Peran Perempuan dalam Penelitian, Riset, dan Teknologi di Indonesia

Kesetaraan juga merambah dalam ranah penelitian

Talkshow 'Girls in Science: Even the Number oleh ForMIND Institute dan Kemenristek BRIN telah berlangsung pada Sabtu (8/8/2020) pukul 16.00 WIB. Acara ini menghadirkan beberapa narasumber, yaitu Bambang Brodjonegoro selaku Menristek dan Kepala BRIN, Herawati Sudoyo selaku Wakil Kepala LBME, dan Ines Atmosukarto yang merupakan CEO Lipotek Pty dan Diaspora Indonesia di Australia. 

Acara ini membahas peran perempuan dalam ranah penelitian bidang SHTEAM (Science, Humanities, Technology, Engineering, Arts, and Maths) serta cerita inspiratif perempuan dalam menekuni profesi sebagai peneliti. Berikut rangkuman talkshow oleh IDN Times. 

1. Tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan di Indonesia sekitar 50 persen. Hal ini masih jauh dari negara maju dengan angka minimal 70 persen

Peran Perempuan dalam Penelitian, Riset, dan Teknologi di IndonesiaTalkshow 'Girls in Science: Even the Number' oleh ForMIND Institute dan Kemenristek BRIN. 8 Agustus 2020. IDN Times/Fajar Laksmita

Bambang Brodjonegoro menuturkan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menyelesaikan visi 2045, di mana Indonesia ingin keluar menjadi negara maju saat 100 tahun kemerdekaan. Pertama, menyusun identifikasi dengan cara melihat negara income middle class yang berhasil menjadi negara maju. Ekonomi Indonesia harus berubah dari yang berbasis sumber daya alam menjadi ekonomi yang berbasis inovasi.

Kedua, ada fakta yang mengatakan kenapa Indonesia masih tertinggal. Ternyata, hal ini disebabkan karena tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan hanya ada 50 persen. Padahal, labour force participation rate pada negara maju untuk perempuan itu minimal 70 persen.

2. Lantas, bagaimana meningkatkan labour force participation rate bidang STEM pada perempuan Indonesia?

Peran Perempuan dalam Penelitian, Riset, dan Teknologi di IndonesiaTalkshow 'Girls in Science: Even the Number' oleh ForMIND Institute dan Kemenristek BRIN. 8 Agustus 2020. IDN Times/Fajar Laksmita

Selanjutnya, Bambang memaparkan bahwa ada beberapa hal yang bisa dilakukan dalam meningkatkan partisipasi angkatan kerja perempuan, khususnya di bidang STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics). Beberapa di antaranya adalah memosisikan kesetaraan perempuan untuk bidang STEM, menggunakan pendekatan komprehensif yang mencakup semua pemangku kepentingan, meningkatkan kegiatan pendidikan sains yang melibatkan perempuan, hingga mempromosikan penelitian bidang STEM.

"Resolusi tidak hanya dimaknai sebagai peneliti, tapi juga entrepreneur. Bagaimana mengejar yang terbaru dan mencari yang terbaik. Saya melihat life skills bahwa perempuan ini punya kelebihan untuk pekerjaan apa pun, khususnya di bidang penelitian." imbuhnya.

3. Kunci menjadi peneliti yang konsisten menurut Herawati Sudoyo adalah komitmen

Peran Perempuan dalam Penelitian, Riset, dan Teknologi di IndonesiaTalkshow 'Girls in Science: Even the Number' oleh ForMIND Institute dan Kemenristek BRIN. 8 Agustus 2020. IDN Times/Fajar Laksmita

Ketika ditanya bagaimana mempertahankan konsistensi sebagai peneliti perempuan di tengah multiple role, Herawati Sudoyo menuturkan bahwa ia selalu berusaha berkomitmen. Ia menganggap bahwa apa yang dilakukannya itu bukanlah beban, melainkan panggilan. Baginya, perempuan yang tidak percaya pada kekuatan dirinya bukanlah perempuan yang merdeka. 

