Berbagi Peran untuk Ciptakan Budaya Aman di Ruang Publik

IDNTimesLife Apa yang bisa kamu bantu saat lihat kekerasan? 

Topik anti kekerasan di ranah publik makin disorot baik secara offline maupun dalam konteks media digital. Persoalan ini kian urgen karena seperti fenomena gunung es, di mana banyak korban masih belum berani melapor, atau pelaporannya ditangguhkan karena beberapa hal terkait kurangnya bukti dan saksi serta undang-undang yang belum mengatur secara rinci.

Berangkat dari persoalan ini, GOJEK bersama Hollaback! dan Kolektif Advokat untuk Kesetaraan Gender (KAKG) mengadakan diskusi bertajuk "Kolaborasi dan Berbagi Peran untuk Ciptakan Budaya Aman di Ruang Publik" pada Jumat (4/12/2020) pukul 13.30 WIB.  Webinar ini dihadiri Astrid Kusumawarhdani selaku VP Public Affairs GOJEK, Anindya Restuviani selaku Co-Director Hollaback! Jakarta, dan Putu Aditya Paramartha yang merupakan salah satu Lawyer di KAKG. Berikut ulasan selengkapnya yang telah dirangkum IDN Times. 

1. Kekerasan di ruang publik gak selalu dalam bentuk fisik

Berbagi Peran untuk Ciptakan Budaya Aman di Ruang PublikWebinar "Kolaborasi dan Berbagi Peran untuk Ciptakan Budaya Aman di Ruang Publik". Jumat, 4 Desember 2020. IDN Times/Fajar Laksmita

Apa yang kamu lakukan ketika melihat pelaku melakukan tindak kekerasan? Bagaimana kamu bisa membantu dan tetap aman sebagai saksi? Banyak dari kita justru masih kagok ketika dihadapkan persoalan kekerasan ranah publik. Bahkan sebagian besar dari kita belum tahu betul apa saja yang termasuk tindak kekerasan itu sendiri. 

Anindya Restuviani, Co-Director Hollaback! Jakarta, mengatakan bahwa ruang online itu sebetulnya juga termasuk ruang publik. Saat masa pandemik, kekerasan atau pelecehan yang terjadi secara offline seperti di ruang kerja atau sekolah, justru berganti secara digital atau online. Ia menekankan jika kekerasan itu gak selalu terkait dalam bentuk fisik, tapi bisa jadi secara verbal.

"Kekerasan itu adalah tindakan atau perilaku yang bersifat menyerang, yang dimaksudkan untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain. Kadang kalau misal ada orang yang melakukan sesuatu pada kita, terus saat kita ingatkan dia bilang ‘apa sih lo baper kan kita cuma bercanda’ atau ‘gue gak sengaja’. Tapi bukan berarti itu gak kekerasan karena yang bisa mendefinisikan itu kekerasan atau gak adalah korban", terangnya. 

2. Data Komnas Perempuan mencatat ada 430 ribu kasus kekerasan terlapor tahun 2019

Berbagi Peran untuk Ciptakan Budaya Aman di Ruang PublikWebinar "Kolaborasi dan Berbagi Peran untuk Ciptakan Budaya Aman di Ruang Publik". Jumat, 4 Desember 2020. IDN Times/Fajar Laksmita

Ada beberapa jenis kekerasan yang dijelaskan oleh Anindya. Ia merangkum menjadi singkatan kata SIUL yang terdiri dari: 

  • S : Sharing konten pornografi baik gambar maupun video;
  • I : Intimidasi atau menggoda dalam bentuk apa pun;
  • U : Ucapan atau komentar atas tubuh termasuk bersiul;
  • L : Lakukan kontak fisik yang tidak diinginkan.

Dari jenis kekerasan tersebut, didapat satu benang merah bahwa tindak kekerasan terjadi ketika korban sudah merasa gak aman, terluka baik fisik maupun psikis, dengan perlakuan pelaku yang sengaja maupun gak sengaja. Data dari Komnas Perempuan tahun 2019 menyebutkan ada setidaknya 430 ribu kasus terlapor, hal yang memprihatinkan di sini tatkala data menunjukkan peningkatan setiap tahun.

"Ketika kita bicara tentang kekerasan seksual seperti kita bicara tentang gunung es, yang di atas itu kelihatan tapi yang gak terlihat. Artinya sangat banyak orang gak berani bercerita, dari tahun ke tahun ada pattern dari pelaporan ini meningkat. Gak semua laki-laki melakukan kekerasan seksual tapi kita juga harus tahu bahwa 90 persen pelaku adalah laki-laki. Sedangkan  80 persen korban adalah perempuan", ujar Anindya.

