Surat Kartini untuk Perempuan Indonesia

Habis gelap terbitlah terang. Setelah terang, mungkinkah akan kembali gelap?

Ada fenomena unik yang selalu terjadi di Indonesia, terutama pada 21 April. Hampir semua perempuan indonesia pada hari itu berupa untuk melepaskan pakaian modernnya dan berganti dengan pakai kebaya yang merupakan salah satu pakaian tradisional Indonesia.

Hal ini mereka lakukan untuk mengenang sosok perempuan tangguh yang berjuang dalam gelapnya kehidupan perempuan saat itu terutama dalam hal kesetaraan pendidikan dan pekerjaan. Dengan usaha dan kegigihannya, ia berhasil membawa cahaya terang terhadap kesetaraan perempuan saat ini. Banyak kita temui sekarang perempuan dapat bebas atau setara dengan lelaki dalam hal meraih pendidikan dan mendapatkan pekerjaan yang mereka inginkan.

Untuk mengenang sosok perempuan tangguh yang telah memberikan aspirasi kepada seluruh perempuan di dunia, terutama indonesia, bertepatan pada hari lahirnya, 21 April, diadakanlah peringatan terhadap jasa-jasanya. Peringatan tersebut dinamai hari Kartini yang diambil langsung dari nama pahlawan tangguh Raden Ajeng Kartini (RA Kartini).

Dalam perjuangannya, RA Kartini terkenal dengan kumpulan-kumpulan surat yang ditujukan kepada sahabat penanya, yang kemudian disusun oleh Mr. JH Abendanon, Direktur Departemen Pendidikan, Agama dan Kerajinan Pemerintah Hindia-Belanda, menjadi sebuah buku berjudul Door Duisternis tot Licht, Gedachten van RA Kartini. Kemudian buku ini diterjemahkan oleh Armijn Pane dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang.

Tentu, jika mendengar judul buku tersebut, bukan hal yang asing lagi bagi kita. Judul tersebut sungguh familier terutama bagi masyarakat indonesia sendiri karena sudah menjadi pengetahuan umum yang wajib diketahui dan diajarkan kepada anak sekolah dasar hingga orang dewasa. Namun, jika ditanyakan apakah isi atau garis besar dari buku tersebut, tentu hampir sebagian dari kita tidak mengetahui sama sekali. 

Berikut beberapa surat Kartini yang menarik untuk dibaca dan menginspirasi untuk kita semua.

1 Surat Kartini kepada Stella, 18 Agustus 1899

“Bagi saya hanya ada dua macam keningratan, keningratan fikiran (fikroh) dan keningratan budi (akhlak). Tidak ada manusia yang lebih gila dan bodoh menurut persepsi saya dari pada melihat orang membanggakan asal keturunannya. 

2. Surat Kartini kepada Nyonya Abendanon, Agustus 1900

“Kita dapat menjadi manusia sepenuhnya, tanpa berhenti menjadi wanita sepenuhnya”.

3. Surat Kartini kepada Nyonya Abendanon, 4 September 1901

“Pergilah, laksanakan cita-citamu. Bekerjalah untuk hari depan. Bekerjalah untuk kebahagiaan beribu-ribu orang yang tertindas. Dibawah hukum yang tidak adil dan paham-paham palsu tentang mana yang baik dan mana yang jahat. Pergi! Pergilah! Berjuang dan menderitalah, tetapi bekerja untuk kepentingan yang abadi”.

4. Surat Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1901

dm-player

“Kami disini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak wanita, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak wanita itu menjadi saingan laki-laki dalam hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya yang diserahkan alam (sunatullah) sendiri ke dalam tangannya : menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama”.

5. Surat Kartini kepada Nyonya Abendanon, 10 Juni 1902

“Kami sekali-kali tidak hendak menjadikan murid-murid kami menjadi orang setengah Eropa atau orang Jawa yang kebarat-baratan”.

6. Surat Kartini kepada Nyonya van Kol, 21 Juli 1902

“Moga-moga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat agama lain memandang agama Islam patut disukai”.

7. Surat Kartini kepada Nyonya Abendanon, 12 Oktober 1902

“Dan saya menjawab, tidak ada Tuhan kecuali Allah. Kami mengatakan bahwa kami beriman kepada Allah dan kami tetap beriman kepada-Nya. Kami ingin mengabdi kepada Allah dan bukan kepada manusia. Jika sebaliknya tentulah kami sudah memuja orang dan bukan Allah”.

8. Surat Kartini kepada Nyonya Abendanon, 27 Oktober 1902

“Sudah lewat masanya, tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik, tiada taranya. Maafkan kami, tetapi apakah ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa dibalik hal yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal-hal yang sama sekali tidak patut sebagai peradaban?”

9. Surat Kartini kepada Nyonya Abendanon, 25 Agustus 1903

“Ya Allah, alangkah malangnya; saya akan sampai disana pada waktu Puasa-Lebaran-Tahun Baru, di saat-saat keramaian yang biasa terjadi setiap tahun sedang memuncak. Sudah saya katakana, saya tidak suka kaki saya dicium. Tidak pernah saya ijinkan orang berbuat demikian pada saya. Yang saya kehendaki kasih sayang dalam hati sanubari mereka, bukan tata cara lahiriah!”

10. Surat Kartini kepada Nyonya Abendanon, 12 Desember 1903

“Tidak, ia tidak mempunyai ilmu, tidak mempunyai jimat, tidak juga mempunyai senjata sakti. Kalaupun rumahnya tidak ikut terbakar itu dikarenakan dia mempunyai Allah saja”

Baca Juga: [OPINI] Kartini, Emansipasi dan Masa Depan Perempuan Indonesia

rahmat fadhli lubis Photo Writer rahmat fadhli lubis

what to share

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ernia Karina
  • Yudha

Berita Terkini Lainnya