Ika Vantiani & 'It’s In Your Hands Collective', Ubah Plastik Jadi Seni

Ika Vantiani sudah menjadi seniman sejak tahun 2008

Ketika ditemui di salah satu kedai kopi di kawasan Jakarta Selatan, IkaVantiani sedang menjadi moderator acara diskusi “Unearth Real Talks: Women In EnviromentalActs". Usai sesi diskusi, IDNTimes sempat mengobrol dengannya.

Ika menceritakan perjalanan kariernya sebagai seniman perempuan Indonesia yang berkarya lewat medium kolase. Penasaran seperti apa obrolannya? Yuk, disimak!

1. Sudah belasan tahun bergelut di bidang seni

Ika Vantiani & 'It’s In Your Hands Collective', Ubah Plastik Jadi SeniIka Vantiani selaku seniman kolase menjadi moderator dalam seminar "Unearth Real Talks: Women in Enviromental Acts di 1/15 Coffee, Jakarta Selatan. 7 Maret. IDN Times/Anjani Eka

Perempuan yang akrab disapa Ika ini, menempuh pendidikan di The London School of Public Relations (LSPR) Jakarta. Setelah lulus, ia sempat bekerja di bidang advertising selama 13 tahun.

Pada suatu titik, Ika merasa ingin mengeksplorasi dirinya. Akhirnya, ia memutuskan untuk terjun ke dunia seni.

"Jadi, gua udah mencoba segala macem waktu itu. Dari buka toko vintage, bikin space, bikin PR agency. Sampai akhirnya di tahun 2012 itu, saat terakhir gue kerja di agency, gue dapet tawaran running sekolah fotografi. Dari waktu itulah gue cabut dari iklan dan mulai lebih serius sama kekaryaan gue," tuturnya.

Selain menjadi seniman, saat ini dirinya juga menjadi kurator seni. Ia pun membuat workshop dan menjadi freelance communication consultant.

2. Menyulap plastik jadi karya seni

Ika Vantiani & 'It’s In Your Hands Collective', Ubah Plastik Jadi SeniIka Vantiani selaku seniman kolase menjadi moderator dalam seminar "Unearth Real Talks: Women in Enviromental Acts di 1/15 Coffee, Jakarta Selatan. 7 Maret. IDN Times/Anjani Eka

Lima bulan lalu, bersama dengan dua orang temannya, Ika memutuskan untuk membuat art collective bernama "It’s In Your Hands Collective".

Konsep yang diusung oleh collective tersebut disebut "A collective with multi-background individuals revaluing daily plastic waste. We in believe the power of people and their hands as creators."

"Collective ini lahir dari 3 orang seniman cewek dengan latar belakang yang berbeda. Gue dan 2 orang teman gue. Gue misalnya, karyanya lebih banyak lewat medium kolase dan buka workshop. Yang satu, latar belakangnya researcher & performance artist. Sedangkan yang satunya adalah arsitek dan art manager," ucapnya soal awal mula pembukaan collective.

"It’s In Your Hands Collective" membawa misi mulia untuk mengurangi penggunaan sampah plastik lewat medium seni. Bagaimana pengolahan benda mati itu, menjadi sesuatu yang berguna dan bernilai tinggi.

Diharapkan juga, ini bisa mendorong masyarakat untuk tergerak mengolah sampah plastik mereka dengan tangannya sendiri.

Baca Juga: Sekelumit Kisah Inspiratif Jessica Halim Mendirikan 'Demi Bumi'

3. Pilihan hidupnya sebagai seniman sempat diragukan

Ika Vantiani & 'It’s In Your Hands Collective', Ubah Plastik Jadi SeniIka Vantiani selaku seniman kolase menjadi moderator dalam seminar "Unearth Real Talks: Women in Enviromental Acts di 1/15 Coffee, Jakarta Selatan. 7 Maret. IDN Times/Anjani Eka

"Sebenarnya waktu awal bikin karya, paling orang-orang nanya 'Ka, emang ini bisa ngehidupin elo?'. Banyak banget yang nanya kayak gitu pas pertama kali gue bikin kolase," tutur Ika.

Selama perjalanan kariernya di dunia seni, Ika berusaha untuk menanggapinya dengan santai. Ia merasa, pilihan hidupnya datang dari hati.

dm-player

Ika mengatakan, "Proses gue tuh benar-benar mengikuti apa yang dibilang sama hati gue gitu, lho! Kayaknya, gue senang melakukan ini, makanya gue seriusin. Gue kasih energi dan gue dedikasikan waktu."

Walau gak pernah mendapat nyinyiran secara langsung terkait passion-nya, Ika mengaku kesal setiap kali ada orang yang meremehkan pekerjaannya.

