Kisah Sarfraz Manzoor, yang Ingin Jadi Terbaik untuk Putrinya

Cinta ayah tak lekang oleh waktu.

Seorang lelaki juga memiliki kasih sayang yang besar, khususnya untuk anaknya. Itu yang dibuktikan oleh Sarfraz Manzoor kepada putrinya. Sarfraz kehilangan ayahnya karena serangan jantung mendadak ketika ia akan berumur 24 tahun. Ayahnya bernama Mohammed Manzoor, di mana kematiannya menimbulkan lubang yang begitu besar dalam diri Sarfraz.

Kisah Sarfraz Manzoor, yang Ingin Jadi Terbaik untuk PutrinyaSumber Gambar: theguardian.com

Hal yang paling dirindukan Sarfraz adalah pelukan ayah ketika ia tidur. Ia merasa terlindungi dan sangat bersyukur bisa meringkuk di kasur dan diapit kedua orang tuanya. Sarfraz merasa aman dengan keberadaan dua malaikat pelindungnya. Perasaan aman itu membuatnya terpukul di tahun-tahun awal kematian Mohammed.

Sarfraz dirundung kesedihan yang dalam. Ia berusaha mengingat di mana biasanya ayahnya berada. Ketika keberadaan ayahnya semakin hilang, ia mencoba mengingat lebih keras suara Mohammed. Sarfraz juga berusaha membangkitkan rasa ketika ia berpegangan tangan dengan ayahnya tersebut. Bahkan perasaan bisa memegang kapal di tumit kaki pun ayahnya pun membuatnya cukup bahagia.

Kisah Sarfraz Manzoor, yang Ingin Jadi Terbaik untuk PutrinyaSumber Gambar: theguardian.com

dm-player

Kematian Mohammed tak hanya menghapuskan posisi ayah di keluarga kecil Sarfraz. Dia juga kehilangan sosok guru, kakak, dan pelindung yang mengajarinya tentang keberanian menghadapi dunia. Kala itu Sarfraz masih sangat ingin belajar bagaimana menjadi seorang lelaki tangguh. Perlu diketahui, Mohammed pernah hidup di Inggris sendirian selama 11 tahun. Ia bekerja di sana untuk menghidupi Sarfraz dan Ibunya yang tinggal di Pakistan.

Kepergian Mohammed adalah bom atom. Meluluhlantakan peradaban Sarfraz; manuskrip, catatan sejarah keluarga, dan memudarkan dokumentasi perjalanan keluarga. Hingga menjadi secuil ingatan tak berarti.

Namun Sarfraz menampik kenyataan bahwa kematian ayahnya membuat hidup hanya seperti potret foto tak bermakna. Ia bangkit, tak ingin lagi menangisi kenyataan tersebut. Ia tahu ayahnya tak akan senang dengan kondisinya kala itu. Sarfraz ingin membuat ayahnya bangga, bahwa pengorbanannya tak sia-sia. Bahwa apa yang telah ditumbalkan ayahnya sebagai pekerja imigran masih utuh, bukannya hilang bersama kematiannya.

Kisah Sarfraz Manzoor, yang Ingin Jadi Terbaik untuk PutrinyaSumber Gambar: alexbakerphotography.com

Sarfraz merancang ulang hidupnya. Ia menikah, meskipun sebagian besar keluarga tidak menyetujui istrinya. Istrinya adalah ras kulit putih yang berbeda agama. Namun ternyata kasih sayang terhadap kemanusiaan mampu menembus batas ras dan agama. Itu malah ditunjukan oleh putrinya, Laila.

Laila mengamati bahwa setiap orang yang ditemuinya memiliki figur ayah kala umurnya sendiri baru tiga tahun. Suatu ketika di pantai, ia menggambarkan sosok lelaki. Sarfraz bertanya, siapakah yang Laila gambar. Laila menjawab, "Setiap orang punya ayah. Aku punya kamu, Yah. Tapi kulihat kau tidak memiliki, jadi kubuatkan satu ayah untukmu agar kau tidak sedih."

Sarfraz bersyukur dengan cara pikir Laila. Ia mensyukuri bagaimana ibunya sendiri bertahan 20 tahun tanpa figur suami membesarkannya. Dan kini ia memiliki keluarga sendiri. Semangatnya membuncah kembali.

Kisah Sarfraz Manzoor, yang Ingin Jadi Terbaik untuk PutrinyaSumber Gambar: theguardian.com

Pengalamannya menjadi anak yatim membuatnya sadar apa arti kehilangan. Sarfraz kini selalu menulis jurnal tentang hidupnya. Jurnal itu adalah dokumentasi perjalanan hidup terkait semua aspek pemikiran dan pengalaman. Bahkan ia kini selalu menghapus perasaan sedih, karena menurut ilmu medis modern; orang yang bahagia memiliki usia harapan hidup yang lebih lama. Sarfraz tak ingin meninggalkan Laila dengan cepat. Ia ingin berbagi kebahagiaan agar bisa hidup lebih lama dimana hidupnya dipersembahkan untuk putrinya.

Pengalaman berharga bukanlah apa yang direkam, tapi apa yang dirasa. Ia bertanya bagaimana cara terbaik untuk menghargai apa yang telah tiada dan pergi? Dulu ia menjawab dengan terus melanjutkan hidup tanpa dan tidak menangisi apa yang terjadi. Kini jawabannya berubah; dengan membuat bangga. Cara membuat bangga adalah dengan mempraktikan apa yang benar dan membenahi kesalahan yang terjadi.

Sarfraz tahu ayahnya tidak sempurna. Maka ia bertugas menyempurnakannya, yaitu dengan menjadi ayah terbaik untuk Laila sampai putrinya berkata, "You’re the best, Dad."

Kisah Sarfraz Manzoor, yang Ingin Jadi Terbaik untuk PutrinyaSumber Gambar: theguardian.com

Kalau kamu, apa yang telah kau persiapkan untuk anakmu kelak?

Topik:

Berita Terkini Lainnya