Buah Manis Gede Andika Bangun Les Bahasa Berupah Sampah Plastik

Ia merelakan kuliahnya ditunda demi anak-anak di desa

Selama bertahun-tahun, Pulau Bali dikenal sebagai tujuan pariwisata yang difavoritkan orang-orang di dunia. Budaya, alam, serta keramahannya memberikan kepuasan tersendiri bagi para pelancong.

Seketika, kenyataan itu berubah ketika pandemik COVID-19 mendera. Geliat pariwisata di Bali menurun dan memberi dampak pada perekonomian masyarakat Bali. Lebih dari itu, sektor pendidikan ikut terpengaruh.

Pemuda asal Desa Pemuteran, Buleleng bernama I Gede Andika Wira Teja, peka akan hal itu. Lewat program bernama Kredibali, ia berupaya membangun kembali kehidupan di desanya itu lewat pendidikan, aksi lingkungan, dan kepekaan sosial.

1. Sejatinya, Andika adalah sosok berprestasi. Beragam penghargaan dan beasiswa pernah diraihnya

Buah Manis Gede Andika Bangun Les Bahasa Berupah Sampah PlastikAndika saat jadi Duta Pemuda Daerah Kota Denpasar (andikawirateja.com)

Usia I Gede Andika Wira Teja atau akrab disapa Andika, masih sangat muda. Saat ini, ia baru berumur 23 tahun. Namun, di usia tersebut, sudah banyak prestasi yang telah diraihnya.

Dalam lingkungan kampus, misalnya. Ia pernah menjadi Mahasiswa Berprestasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana Tahun 2018, yang mana ia juga meraih gelar Sarjana di kampus tersebut.

Dalam skala nasional, ia adalah Penerima Beasiswa Bank Indonesia Scholarship 2017-2018, Duta Pemuda Indonesia Provinsi Bali Tahun 2019, dan Founder Komunitas Jejak Literasi Bali.

Sementara dalam skala internasional, ia sempat menjadi Delegasi Indonesia dalam ASEAN-India Students Exchange Program (AISEP) oleh CII dan Kemenpora RI serta Penerima Beasiswa Studi Singkat di Singapore (National University of Singapore dan Singapore Management University).

2. Semangat Andika menimba ilmu sedang tinggi-tingginya hingga ia mendapati fakta pahit di desa asalnya

Buah Manis Gede Andika Bangun Les Bahasa Berupah Sampah PlastikLansia di Desa Pemuteran (andikawirateja.com)

Menilik pendidikannya, Andika menimba ilmu Ekonomi Bisnis sejak 2015-2019 di Universitas Udayana, Bali. Tak hanya itu, ia sempat menjalani program academic exchange  bidang Ekonomi di Yamaguchi University, Jepang. Pendidikan di Singapura pun ikut dicicipinya.

Kegiatan itu otomatis membuatnya jarang pulang kampung selama bertahun-tahun. Terlebih setelah berstatus fresh graduate, dirinya diterima bekerja sebagai Staf Akuntan di Kementerian Pertahanan RI di Bali. 

Pandemik menerjang. Andika yang baru saja jadi karyawan, harus bekerja secara daring. Atas dasar keamanan serta kenyamanan kerja, ia pun pulang ke desa Pemuteran. Namun, ada hal yang membuat ia ganjil akan kondisi desanya yang terkini.

"Ketika saya di rumah, ada rasa 'Kok bukan Pemuteran yang saya tahu, ya? Kok, sepi? Dulu banyak bule di pinggir jalan,' Akhirnya, saya cari tahu apa yang terjadi," kenangnya saat diwawancarai secara daring pada Sabtu (18/12/2021) lalu.

Merasa prihatin akan kondisi daerah asalnya yang tergempur dampak negatif pandemik, niat Andika untuk melanjutkan pendidikan diurungkan. Sebab, fenomena yang dilihatnya kemudian, bukan saja perekonomian yang menurun, melainkan jauh lebih gawat daripada itu.

3. Praktis, bulan Maret-April 2020 ia habiskan dengan riset mengenai dampak pandemik di Pemuteran. Lahirlah Kredibali sebagai solusinya

Buah Manis Gede Andika Bangun Les Bahasa Berupah Sampah PlastikAndika saat beraktivitas di Kredibali (andikawirateja.com)

Berbekal ilmu yang ia tekuni semasa kuliah, Andika menjalani riset tentang dampak pandemik di Desa Pemuteran. Pengukuran data secara sains, seperti dengan cost benefit analysis, ia lakukan selama dua bulan.

dm-player

"Ternyata, masalahnya bukan ekonomi saja. Ada masalah yang tidak teramati secara data makro," kata sosok yang pernah berorganisasi di BEM PM Universitas Udayana tersebut. Masalah itu adalah kebijakan pemerintah terkait pembelajaran daring.

