Kisah Anak Perempuan NTT yang Berhenti Sekolah karena Akses Air Sulit

Karena itu, diadakan ajang lari untuk mendukung mereka

Jakarta, IDN Times - Senin (30/9) Yayasan Plan International Indonesia atau Plan Indonesia hadirkan program Jelajah Timur - Run for Equality. Program ini bertujuan untuk mendukung kesetaraan anak perempuan di Nusa Tenggara Timur (NTT). Di daerah pelosok tersebut, akses air bersih sulit dijangkau.

Untuk mendapatkan air bersih, masyarakat NTT perlu menempuh medan yang cukup terjal. Ternyata, tugas ini dilakukan oleh anak-anak perempuan NTT setiap hari. Dari fenomena ini, Plan Indonesia mengajak masyarakat mengikuti ajang lari untuk air bersih dan kesetaraan anak perempuan di NTT.

Program ini akan berlangsung pada 19 Oktober mendatang di Kabupaten Ende, NTT. Berikut kisah anak perempuan NTT yang berhenti sekolah karena akses air sulit serta program akses air bersih untuk kesetaraan anak perempuan di sana.

1. Faktor budaya membuat anak perempuan di NTT bertanggung jawab untuk menyediakan air rumah tangga

Kisah Anak Perempuan NTT yang Berhenti Sekolah karena Akses Air SulitIDN Times/Klara Livia

Isu kesetaraan gender masih langka bagi anak perempuan. Di NTT, salah satu akar masalah timbulnya isu kesetaraan gender adalah karena minimnya akses air bersih. Di sana, terdapat tradisi yang mewajibkannya untuk menyediakan air bagi rumah tangga.

Hal tersebut mungkin terdengar mudah bagi kita yang tinggal di daerah perkotaan. Namun, tidak untuk warga NTT. Pasalnya, akses air bersih di sana masih sangat minim. 

"Ketika sudah dewasa dan menjadi Ibu, mereka tidak mengambil air lagi. Namun, mereka menugaskan anak perempuannya untuk mengambil air. Kalau kita tidak memperjuangkan kesetaraan perempuan ini, lingkaran ini tidak akan berhenti," papar Linda Sukandar, Direktur Fundraising Plan Indonesia.

2. Akses air bersih di NTT terbatas, terutama saat musim kemarau. Mereka harus berjalan selama 30 menit hingga 2 jam untuk mengambil air

Kisah Anak Perempuan NTT yang Berhenti Sekolah karena Akses Air Sulitdok. Yayasan Plan International Indonesia

Setiap harinya, anak perempuan NTT menempuh 30 menit hingga 2 jam untuk mengambil air. Pagi hari sebelum sekolah, anak perempuan mengambil air untuk mandi pagi dan minum keluarga. Pada sore hari, mereka mengambil air kembali untuk mandi sore. Belum lagi ketika musim-musim kering, kebutuhan air tentu akan semakin bertambah.

"Desa-desa di sana itu kering sekali, terutama pada bulan-bulan kering seperti September-Oktober itu sedang panas-panasnya. Kebutuhan air bersih jadi sangat banyak sedangkan banyak area kering," tutur Linda.

Selain itu, akses untuk mencapai sumber air bersih juga tidak mulus seperti di perkotaan. Anak perempuan tidak hanya berjalan di tengah teriknya panas matahari, namun juga menempuh jalanan yang masih sangat terjal.

3. Akibat dari tanggung jawab ini, banyak anak perempuan kelelahan dan akhirnya drop out dari sekolah

dm-player
Kisah Anak Perempuan NTT yang Berhenti Sekolah karena Akses Air SulitIDN Times/Klara Livia

Dampak dari tanggung jawab ini adalah setiap harinya anak perempuan menjadi kelelahan. Setiap pagi, anak perempuan harus mengambil air sebelum sekolah. Energi mereka sudah terkuras untuk mengambil air. Saat bersekolah, mereka malah tidak fokus dengan pelajaran hingga tertidur. Akhirnya, anak perempuan ini memilih berhenti sekolah.

"Angka drop out anak perempuan di NTT jauh lebih tinggi daripada anak laki-laki karena permasalahan air ini. Jadi kita melihat, kalau kita bisa menyediakan akses air bersih yang cukup, banyak banget masalah yang dapat diselesaikan," terangnya.

Baca Juga: 9 Hal yang Harus Kamu Ketahui Sebelum Traveling Menjelajahi NTT

4. Anak perempuan juga minim perlindungan saat tempuh perjalanan ke sumber air yang jauh. Akibatnya, mereka juga rentan terhadap pelecehan

Kisah Anak Perempuan NTT yang Berhenti Sekolah karena Akses Air Sulitdok. Yayasan Plan International Indonesia

Selain banyak yang berhenti sekolah, anak perempuan NTT juga rawan akan pelecehan seksual. Ketika mereka mengambil air untuk sore hari, mereka bisa pulang saat hari sudah gelap. Akhirnya dalam perjalanan pulang, mereka rentan mendapat pelecehan oleh warga sekitar.

"Ada salah satu anak dampingan kami yang pulang agak larut hari itu. Dia dilecehkan oleh pemuda di sana. Menurut teman yang mendampingi di sana, dia tidak hanya satu kali mengalami kejadian tersebut. Ini baru satu desa, belum desa lain," cerita Linda.

5. Melihat kondisi ini, Plan Indonesia membuat aksi Jelajah Timur - Run for Equality untuk menyediakan sumber air bersih di NTT

Kisah Anak Perempuan NTT yang Berhenti Sekolah karena Akses Air SulitIDN Times/Klara Livia

Melalui program Jelajah Timur - Run for Equality, Plan Indonesia menggerakkan aksi untuk akses air bersih dan kesetaraan anak perempuan di NTT. Program ini melibatkan 50 pelari profesional dan masyarakat umum yang akan berlari sejauh 57 km melintasi Kabupaten Ende. 

Dari program ini, Plan Indonesia juga menggalang dana untuk memberikan akses air bersih di sekitar 10 dusun di NTT. Penggalangan dana ini juga melibatkan pelari-pelari yang terlibat dalam program, seperti Carla Felany dan Candra Nugraha.

Itu dia kisah anak perempuan NTT yang berhenti sekolah karena akses air sulit. Bagi kamu yang tertarik untuk berdonasi, dapat mengunjungi kitabisa.com/jelajahtimur. Yuk, bantu teman-teman kita untuk mendapat air bersih sekaligus mendukung kesetaraan anak perempuan!

Baca Juga: Masih Musim Kemarau, Ini 7 Cara Efektif untuk Menghemat Air Bersih

Topik:

  • Febriyanti Revitasari

Berita Terkini Lainnya