3. 74,5 persen dari 430 ribu kasus terjadi di ranah personal

Berbagi Peran untuk Ciptakan Budaya Aman di Ruang PublikWebinar "Kolaborasi dan Berbagi Peran untuk Ciptakan Budaya Aman di Ruang Publik". Jumat, 4 Desember 2020. IDN Times/Fajar Laksmita
dm-player

Dari 430 ribu kasus kekerasan, 75,4 persen terjadi di ranah personal. Sedangkan sisanya ada pada komunitas atau organisasi dan negara seperti misalnya kasus penggusuran. Ini menunjukkan bahwa pelaku kekerasan tersebut lebih banyak dilakukan oleh orang terdekat seperti keluarga. 

"Ini sangat menyedihkan, di mana kasus kekerasan seksual di ruang privat meningkat 80 persen dalam 12 tahun terakhir. Sementara itu, 82 kasus pelaku adalah dari keluarga sendiri. Permasalahan bukan ada di korban tapi ada di pelaku", lanjutnya.

Lantas, bagaimana seandainya kamu ada dalam situasi tindak kekerasan itu sendiri? Selain menjabarkan hal-hal yang tergolong jenis kekerasan, Co-Directur dari Hollaback! ini juga berbagi hal apa saja yang bisa kamu lakukan untuk membantu ketika terjadi tindak kekerasan melalui program BANTU, yang terdiri dari:

  • B : Berani tegur pelaku;
  • A : Alihkan perhatian;
  • N : Ngajak orang lain untuk membantu, termasuk lembaga atau institusi; 
  • T : Tunggu situasi reda;
  • U : Upayakan kita merekam kejadian.

Baca Juga: Komnas Perempuan: 115 Kasus Kekerasan Seksual Libatkan Pejabat Publik 

4. Pada Juni 2020, KAKG terbentuk untuk memberi bantuan hukum konsultasi dan pendampingan gratis bagi korban kekerasan seksual

Berbagi Peran untuk Ciptakan Budaya Aman di Ruang PublikWebinar "Kolaborasi dan Berbagi Peran untuk Ciptakan Budaya Aman di Ruang Publik". Jumat, 4 Desember 2020. IDN Times/Fajar Laksmita

Berawal dari interaksi di sosial media dan Twitter bulan Juni 2020, KAKG terbentuk untuk memberi layanan konsultasi hukum gratis pada korban itu kekerasan seksual. Seperti halnya Hollaback!, akses KAKG ini juga tersedia secara online.

"Kami menerima konsultasi melalui email, karena kami bisa mendapat lebih detail mengenai kronologis cerita dari korban. Untuk hal-hal yang lebih rahasia bisa lanjut dengan Whatsapp dan telepon. Kami bisa memberikan rujukan pada lembaga lain seperti lembaga kesehatan, baik fisik maupun psikologis, dan lembaga bantuan hukum lain untuk kasus yang lebih kompleks", terang Putu Aditya. 

Konsentrasi dari KAKG adalah melihat seberapa urgen korban untuk diberi pendampingan. Langkah-langkah yang dilakukan gak selalu dalam bentuk pelaporan atau upaya pidana, melainkan juga hal krusial seperti solusi rasa aman dan pemulihan mental. Lembaga bantuan hukum tersebut juga memberi pemahaman assesment risk serta pilihan penyelesaian konflik baik secara hukum maupun non hukum pada korban. 

5. GOJEK ikut andil dalam menciptakan ekosisten aman bagi pengguna dan driver dengan pelatihan Active Bystander

Berbagi Peran untuk Ciptakan Budaya Aman di Ruang PublikWebinar "Kolaborasi dan Berbagi Peran untuk Ciptakan Budaya Aman di Ruang Publik". Jumat, 4 Desember 2020. IDN Times/Fajar Laksmita

Astrid Kusumawarhdani, VP Public Affairs GOJEK, menekankan bagaimana menciptakan budaya aman menjadi normal. Pihaknya telah memberi pelatihan Aman Bersama GOJEK yang dimulai tahun 2016 dengan tiga pilar yakni edukasi, teknologi, dan proteksi. Salah satu program pelatihan yang dilakukan adalah melalui Active Bystander.

"Perannya kita tidak terlibat tapi kita melihat. Apa yang kita lakukan jika ada situasi yang seperti itu? Ketika pengguna kami melihat, apa yang bisa dilakukan? Nah, itu kenapa pelatihan yang kita berikan adalah Active Bystander, itu kita mau sama-sama ingin menciptakan budaya aman", tambahnya. 

Setelah mengetahui jenis-jenis kekerasan dan apa saja yang bisa kamu lakukan ketika melihatnya, sekarang kamu jadi tahu bagaimana menghadapi situasi itu baik di ranah publik offline maupun online. Untuk mengurangi kasus kekerasan, perlu adanya kolaborasi dari berbagai pihak. Maka dari itu, mari ciptakan lingkungan yang aman di ranah publik bagi sesama!

Baca Juga: Hari Anti Kekerasan Internasional, Ini Alasan Kenapa Perlu Diperingati

Topik:

  • Pinka Wima

Berita Terkini Lainnya