"Motivasi itu harus dimiliki oleh orang yang punya passion di bidang penelitian. Betul-betul dia ada panggilan untuk jadi seorang peneliti. Kalau saya lihat waktu awal di lembaga Eijkman, masih belum banyak peneliti di bidang biologi molekuler. Saya bangga peneliti muda sekarang memiliki komitmen di bidang itu," terangnya.

dm-player

Baca Juga: Kisah Perjuangan Sastia Prama Putri Menjadi Peneliti Kelas Dunia

4. Sementara Ines Atmosukarto percaya bahwa ketika ada hambatan dalam meneliti itu, sebenarnya merupakan tantangan baginya

Peran Perempuan dalam Penelitian, Riset, dan Teknologi di IndonesiaTalkshow 'Girls in Science: Even the Number' oleh ForMIND Institute dan Kemenristek BRIN. 8 Agustus 2020. IDN Times/Fajar Laksmita

Ines Atmosukarto menceritakan suka dukanya jadi peneliti. Ines dibesarkan dalam keluarga untuk tak terbelenggu oleh stereotip. Nilai itu yang benar-benar ditanamkan dalam dirinya sejak kecil. Ia juga dikenalkan oleh keluarga untuk memahami diversitas. 

"Kita dibesarkan untuk tidak ada yang tidak bisa kita lakukan ketika ada kemauan. Peneliti itu banyak hambatannya. Kalau tidak ada keingintahuan itu, mungkin akan gampang putus asa. Kita percaya bahwa hidup kita selalu ada risiko. Kalau kita tidak berani, maka kita tidak bisa membuka pintu yang ada di depan kita. Saya rasa itu sangat baik membentuk kita sebagai perempuan," terang Ines. 

Meski banyak menemui hambatan, ia justru percaya bahwa hambatan itu harus dijadikan sebagai tantangan. Hambatan dalam meneliti itu berasal dari berbagai hal, termasuk dalam keluarga.

Namun ia menuturkan bahwa kunci dalam keluarga itu adalah dari awal mau berkomitmen, komunikasi, dan kepercayaan antara dia dan suami. Ines memahami bahwa mereka punya interest masing-masing. Interest  ini yang membuat hidupnya dan suami lebih kaya. 

5. Women at science mulai dipromosikan dalam berbagai bidang

Peran Perempuan dalam Penelitian, Riset, dan Teknologi di IndonesiaTalkshow 'Girls in Science: Even the Number' oleh ForMIND Institute dan Kemenristek BRIN. 8 Agustus 2020. IDN Times/Fajar Laksmita

Bambang menuturkan kelebihan perempuan yang tak dimiliki laki-laki secara umum. Salah satunya adalah dengan melihat aspek pada penekanan presisi. "Banyak supervisor merekrut perempuan. Jawabannya simpel, karena perempuan keahliannya adalah ketelitian dan ketelatenan," terangnya. 

Ada strategi tertentu untuk meningkatkan daya saing perempuan melalui SHTEAM. Dilansir Adaptable Mind (2015), beberapa di antaranya adalah dengan mengembangkan keahlian di abad 21, memahami emosi yang ada secara sosial, mengembangkan soft skills, growth mindset, hingga mempelajari life skills. 

Zaman sudah berubah. Women at science mulai dipromosikan dalam berbagai bidang. Dulu, peneliti perempuan masih bias karena dipengaruhi oleh stereotip, sekolah, lingkungan budaya, aspek sosial, sikap, dan penilaian diri.

Namun sekarang, pembagian kelas sesuai gender telah memudar. Perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama dalam segala bidang, tak terkecuali pada penelitian riset dan teknologi di era 4.0 seperti sekarang. 

Baca Juga: 7 Kabar Anak-anak Soekarno, Banyak yang Masih Aktif di Dunia Politik

Topik:

  • Febriyanti Revitasari

Berita Terkini Lainnya