"Kalau kita bicara soal duit, gue gak selalu pegang duit. Kalau soal klien, ya gue juga gak selalu punya klien. Deadline iya, stres iya, ada asuransi tapi gak dari kantor. Hal-hal itu datang secara paketan saat gue memutuskan untuk jadi seorang seniman. Tapi ya, yaudah sih. Senang juga akhirnya. Toh menjelang tidur juga, gue ketawa-ketawa juga," ujar perempuan berkacamata ini.

“Gue merasa orang masih banyak yang ngeliat pekerjaan seniman itu, cuman permukaan aja dan gak tau perjuangannya sesungguhnya, yang sebenernya sama aja bentuknya dengan pekerjaan lain,” tambah Ika menceritakan keluh kesahnya.

4. Masalah yang dialami oleh para seniman perempuan: pembagian peran yang menyulitkan

Ika Vantiani & 'It’s In Your Hands Collective', Ubah Plastik Jadi SeniIka Vantiani selaku seniman kolase menjadi moderator dalam seminar "Unearth Real Talks: Women in Enviromental Acts di 1/15 Coffee, Jakarta Selatan. 7 Maret. IDN Times/Anjani Eka

Ketika ditanya apakah ada diskriminasi yang ia alami sebagai seniman perempuan, Ika mengaku gak pernah mendapat perlakuan gak menyenangkan karena gendernya tersebut. Tapi, ia pun gak menampik banyak rekannya yang didiskriminasi.

"Mungkin di saat yang sama ini, juga tergantung sama tempat, waktu, dan lingkungan di mana lo berkarya. Misalnya, kayak dipandang sebelah mata. Gue sih gak pernah mengalami itu, tapi gue tahu teman-teman gue banyak yang mengalami itu," ujarnya.

Selain mendapat perlakuan diskriminasi, para perempuan yang bergelut di bidang seni juga mendapat kesulitan berupa pembagian peran. Ika bilang, "Kalau ngurus anak, ngurus rumah, ngurus suami lo, dan lo harus berkarya juga. Itu kan luar biasa beratnya."

5. Arti perempuan hebat bagi Ika adalah mereka yang bisa memvalidasi dirinya sendiri

Ika Vantiani & 'It’s In Your Hands Collective', Ubah Plastik Jadi SeniIka Vantiani selaku seniman kolase menjadi moderator dalam seminar "Unearth Real Talks: Women in Enviromental Acts di 1/15 Coffee, Jakarta Selatan. 7 Maret. IDN Times/Anjani Eka

"Perempuan yang hebat adalah mereka yang bisa menjadi versi terbaik dari mereka sendiri, berdasarkan definisi yang mereka yang buat sendiri," ujar Ika sambil tersenyum.

Ketika sampai di ujung sesi wawancara, Ika membagikan pandangannya tentang kesulitan yang dialami oleh perempuan sejak ia kecil hingga beranjak usia.

Kesulitan itu adalah validasi dari orang lain melingkupi keluarga, pasangan, lingkungan, media massa, dan pengikut media sosialnya. Hal ini membuat perempuan seakan kehilangan identitasnya sendiri.

"Menjadi perempuan berat karena semenjak dibesarkan, dari kecil mereka seolah dituntut untuk menyenangkan orang lain dan dirinya sendiri. Kita selalu kurang, kan? Kurang cakep, kurang putih, kurang langsing, kurang fashionable, semuanya kurang pokoknya," tuturnya.

Perasaan serba tak cukup baik tersebut, membuat perempuan kebingungan sejak kecil tentang siapa dirinya sendiri.

Sambil tersenyum simpul, Ika pun melanjutkan omongannya, "Menurut gue ya, validasi itu datang dari diri sendiri! Kalau lo bisa memvalidasi diri lo sendiri, maka perjalanan lo menjadi perempuan bisa jadi sudah tuntas. Proses pencarian diri seorang perempuan menjadi berat sekali karena selama hidupnya, harus hidup berdasarkan standar hidup orang lain."

Itu dia rangkuman hasil wawancara IDN Times dengan Ika Vantiani. Setuju gak sih sama pernyataan Ika tentang kesulitan yang dialami oleh para perempuan untuk hidup dalam validasi orang lain?

Menyadari kesulitan tersebut, sudah seharusnya kita saling support dan berpegangan tangan untuk mendukung semua perempuan dalam proses eksplorasi diri mereka masing-masing! Semoga menginspirasi. ya!

Baca Juga: Dwi Sasetyaningytas: Semua Perempuan Hebat dengan Caranya Sendiri!

Topik:

  • Febriyanti Revitasari
  • Pinka Wima

Berita Terkini Lainnya