5 Fenomena Sosial yang Cukup Memprihatinkan di Negara-negara Maju

Ada yang sudah mulai terasa nih gejalanya di Indonesia

Setiap bangsa di dunia ini pasti memimpikan negaranya menjadi negara maju, tak terkecuali kita sebagai bangsa Indonesia. Tapi jika dilihat dari berbagai indikator sebuah negara maju seperti tingkat pertumbuhan penduduk yang rendah dengan kualitas SDM yang tinggi, perekonomian yang kuat yang ditandai dengan pendapatan perkapita yang juga tinggi, serta penguasaan teknologi dan kemajuan industri, Indonesia masih jauh dari kategori maju.

Kita tentu memiliki ekspekstasi yang tinggi mengenai negara-negara maju, tapi yang perlu kita ketahui adalah bahwa negara-negara tersebut ternyata juga menyimpan sisi gelapnya sendiri. Ada fenomena sosial yang tengah dialami oleh masyarakatnya.

Apa saja fenomena-fenomena tersebut? Berikut 5 di antaranya.

1. Honjok, orang-orang Korea yang memilih hidup sebagai penyendiri

5 Fenomena Sosial yang Cukup Memprihatinkan di Negara-negara MajuPixabay/Foundry

Hari ini siapa sih yang tidak tahu dengan Kpop atau dengan Kdrama? Memang tidak semua orang adalah K-Popers, tapi setidaknya masih tahu apa itu Kpop dan paham dengan istilah Korean Wave. Terlebih lagi para Millennials dan generasi di bawahnya.

Kpop dan Kdrama adalah bukti kesuksesan Korea Selatan dalam memajukan industri hiburannya. Tak hanya itu, Korea Selatan juga maju di bidang industri lainnya.

Tapi dibalik kemajuan Negeri Ginseng tersebut, ada fenomena unik yang sedang merebak di dalam masyarakatnya, yaitu Honjok. Honjok bisa diartikan sebagai pilihan untuk menghindari sosialisasi dan hidup sebagai lajang penyendiri. Gaya hidup honjok ini dapat dilihat dari banyaknya anak-anak muda Korea yang melakukan kegiatan sehari-hari sendirian, seperti pergi makan, minum, nongkrong bahkan liburan.

Dilansir dari Korean Statistical Information Service, pada tahun 2016 ada lebih dari 5 juta warga Korea yang memilih honjok sebagai gaya hidupnya, jumlah tersebut mencapai 28 persen dari total rumah tangga di negara tersebut.

Ada banyak faktor yang menyebabkan banyak kaum muda Korsel akhirnya memilih beraktivitas sendiri dan hidup dalam sepi, diantaranya karena tingginya tuntutan belajar dan bekerja sehingga mereka kekurangan waktu untuk diri mereka sendiri.

Selain itu juga disebabkan oleh semakin tingginya biaya hidup sehingga menimbulkan pesimisme terhadap pernikahan dan akhirnya gaya hidup honjok sering berujung pada pilihan untuk hidup sebagai lajang hingga tua.

2. Hikikomori, budaya mengasingkan diri ala orang Jepang

5 Fenomena Sosial yang Cukup Memprihatinkan di Negara-negara MajuPixabay/MasashiWakui

Ada kesamaan antara Honjok di Korea Selatan dengan Hikikomori di Jepang, yaitu sama-sama menarik diri dari interaksi sosial, tapi sepertinya Hikikomori lebih akut.

Jika honjok dilakukan orang Korea Selatan dengan cara melakukan sendirian apa yang biasa dilakukan beramai-ramai, penganut hikikomori bisa mengurung diri berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun di dalam kamar atau rumah.

Hikikomori di Jepang dipicu oleh perbedaan pandangan hidup antara generasi tua dan generasi muda. Orang Jepang hidup dengan budaya kerja yang disiplin dan memaksakan pola hidup penuh tekanan pada generasi mudanya. Sehingga sering terjadi pergesekan emosi antara orang tua dengan anaknya.

Anak-anak yang tak sanggup hidup sesuai espekstasi orang tuanya tentu akan merasa terpukul dan menganggap dirinya sebagai manusia gagal. Mereka merasa sedih, malu, marah hingga tak berani keluar rumah.

Baca Juga: 9 Hal tentang MRT, Teknologi Transportasi Umum untuk Negara Maju

3. Shibal Biyong, menjadi boros karena depresi

5 Fenomena Sosial yang Cukup Memprihatinkan di Negara-negara MajuPixabay/igorovsyannykov

Apa jadinya jika secara logika pendapatan kamu merasa tidak akan mampu membeli suatu kebutuhan meski harus menabung selama puluhan tahun? Pesimis, marah, frustasi, dan akhirnya menyerah. Inilah yang sedang dihadapi oleh sebagian besar anak muda di Korea Selatan, terutama dari kalangan ekonomi menengah ke bawah.

dm-player

Shibal Biyong juga merupakan fenomena sosial yang sedang mewabah di negeri kimchi tersebut, yaitu kecenderungan anak-anak muda membelanjakan uang mereka secara boros. Lantaran frustasi dengan tingginya harga-harga kebutuhan hidup, terutama rumah dan kendaraan.

