5 Sebab Kita Sulit Menjalankan Nasihat Sendiri, Dikira Cuma Jago Teori
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Tanpa diminta pun, kita pasti kerap memberikan nasihat pada orang lain. Baik melalui karya-karya kita, unggahan di media sosial, maupun saat kita mengobrol dengan teman atau saudara yang sedang memiliki masalah.
Nasihat adalah sesuatu yang baik sehingga tak ada salahnya bila kita menasihati orang lain. Namun kenapa ya, kadang kita kesulitan untuk melaksanakan nasihat sendiri?
Sering kali kita bahkan kurang menyadari hal ini sampai ada orang yang menegur. Misalnya, dengan menyebut kita cuma pandai berteori. Sebagai bahan introspeksi sekaligus agar ke depan kita juga mampu menjalankan nasihat-nasihat tersebut, yuk, ikuti pembahasannya berikut ini.
1. Kita cuma meneruskan nasihat yang sering didengar
Tidak semua peristiwa pernah kita alami. Maka dari itu, tak jarang kita sebenarnya bingung hendak menasihatkan apa saat seseorang menceritakan masalahnya. Sementara itu, diam saja juga tak menjawab kebutuhannya akan masukan.
Akhirnya, kita mengingat kembali nasihat-nasihat yang sudah sering kita dengar. Lalu kita memilih nasihat yang sepertinya paling cocok dengan situasi teman kita. Misalnya, menasihatinya agar lebih bersabar meski kita sendiri bukan tipe penyabar.
2. Berpikir nasihat itu cocok untuk orang lain, tapi tidak buat kita
Misalnya, kita menasihati teman agar ia tak perlu memikirkan gengsi dalam berpenampilan. Pakaian murah pun tak masalah asalkan ia nyaman memakainya. Dia tidak harus membeli pakaian dengan merek tertentu yang harganya mahal.
Akan tetapi, nasihat tersebut bertolak belakang dengan outfit kita sendiri yang bermerek. Ketidaksesuaian antara nasihat dengan diri kita barangkali lantaran kita mempertimbangkan kemampuan finansial teman.
Kita tahu penghasilannya tidak cukup besar untuk membeli barang-barang bermerek mahal. Sedang jumlah tanggungannya banyak. Daripada kebutuhan-kebutuhan yang lebih penting dalam keluarganya terbengkalai, kita menasihatinya untuk tidak malu berpenampilan sederhana.
Baca Juga: 5 Alasan untuk Selalu Menyaring Nasihat dari Orang Lain
3. Beberapa nasihat membutuhkan biaya dalam pelaksanaannya
Editor’s picks
Contoh, kita menasihati teman kantor agar rajin menabung sebagian gajinya buat membeli rumah. Akan tetapi, ternyata kita juga belum punya rumah dan masih tinggal di kos-kosan. Apakah ini artinya nasihat kita cuma omong kosong yang tak perlu didengarkan?
Tidak juga. Punya rumah sendiri memang penting. Hanya saja, membeli rumah juga butuh biaya yang sama sekali gak sedikit. Kita masih tinggal di kos-kosan karena tabungan belum cukup buat membeli rumah, tetapi akan terus mengusahakannya.
4. Rasanya memang berbeda ketika kita mengalami sendiri suatu peristiwa
Ketika kita memberikan nasihat untuk orang lain, kita berpikir secara logis. Pikiran kita sangat jernih pada saat itu karena orang lain yang mengalami masalah atau peristiwa buruk. Meski kita mampu berempati, kita tidak benar-benar berada di posisinya.
Berbeda dengan bila kita yang mengalami suatu persoalan. Sisi emosi kita biasanya langsung terserang. Efeknya, nasihat yang sering kita berikan pada orang lain menjadi sulit dijalankan. Misalnya, nasihat agar tetap tabah ketika putus dengan pacar.
Kita tahu nasihat tersebut baik dan benar. Hanya saja, saat ini kita dikuasai emosi sehingga kita tetap menangis dan sulit menerima kenyataan. Nanti, perlahan-lahan rasa syok itu juga akan berkurang dan kita belajar buat tabah, kok.
5. Nasihat tersebut sebenarnya lebih untuk pengingat diri sendiri alias self reminder
Suatu nasihat dalam unggahan di media sosial terkadang diberi hashtag 'self reminder'. Pemberian hashtag seperti ini bukan tak ada maknanya, lho. Maknanya yaitu kita sendiri masih kerap lupa untuk menerapkannya.
Oleh sebab itu, kita menuliskan atau mengatakan nasihat tersebut dengan harapan akan lebih mudah buat mengingatnya. Ini merupakan upaya yang baik meski kita belum mampu konsisten dalam penerapannya.
Satu-satunya cara untuk mengurangi julukan 'cuma jago teori' adalah dengan lebih berhati-hati ketika hendak menasihati orang lain. Usahakan perilaku atau pencapaian kita telah sesuai dengan isi nasihat.
Kalau belum sesuai, tambahi nasihat tersebut dengan, ".... aku juga masih belajar buat begitu, kok." Kalimat sesimpel ini bakal mendorong orang untuk mau belajar menerapkan suatu nasihat bersamamu.
Baca Juga: 5 Nasihat untuk Kamu yang Terobsesi pada Produktivitas
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.