Salut, Dokter Tak Punya Kaki Ini Menolong 2 Ribu Penduduk Desa Terisolir

Kehilangan kedua kakinya karena kecelakaan, Li Juhong justru menjadi penolong banyak orang.

Menjadi seorang dokter adalah cita-citanya sejak kecil. Dia kehilangan kedua kakinya saat berusia 4 tahun, dalam sebuah kecelakaan lalu lintas yang membuatnya merasakan sakit parah. Karena kesakitannya itu dia bertekad untuk menolong orang yang sakit. Dialah Li Juhong, 38 tahun. Dia tinggal di Desa Wadian, Qingping, Distrik Hechuan, Cina.

Li Juhong berasal dari keluarga petani. Ayahnya sudah meninggal sejak ia masih kecil, ibunya memiliki kebun jagung dan kolam ikan. Pasca kecelakaan yang menimpanya, hidup Li kembali seperti anak bayi. Dia tidak bisa berjalan dan harus merangkak karena belum terbiasa dengan kondisinya yang tak berkaki.

Lama kelamaan Li tidak betah dengan keadaan itu. Dia mulai belajar berjalan kembali sesuai kondisinya dan membuat kursi kayu sebagai alat bantu untuk berjalan.

Orang yang paling memotivasinya sejak ia memutuskan untuk menjadi seorang dokter ialah sang ibu, Ron Shunqun. Ibunya selalu berpesan agar dia giat belajar dan tidak berputus asa untuk mewujudkan cita-citanya, serta menjadi pribadi yang mandiri dan tidak bergantung pada orang lain.

Sehari-hari Li memiliki dua pekerjaan utama yaitu bekerja di klinik dan mendatangi para pasiennya ke rumah mereka. Ada dua desa dengan sekitar 2000 penduduk yang menjadi tanggungjawab Li. Sebagai seorang dokter di desa terisolir, Li tidak memiliki jadwal pekerjaan yang tetap.

Beberapa warga mendatanginya saat subuh sebelum mereka pergi bekerja. Ada pula yang mendatanginya tengah malam. Namun, Li tidak pernah mengeluh dan dengan senang hati melayani mereka.

dm-player

Tentu tidak mudah bagi Li yang tidak memiliki kaki untuk bepergian sendirian. Jika kondisi di lapangan memungkinkan, Li biasanya pergi sendirian dengan becak atau kursi roda untuk menemui pasien-pasiennya. Tetapi jika lokasinya berupa tanjakan atau jalanan yang rusak, sang suami, Liu Xingyan selalu siap mengantarkannya.

Liu Xingyan sendiri memiliki sebuah toko sembako untuk memenuhi kebutuhan mereka karena Li hanya bergaji pas-pasan. Liu lebih memilih berdagang dibandingkan bekerja di pabrik karena ia lebih memprioritaskan Li. Ia selalu mengkhawatirkan Li jika ia bepergian sendirian.

Karena itulah Liu lebih memilih untuk sesering mungkin menemani Li. Putra semata wayang mereka yang berusia 13 tahun hanya pulang ke rumah saat akhir pekan karena jarak sekolahnya jauh.

Kehadiran Li sebagai seorang dokter di desanya sangat disyukuri oleh warga desa. Mereka tidak perlu lagi berjalan jauh untuk pergi ke rumah sakit. Li sudah banyak membantu warga. Dia sangat ramah dan penyabar. Bahkan saat ini dia juga mengurus Deng Meiqiong, seorang petani buta berusia 71 tahun yang menderita diabetes. Putra Deng meninggal 8 tahun yang lalu akibat kanker. Sejak saat itu Deng dan suaminya tinggal bersama Li.

"Saya tidak mengeluh dan saya tidak memiliki alasan untuk bersedih. Dalam hidup, kita harus berpikir positif. Tidak ada gunanya kita bersedih dan berpikir negativ. Saya sangat puas dengan hidup saya. Saya bisa menyembuhkan penyakit pasien saya. Atau mereka hanya singgah dan ngobrol tentang kehidupan sehari-hari mereka. Itu semua memberikan banyak kegembiraan bagi saya." ungkap Li Juhong.

Li dan suaminya tidak pernah berniat untuk pindah ke kota, meski kehidupan di kota jauh lebih baik dan tentunya Li akan mendapatkan penghasilan yang lebih banyak. Hal itu karena lebih banyak orang yang membutuhkan Li di desa ini. Banyak orang yang tidak sekolah di sini dan tidak bisa membaca. Infrastrukturnya juga kurang baik. Tetapi Li senang bisa membantu banyak orang di sini. Kadang warga desa memberikan hasil kebun mereka kepada Li sebagai tanda terima kasih.

Anne Yaa Photo Verified Writer Anne Yaa

Travel, food, flowers, nature enthusiast

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya