Asa Petani Kendal: Menyapu Harta Karun dari Sampah Daun Kering

Sampah daun kering ini berdampak besar bagi petani di Kendal

Pagi itu pada bulan Desember 2021, cuaca cukup cerah meski di tengah musim hujan. Berbekal petunjuk Google Maps seadanya, penulis melakukan perjalanan menuju sebuah kecamatan terpencil di Kendal melalui kota Semarang. Setelah menghabiskan sekitar 2 jam perjalanan, penulis kemudian memasuki kawasan Kecamatan Patean. Tak disangka, penulis langsung disuguhi pemandangan hijau nan menyejukkan dari hamparan kebun cengkih.

Pohon-pohon cengkih di Kecamatan Patean dengan luas lahan sekitar 420 hektare itu tumbuh berjejer tinggi dan hijau, seakan mengisyaratkan bahwa tanah Kendal adalah oksigen sekaligus surga bagi pohon cengkih. Setelah dimanjakan oleh keasrian alam Kendal, perjalanan penulis pagi itu terhenti di salah satu Desa Sejahtera Astra (DSA) Plosasari, tepatnya di Dusun Kampir, Desa Plososari, Kecamatan Patean, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Di sinilah awal perjalanan penulis menemukan harta karun berharga yang tak disangka berasal dari timbunan sampah daun yang rontok dan mengering. 

1. Limbah dari sampah daun rontok yang menyimpan harta karun alam tak terduga di Kabupaten Kendal 

Asa Petani Kendal: Menyapu Harta Karun dari Sampah Daun Keringtabung besar berisi daun cengkeh kering di Desa Plososari, Kab. Kendal (dok.pribadi/Siska Arifa)

Sebidang tanah penuh dengan timbunan sampah daun yang sudah menguning di desa Plososari itu menarik perhatian penulis untuk melihat aktivitas di dalam sana. Penulis kemudian bertemu Bapak Triyono Untung dan Bapak Priyono yang sedang terlihat sibuk memasukkan sampah daun-daun kering itu pada sebuah ketel besar yang dapat memuat 5 kwintal daun cengkih. Sedangkan, satu orang lainnya sibuk mengisi kayu bakar pada tungku api yang ada di bawah ketel tersebut.

"Ini bukan tumpukan sampah biasa, daun-daun cengkih yang sudah kering dan rontok ini adalah bahan utama untuk usaha penyulingan kami," ujar Pak Untung sembari mengisi penuh daun-daun cengkih tersebut ke ketel penyulingan. 

"Kita disini sedang memasak daun cengkih kering untuk dijadikan minyak atsiri" tutur Pak Priyono menerangkan penulis tentang aktivitasnya saat bekerja. 

Dilansir situs resmi Kabupaten Kendal, lahan pertanian Kendal memiliki luas sekitar 22,666 hektare. Tak ayal, Kendal memiliki hasil tani yang produktif dan bermacam-macam seperti cengkih, padi, jambu biji, pala, kopi, alpukat, durian, jagung, hingga sayur-sayuran.

Namun, siapa sangka di balik hasil tani yang melimpah itu, Kendal menyimpan harta karun lain yang tak pernah diduga justru berasal dari daun kering pohon cengkih yang dulu hanya jadi tumpukan sampah yang tak ada artinya. Daun-daun kering yang berguguran itu memiliki kandungan minyak berkualitas dan senyawa eugenol yang sedang dicari banyak industri di dunia. 

2. Mengulik potensi, manfaat, dan ragam minyak atsiri di Kabupaten Kendal

Asa Petani Kendal: Menyapu Harta Karun dari Sampah Daun Keringtungku api penyulingan minyak atsiri untuk memasak daun cengkeh (dok.pribadi/Siska Arifa)

Minyak atsiri atau dikenal juga sebagai minyak terbang dan essential oil merupakan ekstrak alami atau komuniti minyak nabati yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti daun, bunga, buah, biji-bijian, batang, kulit hingga akar. Minyak ini bersifat mudah menguap, bertekstur cair dan memiliki aroma khas sesuai asal tanamannya.  

