4 Kebiasaan FOMO yang Bisa Merusak Hidupmu, Menurut Kierkegaard

Jangan sampai keterusan ya!

"Dari semua hal konyol yang ada, menurutku yang paling konyol adalah menjadi orang yang sibuk." - Søren Kierkegaard

FOMO atau fear of missing out adalah perasaan cemas karena takut ketinggalan sesuatu, entah itu hal sepele seperti berita atau pencapaian tertentu dalam hidup. Filsuf asal Denmark, Søren Kierkegaard dalam bukunya, Either/Or: A Fragment of Life, menyebut gangguan kecemasan itu sebagai sumber dari ketidakbahagiaan kita.

Karya Kierkegaard sangat relevan dengan budaya modern yang dipenuhi dengan kesibukan. Dalam hal ini, Kierkegaard mengaitkan gaya hidup yang sibuk dengan pengabaikan diri sendiri, yang nantinya berujung pada FOMO. Menurut Kierkegaard, berikut empat kebiasaan FOMO yang bisa merusak hidup kalian.

1. Memamerkan gaya hidup sibuk

4 Kebiasaan FOMO yang Bisa Merusak Hidupmu, Menurut Kierkegaardunsplash.com/Scott Graham

Terus-terusan "membual" tentang semua kesibukan kita hanya akan membuat orang lain kesal. Sang filsuf eksistensialis itu mempertanyakan perilaku ini dan bertanya mengapa kita merasa perlu untuk merasa sibuk sepanjang waktu.

Menurutnya, hal ini bukanlah cara yang baik untuk menambah koneksi atau membuat orang lain mengagumi kita. Sebaliknya, Kierkegaard menganggap kalau memamerkan kesibukan adalah hal yang sangat kekanak-kanakan.

"Kalian seharusnya melatih diri sendiri agar terus menjadi sosok yang misterius bagi semua orang. Temanku, seandainya orang lain tidak berusaha keras untuk menebak teka-teki yang ada di dalam kehidupan kalian, lalu kegembiraan apa yang bisa kalian miliki di dalamnya?"

2. Terus mengisi hari dengan banyak pekerjaan

4 Kebiasaan FOMO yang Bisa Merusak Hidupmu, Menurut Kierkegaardworkplacepsychology.net

Kapan terakhir kali kalian memanjakan diri sendiri untuk menikmati momen saat ini? Misalnya, duduk secara rileks sambil memandang langit? Sejujurnya, tidak melakukan apa-apa adalah hal yang dibutuhkan oleh tubuh kalian saat lelah.

Stres, kecemasan, dan tubuh yang lelah adalah konsekuensi dari diri kita yang terus menerus mengisi hari dengan kesibukan. Kierkegaard mengatakan bahwa tidak peduli berapa banyak tugas yang kita kerjakan dalam satu hari, hasilnya akan tetap sama: ketidakbahagiaan.

"Ada dua kemungkinan, entah kalian melakukan hal ini atau hal itu. Pendapat jujur ​​dan nasihat dariku adalah: lakukan atau jangan lakukan. Toh, pada akhirnya kalian akan menyesali keduanya."

Baca Juga: Kamu Kecanduan Media Sosial? Waspadai Sindrom FOMO

3. Tidak menikmati momen saat ini

dm-player
4 Kebiasaan FOMO yang Bisa Merusak Hidupmu, Menurut Kierkegaardheart.org

Mana yang kalian pilih, mengobrol dengan sanak keluarga atau terus memandang layar ponsel kalian? Menurut Kierkegaard, orang yang terus menghindari percakapan langsung dan mangkir saat sedang melakukannya sudah melupakan kenikmatan bersantai dan merasa tidak nyaman saat tidak melakukan aktivitas yang "produktif."

"Menurutku, orang-orang yang selalu sibuk akan mudah tersinggung karena mereka sadar akan rasa tidak bahagia yang ada di dalam diri mereka sendiri."

4. Tidak peduli pada diri sendiri

4 Kebiasaan FOMO yang Bisa Merusak Hidupmu, Menurut Kierkegaardphotoblog.pl

Di dalam kehidupan yang terus diisi oleh kesibukan dan paksaan untuk selalu up-to-date, kita sering melupakan satu hal yang sangat penting yaitu merawat diri sendiri. Kita pun melupakannya karena menganggap seolah-olah ada hal yang lebih penting untuk dilakukan.

Tentuya, segala prioritas dan kesibukan ini akan menambah ketidakbahagiaan dalam hidup kita. Kierkegaard sendiri menggambarkannya sebagai "ketidakhadiran" dalam diri kita sendiri.

"Orang yang tidak bahagia akan selalu absen dari dirinya sendiri; ia tidak pernah hadir untuk membahagiakan dirinya sendiri."

5. Lalu, apa yang harus kita lakukan?

4 Kebiasaan FOMO yang Bisa Merusak Hidupmu, Menurut Kierkegaardpexels.com/Yogendra Singh

Orang-orang Spanyol memiliki sebuah tradisi yang menyenangkan, di mana mereka akan mengambil waktu istirahat pada sore hari. Selama jam-jam tersebut, mereka akan menutup toko, pulang, atau melakukan aktivitas santai seperti membaca, memasak, dan tidur siang dengan gaya hidup santai dan tenang. Mereka menyebutnya siesta.

Tentu saja, kita tidak akan pernah melihat kebiasaan seperti ini di kota-kota industri yang sibuk, di mana penduduknya selalu terburu-buru saat pergi ke tempat kerja, makan dengan cepat, dan terus melakukan seratus hal sekaligus.

Namun, gaya hidup serba cepat di mana multitasking dan mengkompromikan kebahagiaan diri sendiri dianggap sebagai keterampilan justru bisa membunuh kita secara perlahan. Ketergesaan yang datang dari kehidupan kota yang serba cepat membuat kita percaya kalau kita dapat terus menyibukkan diri sendiri.

Hal ini pun merenggut segala kebahagiaan yang kita miliki. Kita tidak bisa pergi keluar untuk berjalan-jalan sebentar atau berjumpa dengan keluarga karena kepala kita terus berusaha untuk membawa kita ke tempat dan tugas selanjutnya. Kierkegaard menganggap kalau orang-orang yang memaksakan gaya hidup yang sibuk tidak akan pernah merasa bahagia.

Memang betul kalau membiarkan diri kita menikmati waktu istirahat di rumah atau sekadar bersantai di taman tampak seperti sebuah kemalasan dan tidak produktif. Sebaliknya, kita justru harus belajar menghargai hal-hal yang dapat memberikan kebahagiaan ke dalam kehidupan kita.

Baca Juga: 5 Kebiasaan Baik di Tahun 2020 yang Harus Kamu Pertahankan Tahun Ini

Shandy Pradana Photo Verified Writer Shandy Pradana

"I don't care that they stole my idea. I care that they don't have any of their own." - Tesla // I am a 20% historian, 30% humanist and 50% absurdist // For further reading: linktr.ee/pradshy

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Tania Stephanie

Berita Terkini Lainnya