan dan Pendiri Yayasan Indonesia Bahagia, Rani Anggreaeni Dewi, menekankan pentingnya memiliki kesadaran untuk menjaga kesehatan mental pasangan. Ada kriteria tertentu yang melekat pada orang yang memiliki hubungan bahagia. 

"Gak ada satu pun orang menikah yang tidak ingin bahagia. Semua orang ingin bahagia. Orang yang merasa bahagia, harus terpenuhi emosi dasar sebagai manusia. Saya akan sebutkan tiga, yaitu merasa disayang, dihargai, dan dipahami. Ketika emosi ini terpenuhi, baik suami atau istri, maka akan terjamin emosi yang sehat dan menyehatkan. Jika emosi terpenuhi, maka akan meningkatkan kebahagiaan, sistem imun akan meningkat juga", tuturnya.

Rani juga mengungkapkan bahwa masalah yang sering muncul seperti komunikasi sebenarnya bisa dilakukan dengan komunikasi imago dialog. Komunikasi yang juga disebut welas asih ini, bersifat terstruktur dan validasi. 

"Jadi mengulang, biarkan dia mengatakan apa yang dia katakan, lalu kita mengulang. Kita bisa mengatakan 'saya mengerti apa yang kamu rasakan', atau 'saya tahu apa yang kamu pikirkan'. Ini penting sekali supaya kebutuhan emosi yang di awal tadi, terpenuhi. Ketika kita merasa tidak nyaman, sebenarnya kita hanya ingin didengarkan," terangnya. 

Itu tadi ulasan dari webinar mengenai bagaimana menjaga kesehatan mental selama pandemik COVID-19. Tetap jaga diri dan orang-orang terdekatmu, ya! 

Baca Juga: Jaga Kesehatan Fisik dan Mental saat COVID-19, Ini Saran dari Ahli!

Topik:

  • Febriyanti Revitasari

Berita Terkini Lainnya