Dilansir situs resmi Kementerian Perindustrian RI, potensi minyak atsiri di Indonesia sebagai negara tropis benar-benar menguntungkan, pasalnya tanah Ibu Pertiwi kita memiliki 40 jenis dari total 99 jenis tanaman atsiri di dunia. Kegunaan minyak atsiri pun beragam sesuai asal jenis tumbuhannya dan dapat dipasarkan ke berbagai bidang industri, seperti industri farmasi untuk obat nyeri, antiinfeksi, dan pembunuh bakteri, industri kosmetik untuk parfum, sabun, losion dan lainnya hingga industri makanan sebagai penyedap rasa.

"Kita di sini rata-rata produksi minyak cengkih dan serai wangi, namun sekarang serainya belum panen, menunggu 3 bulan sekali untuk bisa panen dan produksi," terang pak Untung.

Faktanya, Indonesia merupakan salah satu produsen minyak cengkih terbesar di dunia setelah Madagaskar, lho. Tentunya, Kendal pun memiliki potensi besar untuk mengembangkan produksi minyak daun cengkih hingga ke mancanegara karena kandungannya banyak dibutuhkan di berbagai sektor industri.

Minyak daun cengkih memiliki kandungan senyawa eugenol yang bisa dimanfaatkan sebagai minyak esensial, minyak wangi, penyedap, anaestesi lokal, obat antiseptik, antiinflamasi, antioksidan, antifungal, antivirus hepatitis-C dan HSV, hingga dipergunakan untuk membasmi sel kanker tertentu. Terlebih lagi, eugenol ini menjadi salah satu bahan paling utama dalam pembuatan rokok kretek di Indonesia.

Kita patut bersyukur dengan keberagaman hasil alam Bumi Ibu Pertiwi, bahkan tak ada yang menyangka jika daun cengkih dari Indonesia yang berguguran pun menyimpan sejuta manfaat untuk kehidupan kita sehari-hari, bukan?

3. Proses produksi minyak atsiri menggunakan metode penyulingan di DSA Plososari, Kabupaten Kendal

Asa Petani Kendal: Menyapu Harta Karun dari Sampah Daun Keringwadah minyak cengkih setelah kondensasi uap dari pipa dan minyak cengkih yang sudah jadi (dok/pribadi/Siska)

Proses produksi minyak atsiri dapat ditempuh melalui 3 cara, yaitu pengempaan, ekstraksi, dan penyulingan. Pak Untung sendiri menggunakan metode penyulingan dengan cara memasukkan bahan bakunya berupa daun cengkih kering ke dalam ketel yang kemudian dipanaskan menggunakan uap.

Nah, uap yang tercampur dengan daun, nantinya akan bergerak keluar melalui pipa kondensor. Uap yang terkondensasi akan menjadi cair dan akan ditampung dalam wadah untuk memisahkan minyak. Umumnya, dalam sehari pak Untung dan pekerjanya bisa melakukan 2 kali masakan. 

“Butuh sekitar 5 sampai 6 jam sekali memasak, api tidak boleh padam dan harus tetap panas jadi harus ditunggu. Sekali masak kalau di musim kemarau hasilnya lebih bagus, saya bisa dapat 11 kilogram--13 kilogram minyak. Sekarang ini musim penghujan, per masakan biasanya dapat 8 kilogram--9 kilogram saja karena daunnya basah, jadi hasilnya berkurang” ungkap pak Untung sembari menunjukkan hasil minyak cengkihnya yang keluar dari pipa. 

Baca Juga: KBA Giri Rejo Karang Joang, Kolaborasi Astra Indonesia dan Warga

4. Titik terpuruk karena gagal panen hingga krisis ekonomi dan kemiskinan yang sempat melanda petani Kendal

dm-player
Asa Petani Kendal: Menyapu Harta Karun dari Sampah Daun KeringPerkebunan pohon cengkih di Kec. Patean, Kendal (dok.pribadi/Siska Arifa)

"'Penjaga Tatanan Negara Indonesia (Petani)" kiranya itulah akronim yang diciptakan Soekarno atas peran penting petani untuk Swasembada pangan nasional. Sembari menyulut batang rokoknya, Pak Untung dan Pak Priyono membagikan kilas balik bagaimana kehidupannya dulu sebagai petani kecil dari tahun ke tahun yang terbilang tak mudah. Berbekal hasil tani yang tak menentu, hingga tanaman yang terkena virus dan gagal panen, para petani di Kendal sempat merasakan krisis ekonomi.

