Ketika Punk dan Islam Menjadi Jalan Hidup

Inspirasi Ramadan IDN #Part27

Apa syarat yang harus dipenuhi seseorang untuk diakui sebagai muslim, selain harus mengucapkan dua kalimat syahadat dengan niat yang benar? Standar bakunya adalah memenuhi serangkaian daftar yang ada.

Misalnya, ia harus salat lima waktu, berpuasa penuh di bulan Ramadan (kecuali berhalangan karena sebab-sebab tertentu), tidak minum alkohol, menutup aurat, dan sebagainya. Bukan hanya Islam yang memiliki daftar seperti ini, agama lain juga.

Tak bisa dipungkiri bahwa standar tersebut ada kalanya justru membuat satu kelompok istimewa, dan kemudian menyingkirkan yang lainnya. Ditambah lagi dengan ceramah-ceramah subyektif yang bermotif politik, dibungkus dengan agama. Sehingga memarjinalkan yang tak sesuai standar itu.

Punk hadir sebagai wadah untuk muslim yang memilih jalannya sendiri.

Ketika Punk dan Islam Menjadi Jalan HidupIDN Times

Setidaknya itu yang dirasakan oleh Mardya Shakti. Pria yang berprofesi sebagai seorang desainer grafis ini mengaku perjalanan imannya mungkin tak selalu sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. "Saya pernah berada di tahap di mana saya mempertanyakan keberadaan Tuhan," ucapnya.

Menariknya, ia justru sampai pada kesimpulan bahwa Tuhan itu ada. Tuhan, kata dia, mengasihinya bukan melalui cara konvensional, melainkan melalui punk. Bagi Shakti, punk adalah jalan hidup, begitu pula dengan Islam. "Pada dasarnya punk mengajarkan kita untuk menjalani kehidupan sesuai dengan keyakinan sendiri, terbebas dari aturan orang lain yang kita nilai menghakimi secara sepihak," kata Shakti.

Ketika orang lain menuding seseorang itu berdosa karena meragukan kekuasaan Tuhan, Shakti justru merasa pertanyaan dan pencariannya merupakan hal yang wajar. Terlebih karena komunitas punk-nya. Karena tak menghiraukan omongan orang, kini ia lebih mantap beribadah dalam payung Islam.

Baca Juga: Ramadan di UK: Rindu Iklan Sirup Hingga Takut Tak Bisa Puasa Penuh

Ia masih menikmati berbagai cara hidup punk. Tapi ia menolak dengan keras segala bentuk rasisme dan intoleransi.

dm-player
Ketika Punk dan Islam Menjadi Jalan HidupIDN Times

Melihat penampilan Shakti, tak ada yang mengira ia tertib melaksanakan salat lima waktu dan puasa. Wajahnya bisa dibilang sangar, dengan rambut gimbal panjang. Apalagi bila mendengar istilah punk yang sering diasosiasikan dengan keonaran dan sampah masyarakat.

Justru sebaliknya, Shakti memiliki pekerjaan tetap dan kesadaran sosial serta politik yang baik. Pete Dale, seorang profesor musik asal Inggris, pernah menulis bahwa "punk merupakan sikap dan substansi dibandingkan sekadar gaya".

Dale juga menyebutkan "punk seharusnya memiliki karakter bahkan ideologi politik". Ini yang diamini Shakti sebagai orang yang sangat memahami punk — baik dari sejarah pergerakan, maupun perkembangan musiknya. Ia pun mengaku masih melakukan beberapa kebiasaan yang dilakukan oleh anak punk lain. 

Meski begitu, ia sangat anti terhadap intoleransi. Tanyakan saja kepada sahabatnya, Wildan Setiawan. "Kami berdua sama sekali tidak setuju bila muslim hanya boleh memilih pemimpin muslim. Kita semua Indonesia, apapun ras maupun agamanya," tegas Wildan.

Punk dan Islam memiliki benang merah.

Ketika Punk dan Islam Menjadi Jalan HidupIDN Times

Islam tak hanya mengajarkan hubungan dengan Tuhan saja, tapi relasi sesama makhluk ciptaan-Nya tak kalah penting. "Punk itu bukan semata-mata rambut mohawk, pakai jaket kulit dan tindik. Punk itu sendiri menyuarakan perlawanan terhadap kesenjangan sosial," jelas Shakti.

Ia berkata di situlah letak relevansi Islam dan punk. "Di Islam ada aturan mengenai zakat. Tujuannya untuk mempersempit perbedaan antara yang kaya dengan yang miskin. Sedekah juga menjadi hal wajib bagi yang mampu," tambahnya.

Baca Juga: Cerita Unik Sang Pramugara Berpuasa di Udara

Topik:

Berita Terkini Lainnya