Berawal dari Keresahan, Tunggul Wujudkan Desa Literasi di Banyuwangi

Kini 57 taman baca sudah tersebar di berbagai kota

Sekelompok anak tertawa riang di halaman lapang. Masing-masing memegang selendang panjang yang berkibar di belakang tubuhnya. Masker yang digunakan sudah melorot sampai ke dagu. Mereka berlarian sambil mengejar selendang satu sama lain. Berusaha menangkap "ekor emas" agar menang.

Anak-anak ini adalah warga Desa Ketapang, Kecamatan Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi. Mereka sedang asyik bermain di tanah lapang, depan Rumah Literasi Indonesia. Permainan  Ekor Emas adalah salah satu program Rumah Literasi Indonesia untuk memberikan edukasi tentang kehidupan kepada anak-anak desa ini.

Selain permainan, Rumah Literasi Indonesia sejatinya adalah gerakan edukasi masyarakat desa berbasis literasi. Gerakan yang digagas oleh Tunggul Harwanto dan kawan-kawannya ini berupaya memanfaatkan potensi desa untuk menyebarkan kepedulian literasi terutama untuk generasi muda. Rumah Literasi Indonesia yang berawal dari Banyuwangi kini memiliki jejaring hingga ke berbagai daerah di Indonesia untuk menyebarkan semangat pendidikan dan literasi.

1. Pemuda Desa Ketapang memiliki keresahan mengenai permasalahan sosial di sekitar

Berawal dari Keresahan, Tunggul Wujudkan Desa Literasi di BanyuwangiKegiatan anak-anak di Rumah Literasi Indonesia, Banyuwangi. (Instagram.com/rumahliterasiindonesia)

Tunggul bercerita, Rumah Literasi Indonesia berawal dari keresahan para pemuda asli Desa Ketapang. Saat itu, pemuda-pemudi ini merasa bahwa akses pendidikan kepada anak-anak desa masih belum terbuka luas. Buku-buku bacaan masih terbatas. Cita-cita seakan terpangkas. Anak-anak ini membutuhkan bantuan agar bisa melihat dunia dengan lebih bebas.

Pada tahun 2014, Tunggul menyebutkan ada beberapa masalah sosial yang terjadi di desa tersebut. Pertama, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak cukup tinggi. Pernikahan anak juga menjadi jawaban atas terbatasnya akses pendidikan. Belum pula kasus penyalahgunaan narkoba oleh ramaja.

"Wah ini gak bisa dibiarin ini. Kita perlu campaign agar anak-anak ini gak begini lagi," ujar Tunggul saat dihubungi penulis, Sabtu (20/11/2021).

Tunggul yang saat itu merupakan perantau melihat bahwa masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat setempat berasal dari satu akar, yaitu pendidikan. Akhirnya, ia bersama 4 pemuda asli desa itu membentuk gerakan kerelawanan di bidang literasi yaitu Rumah Literasi Indonesia.

"Anak-anak mudanya tidak punya ruang berekspresi. Kegiatannya paling sering, ya, nongkrong gak punya misi. Nongkrong gak jelas ini membuka peluang penyalahgunaan narkoba," terang Tunggul.

2. Gagas Desa Ketapang menjadi Desa Literasi

Berawal dari Keresahan, Tunggul Wujudkan Desa Literasi di BanyuwangiSalah satu penggagas Rumah Literasi Indonesia, Tunggul Harwanto. (Instagram.com/tunggul_harwanto)

Perjalanan Tunggul dan kawan-kawan sejak 2014 memang tidak mudah. Berawal dari satu taman baca, lima orang inisiator Rumah Literasi Indonesia ini membangun konsep dan rencana ke depan agar gerakan mereka bisa semakin berdampak bagi Indonesia, utamanya bagi Desa Ketapang.

"Karena kami ingin membangun Indonesia dari kampung halaman," tuturnya.

Sampai pada akhirnya, di tahun 2017, Tunggul dan teman-temannya memberanikan diri membuat kemajuan besar. Mereka menyarankan pembangunan Desa Literasi ke Pemerintah Desa Ketapang. Berbagai macam konsep pengembangan sumber daya manusia ditawarkan untuk memajukan desa.

"Selama ini kami melihat pemerintah desa punya potensi dalam pengembangan smart kampung. Cuma aturannya itu masih fokus di infrastruktur," sebut Tunggul.

Konsep kolaboratif yang diajukan oleh Rumah Literasi Indonesia ini pun diterima oleh pemerintah desa. Akhirnya, Desa Literasi terwujud dengan dukungan pemerintah setempat. Konsep desa ini terus berkembang sejak 2017 hingga mengantarkan Tunggul meraih SATU Indonesia Awards tingkat Provinsi Jawa Timur pada tahun 2020.

3. Berbagai program dijalankan di Desa Literasi

Berawal dari Keresahan, Tunggul Wujudkan Desa Literasi di BanyuwangiSalah satu kegiatan di Rumah Literasi Indonesia, Banyuwangi. (Instagram.com/tunggul_harwanto)

Para relawan mewujudkan Desa Ketapang menjadi Desa Literasi yang tidak hanya sekadar melek membaca buku saja. Tunggul menjabarkan, ada beberapa aspek yang mereka kembangkan di Desa Literasi antara lain literasi warga, literasi aparatur, literasi anak-anak, dan lain-lain.

dm-player

Salah satu program yang dijalankan di Desa Literasi adalah gerakan 1.000 rumah baca. Tentu, angka 1.000 ini masih menjadi nama program yang berarti doa bagi para relawan. Saat ini, baru ada 5 taman baca di Desa Literasi.