“Mayoritas pekerjaan orang sini itu jadi petani kopi, cengkih, sama jambu biji. Sekitar tahun 1988 sampai awal tahun 2000-an cengkih itu tidak laku, petani rugi besar. Dulu belum ada yang tahu kalau daun cengkih itu bisa diolah, jadi petani hanya jual cengkihnya saja”  terang pak Untung mengingat masa sulit yang pernah ia jalani 20 tahun lalu. 

Sudah bukan rahasia umum lagi bahwa kesejahteraan petani di Indonesia memang masih tergolong jauh dari kata cukup, tak terkecuali bagi para petani kecil di Kendal. Berdasarkan data BPS tahun 2021, jumlah rumah tangga miskin di Indonesia sendiri sebagian besar didominasi dari sektor pertanian yakni sebesar 51,33 persen. Presentase kemiskinan itu terasa getir untuk ditelan. Petani dengan pekerjaan mulianya sebagai penyangga tatanan negara justru sering tak dihiraukan kesejahteraannya. 

Beberapa faktor penyebab petani Indonesia ada di garis kemiskinan adalah mayoritas pendidikan petani Indonesia masih rendah, skala usahanya kecil karena kepemilikan lahan di bawah setengah hektare dan kesulitan para petani dalam mengadopsi teknologi terkini.

Mendengar cerita Pak Untung sore itu, penulis termenung sejenak meraba bagaimana nasib petani di luar sana yang mungkin juga hanya bisa pasrah dengan peruntungan hasil panen yang tak menentu.

"Haruskah petani selalu bersiap pasrah? Bukankah, petani ada untuk memenuhi pangan kita, lalu bagaimana dengan kebutuhan 'perut' mereka? Apakah sepadan kerja keras mereka berbulan-bulan menunggu ladang yang dirawat tiap hari dengan hasil panen yang akan dijual nanti?" ungkap penulis dalam hati. Lamunan penuh perenungan sore itu membawa penulis berharap tulus ada titik terang bagi petani.

5. Sepucuk harapan baru dari daun cengkih untuk kesejahteraan petani di Kendal dan kontribusi Astra Indonesia untuk 10 desa binaan di Kendal

Asa Petani Kendal: Menyapu Harta Karun dari Sampah Daun Keringpenyerahan bantuan rumah produksi penyulingan minyak atsiri di Desa Ngargosari, Kec. Sukorejo, Kendal oleh ASTRA Indonesia tahun 2019 (dok. Astra)

Sepucuk asa dari daun-daun "emas" yang berguguran di tanah Kendal menjadi harapan baru bagi banyak petani di sana. Potensi dari suburnya pohon cengkih di sana dan segudang manfaat minyak atsirinya amat disayangkan jika akhirnya harus dibiarkan. 

"Dampak minyak atsiri ini besar bagi orang sini, sejak orang tahu kalau pohon cengkih daunnya juga bisa dijual, orang-orang tua sekali pun yang dulunya gak berpenghasilan bisa dapat uang dari menyapu daun cengkih lalu dijual ke pengepul. Biasanya per kilo daun cengkih dijual Rp1.500. Sedangkan, kebutuhan penyulingan saja sehari 1 ton" ungkap Pak Priyono. 

Untungnya, pada tahun 2019 Astra mulai melihat potensi yang dimiliki Kab. Kendal melalui minyak atsiri. Dengan semangat Astra membangun negeri, Astra menetapkan 10 Desa Sejahtera Astra (DSA) di dua Kecamatan di Kendal yaitu Kec. Patean dan Kec. Sukorejo untuk dibina pada pemberdayaan petani dan UMKM-nya. 

Warga di sepuluh DSA Kendal tak terkecuali DSA Plososari pun diberikan pendampingan mulai dari pelatihan cara produksi minyak atsiri, bantuan rumah produksi penyulingan minyak atsiri, gudang penyimpanan, bantuan sepuluh mesin destilasi minyak atsiri, keterampilan UMKM non-teknis seperti pembuatan laporan keuangan, foto produk, manajemen UMKM, desain produk, promosi, hingga pengemasan. Petani pun mulai diberikan bibit serai wangi untuk ditanam, supaya produksi minyak atsiri bisa beragam kedepannya dan tak hanya dari daun cengkih saja.

