Fakta Bullying Menurut Andrea, Penggagas Gerakan Indonesia Bebas Bully

Bullying ternyata bukan fisik dan verbal saja

Fenomena bullying memang masih menjadi isu yang hangat di Indonesia. Sampai saat ini, masih banyak kasus bullying yang terjadi di negara kita. Namun, sayangnya masih banyak orang yang kurang aware terhadap fenomena bullying. Itulah yang menyebabkan ada beberapa fakta tentang bullying yang masih belum diketahui banyak orang.

Andrea Neysa Ardelia, penggagas atau founder gerakan Indonesia Bebas Bully, menyampaikan beberapa fakta tentang bully lewat wawancara daring dengan IDN Times pada Senin (13/02/2023) silam. Inilah beberapa fakta bullying dari Andrea yang mungkin belum kamu ketahui.

1. Tipe bullying bukan hanya verbal dan fisik

Fakta Bullying Menurut Andrea, Penggagas Gerakan Indonesia Bebas Bullyilustrasi bullying (pexels.com/RODNAE Productions)

Selama ini, mungkin kita hanya mengetahui bahwa bullying berupa fisik dan mental saja. Padahal, ada banyak tipe bullying lainnya. Itulah yang menyebabkan masih banyak kasus bullying yang terjadi di Indonesia. Orang-orang hanya aware terhadap bullying secara fisik dan verbal saja.

"Bullying itu gak harus terlihat secara jelas. Bullying itu gak hanya secara fisik, tapi bisa secara verbal atau omongan. Terus, ada juga yang namanya mental bullying. Jenis ini, misalnya, memandang sinis orang lain. Lalu, ada cyberbullying. Zaman COVID-19 semuanya terjun ke dunia digital, banyak orang berkomentar buruk dan saling memojokkan dengan bahasa yang menyudutkan serta menghakimi. Lalu, ada juga relational bullying, yaitu kelemahan harga diri secara sistematis, misalnya pengabaian, pengucilan, lirikan mata, dan sebagainya. Adapun silent bullying, yaitu ketika kita ngediemin orang lain," jelas Andrea.

Melansir Very Well Family, Sherri Gordon, seorang certified professional life coach, menjelaskan beberapa tipe dari bullying. Tentunya yang paling umum adalah verbal bullying, yakni melakukan perundungan dengan kata-kata atau ucapan yang menyakitkan. Ada juga physical bullying, penindasan yang melibatkan fisik, seperti menendang, memukul, mendorong, dan semacamnya.

Selain itu, jenis lainnya adalah relational aggression, yakni ketika kita mengucilkan atau memfitnah orang lain, yang bisa disebut juga sebagai intimidasi emosional. Selanjutnya, ada cyberbullying, perundungan yang dilakukan melalui media digital. Biasanya, menggunakan anonymous. 

Jenis berikutnya yaitu sexual bullying, ketika melakukan intimidasi seksual, seperti gerakan vulgar, komentar vulgar, dan sebagainya. Terakhir adalah prejudicial bullying, yakni saat memiliki prasangka buruk terhadap kelompok, ras, agama, atau orientasi yang berbeda dengan kita.

2. Dalam skenario bullying, ada korban, pelaku, dan saksi. Semuanya memiliki peran tersendiri

Fakta Bullying Menurut Andrea, Penggagas Gerakan Indonesia Bebas Bullyilustrasi menyaksikan bullying (Pexels.com/Keira Burton)

Selain tipe bullying, kita juga memiliki awareness yang kurang terhadap skenario bullying. Biasanya, yang orang-orang tahu dalam skenario bullying hanyalah ada korban dan pelaku saja. Menurut Andrea, saksi bullying juga turut berperan dalam kasus semacam ini. Jika saksi diam saja, maka gak ada bedanya dengan pelaku.

"Banyak orang yang melihat bullying dan gak membantu, maka kita sama aja seperti pelaku. Jadi, yang harus kita lakukan adalah jangan takut untuk membantu karena kita membantu atas nama kemanusiaan. Jadi, buat apa kita takut untuk melakukan hal yang baik? Karena yang jadi korban pun adalah bagian dari kita. Dengan kita membantu, kita juga menumbuhkan empati dalam diri. Intinya, jangan takut untuk melakukan hal yang benar dan membantu orang lain," tutur Andrea.

Sherri juga menyebutkan, dalam semua insiden perundungan, ada satu orang yang terkena dampak perundungan dan sering diabaikan—yakni saksi (bystanders). Meskipun saksi bukan target utama intimidasi, mereka tetap terpengaruh. Mereka mungkin saja akan dihantui rasa bersalah ketika gak menolong si korban.

Oleh sebab itu, sejalan dengan yang disebutkan Andrea, saksi sebaiknya memang turut menolong si korban. Hindari untuk tertawa, ikut mengintimidasi, atau bahkan diam saja karena akhirnya gak akan ada bedanya dengan si pelaku bullying. Jika kamu merasa kurang berani, maka cobalah untuk meminta bantuan orang lain.