Kedengarannya memang cukup aneh, mereka pengin punya rumah tapi malah berfoya-foya. Mereka lebih memilih menghabiskan banyak uang untuk jalan-jalan, makanan dan hiburan. Ini dikarenakan perasaan pesimis bisa membeli rumah dan mobil meski sudah susah payah menabung.

Tingginya harga properti dan kendaraan ini tentu tidak hanya dirasakan oleh negara-negara maju, tapi juga dirasakan oleh warga Indonesia, terutama yang tinggal di kota-kota besar semisal Jabodetabek.

4. Kodokhusi, orang-orang Jepang yang meninggal dalam kesendirian

5 Fenomena Sosial yang Cukup Memprihatinkan di Negara-negara MajuPixabay/Joshua_seajw92

Barangkali orang-orang Jepang adalah contoh terbaik adalah hal kedisiplinan, disamping itu mereka juga memiliki dedikasi yang tinggi dalam pekerjaan.

Namun sayangnya, sikap gila kerja orang Jepang malah mempertinggi rasa individualisme dan membuat mereka kehilangan waktu dan kesempatan untuk berkeluarga dan akhirnya memilih hidup sebagai lajang hingga tua. Pilihan hidup melajang inilah yang kemudian menyebabkan banyak warga Jepang yang hidup sendiri di usia senja dan mengalami Kodokhusi.

Kodokhusi bisa diartikan sebagai orang yang meninggal dalam kesendirian sehingga kematiannya baru diketahui setelah waktu yang lama. Biasanya baru diketahui setelah ada tetangga yang mencium bau busuk dan melaporkannya pada petugas terkait.

NLI Research Tokyo menyatakan setidaknya ada sekitar 30ribu tiap tahunnya warga yang meninggal sendirian di seluruh Jepang. Dan angkanya dikhawatirkan terus meningkat mengingat semakin menurunnya angka pernikahan di negeri Sakura tersebut.

Memang bukan semua yang mengalami Kodokhusi adalah mereka yang tidak pernah menikah dan tak punya anak, tapi orang-orang Jepang dikenal memiliki rasa malu dan sopan santun yang tinggi dan banyak juga yang tidak memiliki hubungan yang dekat dengan keluarga dan kerabatnya. Khawatir mengganggu orang lain, tetangga bahkan keluarga, mereka lebih memilih mengurus dirinya sendiri hingga mati.

Kodokushi pasti terdengar sangat menyedihkan bagi kita warga Indonesia. Apa yang patut kita syukuri adalah bahwa masyarakat Indonesia masih memiliki hubungan yang hangat dalam keluarga, masih mementingkan pernikahan dan interaksi sosial antar tetangga juga masih sangat tinggi.

5. YOLO, jargon kebebasan remaja-remaja di negara barat

5 Fenomena Sosial yang Cukup Memprihatinkan di Negara-negara MajuPixabay/Free-Photos

You Only Live Once (YOLO) adalah akronim yang dipopulerkan oleh Drake, seorang rapper dan pengusaha asal Kanada. YOLO menjadi jargon hidup sebagian besar anak muda di negara-negara barat yang memang lekat dengan budaya hidup yang hedon. Karena hidup hanya sekali, mereka memilih menjalaninya dengan bersuka ria, nongkrong, melancong, nonton, belanja dan hal-hal lain yang bisa mendatangkan pengalaman yang menyenangkan.

YOLO sebenarnya memuat pesan positif, sebagai motivasi bagi anak-anak muda untuk semangat menggapai keinginannya dan mencari pengalaman hidup sebanyak-banyaknya. YOLO memberikan semangat agar generasi muda tidak buru-buru membenamkan impian mereka karena terlalu banyak pertimbangan.

Tapi ketika slogan YOLO ini malah dijadikan alasan pembenaran terhadap gaya hidup yang hedonis, dampak buruknya malah menjadi lebih besar. Sehingga YOLO akhirnya memiliki konotasi yang negatif yang mencerminkan gaya hidup penuh kebebasan para remaja.

Hidup memang hanya sekali, karena itu jadikan hidupmu berarti, bukan hanya sekadar berupaya mendapatkan segala impian dan kebahagiaan dengan cara yang instan atas nama kebebasan, kemudian berani melakukan hal-hal nekat yang justru akan merugikan diri sendiri.

Demikianlah 5 fenomena sosial dari beberapa negara maju yang sudah cukup memprihatinkan.

Stay positive..!!

 

Baca Juga: 8 Alasan Kamu Harus Berkunjung ke Negara Maju, Setidaknya Sekali Saja

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Febrianti Diah Kusumaningrum

Berita Terkini Lainnya