"Dulu, saya kerjaannya cuma petani cengkih dan jambu biji saja. Sejak tau soal minyak atsiri, saya fokus bikin tempat penyulingan sembari ngurusi ladang. Kalau bikin minyak serai wangi juga baru 2 tahun ini dari tanam sendiri" tutur pak Untung.

Bukan main, berkat kontribusi baik Astra untuk sejahtera bersama, kini ribuan petani di Kecamatan Patean dan Kecamatan Sukorejo ikut membudidayakan serai wangi dan memanfaatkan daun cengkih untuk dijual ke penyulingan. Banyak pula petani biasa yang akhirnya melirik bisnis minyak atsiri layaknya Pak Untung dan pak Priyono. 

Melalui bisnis penyulingan saja, pak Untung dan rekannya bisa meraup jutaan rupiah setiap harinya. Sekarang ini, harga jual minyak cengkih murni berkisar di angka Rp250 ribu per kg, sedangkan setiap harinya sekitar 20 kilogram minyak bisa dihasilkan dari penyulingan. 

6. Kisah haru anak buruh tani miskin dari Kendal yang kini jadi milyader dari minyak atsiri 

Asa Petani Kendal: Menyapu Harta Karun dari Sampah Daun KeringKhafidz anak petani yang sukses dari Minyak atsiri di Kendal saat menerima penghargaan 40 under 40 dan produk essential oil miliknya (dok. Astra)

Dampak baik dari minyak atsiri makin hari kian terasa bagi ekonomi rumah tangga petani di 2 kecamatan di Kendal yaitu Patean dan Sukorejo. Kini, banyak pula anak-anak muda kreatif dari keluarga petani kecil di Kendal yang akhirnya memulai produk lokalnya sendiri untuk dijadikan essential oil.

Tak terkecuali bagi Khafidz yang membagikan kisah suksesnya pada penulis. Ia adalah seorang anak buruh tani miskin dari Kecamatan Sukorejo, Kendal, yang mulai menggerakkan produk essential oil miliknya dengan nama brand Nares. Khafidz menjual produk-produknya dengan kemasan 15 mililiter dengan mengembangkan 10 jenis rempah Indonesia dan 9 jenis bunga. Harga jualnya pun kian tinggi yaitu kisaran Rp160 ribu hingga Rp2,5 juta per botol. 

Tak berhenti di situ, kisah sukses anak petani miskin itu semakin membanggakan Kendal, karena Khafidz juga bergelut dengan produksi penyulingan minyak daun cengkih, nilam, serai wangi, hingga mawar, membuatnya sukses mengekspor minyak atsiri ke berbagai negara di Jerman, Singapura, Prancis hingga Spanyol. Omzet ratusan juta hingga miliaran rupiah bisa ia kantongi cuma-cuma.

Dari berkah usahanya, balas budi Khafidz kepada petani di Kendal pun patut diacungi jempol. Pasalnya, melalui program Simbah Asuh yang ia mulai, Khafidz telah menggerakkan 3000 lebih petani yang mayoritas adalah janda, ibu-ibu rumah tangga, dan lansia. Kini, berkat binaan Astra di 10 DSA Kendal, dibarengi kekreatifan petani lokal dan anak mudanya yang mau maju, produk minyak atsiri yang dihasilkan oleh produsen-produsen di DSA Kendal kian beragam dan mengikuti standar pengolahan industri.

Siapa sangka, berawal dari menyapu daun sampah pohon cengkih dapat membawa banyak berkah bagi kehidupan petani Kendal dan mampu menyejahterakan banyak keluarga miskin di sana termasuk di DSA Plososari. Inilah harta karun sesungguhnya, di mana alam Bumi Pertiwi yang kita pijak menyimpan sejuta kekayaan tak terduga jika kita mau merawatnya. Tersenyumlah Indonesia!

Baca Juga: Mariana Yunita, Melawan Stigma Perjuangkan Kesehatan Seksual Anak

Siska Arifa Photo Verified Writer Siska Arifa

I write what I want to share - @siscaaryf

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Izza Namira

Berita Terkini Lainnya