3. Kasus bullying semakin meningkat setiap tahunnya

Fakta Bullying Menurut Andrea, Penggagas Gerakan Indonesia Bebas Bullyilustrasi bullying (IDN Times/Aditya Pratama)
dm-player

Menurut Andrea, kasus bullying di Indonesia sudah memasuki tahap yang lebih serius. Bukan tanpa sebab, data pun menunjukkan bahwa kasus bullying ternyata semakin meningkat setiap tahunnya.

"Di tahun 2015, WHO melalui GSHS membuat survei, yang menunjukkan bahwa 21 persen atau sekitar 18 juta anak usia 13-15 mengalami bullying dalam 1 bulan terakhir di tahun itu. Di survei itu juga menggambarkan 25 persen dari kasus tersebut banyaknya pertengkaran fisik, 36 persen dialami laki-laki dan perempuan sekitar 13 persen. Itu secara global, di Indonesia ada KPAI yang mencatat pada tahun 2020 terdapat 119 kasus perundungan terhadap anak. Jumlah itu melonjak, karena tahun-tahun sebelumnya hanya 30-60an. Di tahun 2022 menurut KPAI, terdapat 226 kasus kekerasan fisik dan psikis termasuk perundungan," jelas Andrea.

Andrea juga menambahkan, itu adalah kasus yang tercatat dan terlaporkan. Sedangkan, di luar sana pastinya masih banyak kasus yang gak tercatat. Seperti yang disebutkan oleh Andrea, bullying itu bukan hanya fisik dan verbal saja sehingga bisa jadi kasus bullying mungkin akan jauh lebih banyak dibandingkan data di atas.

Baca Juga: Kisah Andrea Neysa Menginisiasi Gerakan Indonesia Bebas Bully

4. Korban bully harus speak up karena bisa memberikan efek baik pada banyak hal

Fakta Bullying Menurut Andrea, Penggagas Gerakan Indonesia Bebas Bullyilustrasi bullying pada anak (pexels.com/RODNAE Productions)

Sampai saat ini, masih banyak korban bullying yang takut untuk speak up ketika mendapat perlakuan kurang menyenangkan. Entah karena memang merasa takut atau justru mendapatkan ancaman. Namun, sebaiknya kasus seperti ini memang wajib disuarakan agar gak terus menerus terjadi di negara kita.

"Hal yang paling penting adalah speak up atau menyuarakan. Jangan takut untuk melapor. Lagi-lagi, sebagai manusia, kita punya hak untuk mencari bantuan. Orang lain gak punya hak untuk menindas dan bertindak semena-mena terhadap kita. Jika kita dirundung, maka itu udah melanggar hak kita sebagai manusia (HAM). Maka, laporkan dan suarakan ke orang-orang yang kamu percaya. Jangan sampai dipendam sendirian," tegas Andrea.

Andrea juga meyakini bahwa korban bully sebaiknya memang harus speak up karena bisa memberikan efek baik untuk banyak hal. Andrea memberikan contoh untuk kasus ini.

"Misalnya, aku terkena bullying di sekolah dan menyuarakannya, lalu tentunya guru akan memanggil si pelaku bullying. Pada akhirnya, kita bisa tahu alasan seseorang melakukan bullying. Terkadang, ada orang yang melakukan bullying karena mau melampiaskan saja. Mungkin mereka punya permasalahan dalam hidupnya atau sekadar balas dendam karena dulunya mereka adalah korban bullying. Jadi, efek dari speak up tuh bukan hanya untuk korban, tetapi bisa juga untuk pelaku," tambahnya.

Dengan speak up, kita bisa menuntaskan kasus bullying sampai ke akarnya. Gak sedikit pelaku bullying yang memang mempunyai permasalahan besar di rumahnya sehingga mereka melakukan bullying hanya untuk pelampiasan. Kasus bullying yang disuarakan ternyata memang berguna untuk kesejahteraan bersama.

5. Dampak bully bukan hanya untuk korban, namun pelaku juga

Fakta Bullying Menurut Andrea, Penggagas Gerakan Indonesia Bebas Bullyilustrasi bullying (pexels.com/@Mikhail-Nilov)

Selama ini, kita tahu bahwa korban bullying tentunya akan mendapatkan dampak terbesar dari kasus perundungan. Namun, ternyata pelaku juga akan mendapatkan dampak yang gak kalah berbahaya jika dibiarkan. Itulah mengapa, Andrea selaku penggagas komunitas Indonesia Bebas Bully, selalu menegaskan dampak yang akan terjadi dalam kasus bullying.

"Untuk korban, dampak bullying memang luar biasa, gak bisa sembuh secara instan, butuh waktu bertahun-tahun. Dampaknya bisa ke psikologis dan fisik. Sebenarnya bukan hanya korban, namun pelaku juga bisa kena dampaknya. Mulai dari sulitnya membangun hubungan dengan orang lain hingga dihantui oleh rasa bersalah," kata Andrea.

Itulah beberapa hal tentang bullying menurut Andrea Neysa sebagai founder dari komunitas Indonesia Bebas Bully (IBB). Intinya, kasus bullying memang gak bisa dianggap sepele karena bisa berdampak pada banyak aspek.

Baca Juga: 5 Alasan Kamu Tak Boleh Diam dengan Tindakan Bullying, Harus Lawan! 

Topik:

  • Febriyanti Revitasari

Berita Terkini Lainnya