Kisah Dayu Ani, Koreografer Film Sekala Niskala yang Pernah Minder

#AkuPerempuan Ia pernah ingin berhenti jadi seorang koreografer

Siapa yang sudah menonton film Sekala Niskala (The Seen and Unseen) karya sutradara muda tanah air, Kamila Andini? Jika sudah pernah, kamu pasti ingat dengan adegan tari yang menjadi daya tarik di film tersebut. Ya, Sekala Niskala adalah sebuah film yang lebih banyak menggunakan bahasa tari.

Kali ini kita akan berkenalan lebih dekat dengan Ida Ayu Wayan Arya Satyani. Perempuan asal Pulau Dewata, Bali, yang jadi koreografer tari di balik suksesnya film Sekala Niskala tersebut. Berkat campur tangan koreografi tarinya juga, film tersebut berhasil menyabet sederet penghargaan di ajang bergengsi.

Sebut saja Best Youth Film di ajang Asia Pasific Screen Award, dan The Grand Prix pada kategori Generation Kplus International Jury di ajang Festival Film Berlinale, Berlin, Jerman.

Bagaimana Ida Ayu Wayan Arya Satyani atau yang akrab disapa Dayu Ani ini bisa terpilih menjadi koreografer tari film Sekala Niskala, dan bagaimana kisah perjuangannya?

1. Kamila Andini tertarik melihat karakter dari gerakan koreografinya

Kisah Dayu Ani, Koreografer Film Sekala Niskala yang Pernah MinderAlexandermatius via instagram.com/theseenandunseen

Awal cerita, saat Kamila Andini datang ke Bali sekitar tahun 2011, Dayu Ani sedang menggarap karya seni beleganjur berjudul Dang Manik Angkeran. Saat itu, Kamila Andini mengaku tertarik melihat karakter dari gerakan koreografinya. Dini lantas meminta Dayu Ani menjadi koreografer tari untuk filmnya.

Sejak awal, Dini memang ingin membuat film dengan bahasa tari. Agar film tersebut bisa memunculkan gerak tari, dibuatlah cerita kembar buncing. Yakni seorang anak yang mengalami sakit keras, sedangkan saudara kembarnya merasa sangat kesepian, hingga akhirnya berimajinasi dengan menari.

Cerita ini memang dibangun sedemikian rupa. Dini tidak mengadopsi cerita yang ada di Bali. Hanya inspirasinya saja yang ia ambil dari Bali.

Dini meminta saya menjadi koreografer tari untuk filmnya, itu sejak tahun 2011. Waktu itu belum dapat ketemu kisah kembar buncing untuk dijadikan film. Dini hanya bilang akan membuat film dengan bahasa tari. Kemudian ketemulah cerita itu, dan saya membuat koreografinya. Lumayan susah menemukan tokoh anak perempuannya. Karena Dini menginginkan anak yang menarinya bagus, plus kemampuan akting yang sangat natural. Selain itu, vokal juga harus bagus.

2. Sejak SMP, ia sudah melatih anak-anak menari

Kisah Dayu Ani, Koreografer Film Sekala Niskala yang Pernah Minderfacebook.com/widnyana sudibya

Menjadi koreografer bukanlah dari aji mumpung. Bakat Dayu Ani terlihat sejak ia masih muda. Lingkungannya mendukung. Bahkan orangtuanya, Ida Wayan Oka Granoka dan Ida Ayu Wayan Supraba, juga sama-sama seorang seniman. Kemampuan Dayu Ani makin terasah di tengah keluarga yang mencintai seni.

Saat SMP, Dayu Ani kerap mengajar anak-anak belajar menari di Sanggar Seni Maha Bajra Sandhi, sanggar yang didirikan oleh ayahnya. Lambat laun, sang ayah memintanya supaya membuat karya seni sendiri. Dari sinilah Dayu Ani pertama kali belajar menjadi seorang koreografer.

dm-player
Ajik (Ayah-red) saya bilang, kalau melestarikan tarian yang sudah ada, itu sudah banyak yang melestarikan. Coba buat karya sendiri. Sejak saat itu saya terus disuruh belajar tentang gerakan. Gerakan yang unik-unik, bukan gerak tari yang sudah ada. Ternyata itulah yang membangun karakter koreografi saya sampai sekarang.

3. Sempat menghindar, namun takdir menuntunnya menjadi seorang koreografer

Kisah Dayu Ani, Koreografer Film Sekala Niskala yang Pernah Minderfacebook.com/Dayu Arya Dayu Ani

Meski kini semakin serius menggeluti dunia koreografi, namun sebenarnya Dayu Ani pernah menghindari pilihannya tersebut. Ia sempat ingin berhenti karena minder. Sebab perempuan kelahiran Denpasar, 17 September 1977 ini merasa koreografi yang dipelajarinya kelihatan tidak cantik seperti gerak tari yang sudah memiliki pakem.

Terutama ketika dia belajar gerak-gerak sederhana seperti menirukan gerakan orang menyusui, orang menyapu, monyet yang sedang marah dan gerakan alami lain yang ia pelajari.

Saat saya sempat berhenti, ada sesuatu yang hilang rasanya. Tapi saya menganggap itu sebagai anugerah. Meskipun saya sempat mengingkari, ternyata jalan saya di sana. Akhirnya saya sadar dan kembali menggelutinya.

4. Inilah aksi Dayu Ani saat mementaskan "Jirah" dari novel karya Cok Sawitri

m-GQHfFVyhI

Dayu Ani mengungkapkan, Tari Legong Topeng Tantri merupakan karya koreografi ciptaan pertamanya di luar sanggar, tanpa campur tangan dari orangtuanya. Selain itu, pementasan berjudul "Jirah" juga menjadi karya fenomenalnya yang diangkat dari novel karya sastrawan Bali, Cok Sawitri.

5. Perempuan harus memperjuangkan kreativitas yang dimilikinya

Kisah Dayu Ani, Koreografer Film Sekala Niskala yang Pernah Minderinstagram.com/dayuaryadayuani

Ibu satu anak yang sekarang menjadi dosen seni pertunjukan di ISI Denpasar ini berpesan, perempuan harus memperjuangkan kreativitas yang dimilikinya. Karena sebagai seorang perempuan harus mau belajar secara terus-menerus.

Apalagi setelah memutuskan untuk menikah. Perempuan jangan sampai menghentikan rasa ingin belajarnya terhadap kemampuan, dan kreativitas yang dimilikinya tersebut.

Harapannya, setelah berhasil memperjuangkannya, perempuan yang akan menjadi seorang ibu ini nanti, bisa mendidik anak-anaknya menjadi sosok yang kreatif dan mau berjuang.

Perempuan adalah media tumbuh bagi generasi berikutnya. Paling tidak buat anaknya, dan berguna untuk lingkungan sekitarnya. Begitu juga lingkungan kita harus mendukung, harus memelihara perempuan sebagai peradaban bangsa.
Dian Photo Writer Dian

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Irma Yudistirani
  • Arifina Budi A.

Berita Terkini Lainnya