Selain itu, ada pula Sekolah Pengasuhan Berbasis Komunitas. Program ini bertujuan untuk menjadi forum berbagi para orangtua di Desa Ketapang mengenai parenting. Para relawan Rumah Literasi Indonesia akan menyediakan narasumber yang cocok untuk berbagi pengalaman mengenai bermacam topik parenting.

"Orangtua di sini bisa saling berbagi praktik. Itu juga termasuk praktik baik dan praktik gagal dalam pengasuhan," terang Tunggul.

Ada juga program Hai Desa yang memberikan ruang anak-anak muda untuk menyuarakan aspirasi mereka mengenai pembangunan Desa Ketapang. Aspirasi ini ditampung dalam satu forum bersama perangkat desa. Dengan ini, para pemuda memiliki kesempatan untuk berkolaborasi dan berkontribusi bagi kampung halaman mereka.

Program lain yang sering ditunggu-tunggu adalah LiterUp. Satu bulan sekali, anak-anak di desa tersebut akan menampilkan berbagai pertunjukkan seni sesuai minat mereka seperti menari, membaca puisi, atau lainnya. 

Baca Juga: KBA Cengkareng Timur dan Antusias Warga Rawat Lingkungan Bersama

4. Turut dampingi anak-anak belajar dengan menyenangkan selama pandemik

Berawal dari Keresahan, Tunggul Wujudkan Desa Literasi di BanyuwangiKegiatan anak-anak di Rumah Literasi Indonesia, Banyuwangi. (Instagram.com/rumahliterasiindonesia)

Kegiatan Desa Literasi ini awalnya berjalan dengan lancar. Namun, program-program mereka mulai terkendala ketika Pandemik COVID-19 menyerang. Upaya pengembangan pendidikan yang mereka usung tak sejalan dengan kenyataan saat masih banyak anak kesulitan belajar.

Akhirnya, Tunggul menginisiasi survei untuk mencari tahu kondisi terkini anak-anak yang biasanya beraktivitas di Rumah Literasi Indonesia. Dari hasil survei mereka, di ketahui bahwa 90 persen orangtua kesulitan mendampingi anak-anak untuk belajar di rumah. Sementara 85 persen orangtua juga terkendala akses internet. Belum lagi kondisi perekonomian orangtua yang merosot akibat PHK atau penutupan usaha. Sebanyak 25 persen keluarga di desa ini juga tidak memiliki perangkat seluler sehingga menghambat pembelajaran. Terakhir dan yang paling jelas, 90 persen anak bosan belajar di rumah.

"Orangtua tidak bisa jadi teman belajar yang baik. Sember belajar terbatas dan gak bisa bertemu teman. Banyak faktor yang menyebabkan anak-anak ini bosan," sebut Tunggul.

Alhasil, Rumah Literasi Indonesia membuat program pengasuhan berbasis komunitas. Para relawan yang ada di taman baca mengundang anak-anak tersebut untuk belajar bersama di taman baca dengan protokol kesehatan yang ketat. Taman baca ini juga dilengkapi dengan gawai yang dapat dipinjam serta koneksi Wifi sehingga anak-anak bisa belajar dengan baik.

"Kita bisa bantu untuk mendekatkan akses belajar mereka. Taman baca ini kalau di jam belajar itu malah ramai. Kalau taman baca lokasi yang nyaman dan ramah bagi anak-anak. Tapi tentu, waktu Banyuwangi sempat zona merah itu kegiatan kita hentikan," tutur Tunggul.

5. Rumah Literasi Indonesia bermanfaat bagi anak-anak, orangtua, dan pemuda desa

Berawal dari Keresahan, Tunggul Wujudkan Desa Literasi di BanyuwangiSalah satu kegiatan di Rumah Literasi Indonesia, Banyuwangi. (Instagram.com/rumahliterasiindonesia)

Perjuangan para relawan Rumah Literasi Indonesia pun sedikit demi sedikit membuahkan hasil. Semakin banyak pemuda di Banyuwangi dan sekitarnya yang terinspirasi oleh gerakan mereka dan mulai membangun taman baca di lingkungan masing-masing. Saat ini setidaknya ada 57 taman baca yang menjadi jejaring Rumah Literasi Indonesia dan tersebar di berbagai kota.

Rumah Literasi Indonesia ini tak hanya bermanfaat bagi anak-anak dan juga orangtua. Tujuan utama Tunggul yaitu mengoptimalkan sumber daya manusia di desa juga bisa dicapai. Pemuda-pemuda desa diajak menjadi relawan agar terhindar dari kegiatan-kegiatan negatif.

Tak hanya itu saja, Rumah Literasi Indonesia juga memiliki kegiatan sociopreneur yang memungkinkan para relawan bisa tetap berkarier. Tunggul menyebutkan berbagai macam usaha yang mereka lakukan seperti rumah sayur, studio musik, jasa pembuatan film, konsultasi pendidikan, pengelolaan sampah, dan lainnya.

"Spirit utama kami adalah gerakan. Nilai utamanya kerelawanan. Tapi jangan sampai relawan ini malah susah, tidak begitu. Yang penting, bagaimana kita bisa bermanfaat bagi masyarakat tapi juga bermanfaat bagi diri sendiri," tutup Tunggul.

Baca Juga: Tanpa Pamrih, Gede Andika Wujudkan Pendidikan Berbasis Lingkungan

Fitria Nur Madia Photo Verified Writer Fitria Nur Madia

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Izza Namira

Berita Terkini Lainnya