"Sebagian anak di Pemuteran tidak bisa sekolah daring. Salah satunya karena kepemilikan gawai. Diperparah dengan kondisi pandemik, jadi orangtuanya tidak bisa beli gawai dan tidak bisa beli kuota," Andika memaparkan faktanya.

Berangkat dari sini, Andika segera membuat model pendidikan alternatif. Terlebih dari data makro, daerah Buleleng memiliki angka putus sekolah yang tinggi. Dan lagi, sebagian besar penduduk di Pemuteran berasal dari kelas ekonomi menengah ke bawah dan bergantung pada sektor pariwisata. 

Ia pun menggagas Kredibali, singkatan dari Kreasi Edukasi Bahasa dan Lingkungan. Hal ini untuk mengatasi adanya gap year karena terhenti sekolah selama pandemik atau potensi tidak sekolah sama sekali kelak.

Di sini, anak-anak Desa Pemuteran dapat mengikuti les Bahasa Inggris. Biaya yang perlu dibayarkan pun bukan dengan uang, melainkan dengan sampah plastik.

"Anak-anak bisa bayar dengan sampah plastik yang sudah dipilah. Bukan yang bercampur dengan sampah lain karena ini bagian literasinya. Jadi, anak dilatih untuk memilah sampahnya," kata pria berkacamata itu.

Bekerja sama dengan lembaga nirlaba Plastic Exchange, sampah plastik yang terkumpul akan ditimbang, ditabung, dan ditukar dengan beras. Beras yang didapat akan diserahkan pada lansia yang kurang mampu di sekitar Desa Pemuteran. Penyerahan beras dilakukan setelah tes kemajuan kompetensi di tiap semester.

Baca Juga: Mariana Yunita, Melawan Stigma Perjuangkan Kesehatan Seksual Anak

4. Terpaksa menunda kuliah dan masa lulusnya, Andika tak pernah menyesal. Baginya, ia tak boleh egois terhadap keadaan sekitarnya

Buah Manis Gede Andika Bangun Les Bahasa Berupah Sampah PlastikAndika saat mengajar Bahasa Inggris (andikawirateja.com)

"Seharusnya saya dari tahun 2020 sudah kuliah. Tapi, saya pulang. Tahu kondisinya gini, saya batalkan kuliah saya. Jadi, saya baru kuliah lagi tahun 2021. Saya sekarang baru mau naik semester tiga," curhatnya.

Meski begitu, Andika tidak menyesal. Berpegang pada perbandingan cost benefit analysis, ia memilih tidak egois dan menyelamatkan harapan anak-anak agar tetap belajar selama pandemik.

"Harusnya, sudah selesai kuliah saya. Tapi, ada banyak harapan yang bisa diakomodasi. Ada banyak harapan yang bisa diselamatkan akhirnya. Jadi, saya gak mau selfish karena kuliah, lalu mengutamakan diri saya," tegas dia.

5. Tak sia-sia, usaha Andika diganjar 12th SATU Indonesia Awards 2021 sebagai Pejuang Tanpa Pamrih di Masa Pandemi COVID-19

Buah Manis Gede Andika Bangun Les Bahasa Berupah Sampah PlastikAndika membagikan sertifikat untuk Siswa EBC (Level Basic) (andikawirateja.com)

Kredibali didirikan bukan tanpa perdebatan. Di kala sekolah lain menutup pertemuan fisik, Kredibali justru membukanya. Ketakutan akan transmisi virus sempat digaungkan para orangtua.

Kini, barangkali Andika dapat tersenyum lega. Edukasi protokol kesehatan berhasil ia lakukan. Anak-anak didikannya tetap menjaga jarak. Proses pembelajaran bahasa, lingkungan, serta kepekaan sosial mendapat apresiasi dari orangtua yang semula sangsi.

Lebih positifnya lagi, ia baru saja dianugerahi 12th SATU Indonesia Awards 2021 dari Astra Indonesia. Gelar "Pejuang Tanpa Pamrih di Masa Pandemi COVID-19" ia raih bersama 10 sosok lain di nusantara. Resmi sudah prestasi Andika bertambah.

Kerja keras Andika selama pandemik berikut pengorbanannya menunda kuliah, tak sia-sia. Justru, apa yang dilakukannya jadi inspirasi bagi anak muda lain di Indonesia. Bahwa bermanfaat bagi sesama tidak harus muluk-muluk, melainkan bisa dibangun dari lingkungan terdekat. Lalu, bagaimana dengan kamu?

Baca Juga: Asa Tumpas Stigma: Perjuangan Elmi untuk Sahabat Difabel NTT

Febriyanti Revitasari Photo Verified Writer Febriyanti Revitasari

I believe the grass is no more greener on the other side

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Izza Namira

Berita Terkini Lainnya