7 Persepsi Negatif Soal Politik Ini Jangan Kamu Percaya
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Tahun 2019 merupakan tahun politik, di mana masyarakat Indonesia yang sudah memenuhi syarat memilih, berhak menentukan siapa presiden dan wakil presiden serta anggota legislatif untuk 5 tahun ke depan.
Menuju pesta demokrasi 17 April 2019, tentunya beragam pendapat masyarakat tentang dinamika politik banyak bersliweran di dunia maya maupun lewat diskusi santai. Banyak yang berpandangan positif dan tak sedikit pula yang mencibir.
Nah, agar semakin cerdas dan melek politik, ada baiknya kamu menghindari 7 persepsi negatif tentang politik di bawah ini.
1. Politik praktis itu kotor
Sebenarnya politik praktis adalah praktek dari teori-teori politik yang ada. Tentunya, ada teori yang bersifat positif dan ada pula yang sama sekali bertentangan dengan hukum dan hati nurani.
Yang tidak boleh ditiru adalah politik pragmatis, di mana kamu memilih seseorang karena faktor kesamaan daerah, agama, ras, suku, hubungan darah atau karena ada iming-iming jabatan maupun sejumlah uang.
Budaya politik seperti itu disebut politik kaula dan parokial. Jadi sebaiknya jangan tiru. Seharusnya budaya politik partisipan seperti mencoblos seseorang karena visi dan misi yang jelas serta anti-hoax yang perlu kamu terapkan.
2. Politik sebagai alat merebut dan mempertahankan kekuasaan
Politik seharusnya dimaknai sebagai alat untuk mendistribusikan keadilan dan kesejahteraan kepada seluruh rakyat, bukan malah sebagai alat demi ambisi menjadi orang paling penting di negara ini.
Dengan demikian, yang namanya hoax atau konflik gara-gara beda pilihan atau pendapat dapat diminimalisir bahkan dihilangkan.
3. Hanya orang bermodal yang bisa mencalonkan diri
Baca Juga: Terjun ke Politik, Ini 10 Potret Murah Senyum Manohara Saat Kampanye
Sseringkali terdengar berbagai pendapat di masyarakat yang menginterpretasikan jika untuk menjadi calon presiden maupun legislatif hanya orang-orang yang memiliki uang banyak.
Editor’s picks
Padahal, menurut UUD 1945 dan UU Pemilu, tidak ada kok syarat yang mengharuskan kamu menjadi mapan ekonomi terlebih dahulu sebelum mencalonkan diri. Hanya saja, tidak dapat dipungkiri jika kamu juga mesti mengeluarkan biaya untuk kampanye.
4. ASN tidak boleh ikut mengkampanyekan pilihannya
Orang-rang yang berstatus ASN juga manusia biasa pada umumnya yang hak politiknya tetap dijamin oleh konstitusi. Kamu boleh kok ikut berpartisipasi dalam mengkampanyekan pilihanmu di luar jam kerja atau hari libur serta tidak memakai atribut ASN dan tidak tidak mengintervensi pilihan orang lain.
5. Golput itu haram
Sangat disayangkan jika kamu masih memandang negatif mereka yang memilih untuk tidak memilih calon usungan partai politik. Sama seperti hak untuk memilih dan dipilih dalam politik, golput juga merupakan hak yang tidak dapat diganggu gugat.
Tentunya, bagi kamu yang memilih golput, sebaiknya jangan mengintervensi atau memaksa bahkan menghalang-halangi orang lain yang hendak memilih. Jadi, mari saling menghargai satu sama lain.
6. Money Politic hanya berupa uang
Politik uang sebenarnya tidak terbatas pada uang tunai saja, tetapi bisa juga berupa benda atau janji jabatan yang dapat membuat seseorang mencoblos si pemberi. Misalnya beras, sarung, kaos dan topi.
Hanya saja, karna nilainya tergolong rendah, pemberian benda yang dimaksudkan untuk menarik pemilih tersebut tidak dikategorikan sebagai bentuk praktik politik uang.
7. Beda pilihan dan pendapat berarti bukan kawan
Siapapun pilihanmu dan apapun pendapatmu, bukan berarti kamu harus menjauhi atau malah membenci mereka yang tidak sekelompok denganmu. Karenanya, tetap jalin hubungan silahturahmi dan jangan menimbulkan perselisihan.
Nah, 7 persepsi negatif di atas jangan kamu biasakan ya! Jadilah pemilih yang cerdas dan melek politik.
Baca Juga: [INFOGRAFIS] 67 Artis Populer yang Berpartisipasi di Pemilu 2019
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.