Menjadi Anak Korban Broken Home Telah Mengubah Pandanganku Terhadap 3 Hal Ini

Dulu, Aku Pikir Cuma Pernikahan Artis yang Bisa Cerai

Aku tahu aku bukan satu-satunya anak korban broken home di dunia ini. Bahkan kamu yang telah meng-klik untuk membaca artikel ini mungkin juga berasal dari keluarga broken home.

Biar aku ceritakan sedikit tentangku. Aku adalah anak dari sebuah keluarga yang sebenarnya sederhana, tapi banyak orang menganggap keluarga kami berkecukupan. Saat aku SMP, keluargaku dirundung masalah beruntun. Orangtuaku cerai dan kehadiran pihak ketiga membuat ayahku berubah menjadi sosok yang tidak pernah aku kenal sebelumnya. Dia tidak peduli dengan keluarganya, melepas tanggung jawabnya untuk mengayomi dan membiayai keluarganya kemudian pergi begitu saja.

Tragedi yang menimpa keluargaku ini membawa banyak perubahan dalam hidupku, termasuk perubahan dalam pandanganku terhadap 3 hal yang akan aku bahas di artikel ini. Entah apakah aku adalah satu-satunya anak korban broken home yang berpikir demikian atau korban-korban lainnya juga?

1. Pernikahan dan Perceraian.

Menjadi Anak Korban Broken Home Telah Mengubah Pandanganku Terhadap 3 Hal Inipastordaveonline.org

Dulu aku pikir pernikahan itu pasti indah dan bahagia. Aku pikir yang namanya perceraian itu cuma bisa terjadi di pernikahan artis-artis seperti yang biasa aku tonton di program infotainment saat aku masih kecil. Tapi setelah perceraian benar-benar terjadi di keluargaku, antara kedua orangtuaku. Akhirnya aku sadar, bahwa pernikahan siapa saja entah dari kalangan atas, menengah, bawah, publik figur atau orang biasa, bisa berujung di perceraian.

Ini bukan berarti aku takut menikah. Aku masih bermimpi suatu saat nanti akan menikah dengan seseorang yang cocok untukku. Hanya saja, pandanganku yang sekarang tentang pernikahan sudah berbeda dengan dulu.

Berbeda dengan dulu ketika aku menganggap menikah itu harus dengan pasangan yang mapan, yang bisa menafkahi keluarga dengan baik, sekarang aku memandang penikahan sebagai persatuan dua watak manusia yang harusnya saling melengkapi.

Menikahlah dengan seseorang yang kekurangannya mampu kamu lengkapi dengan kelebihanmu, dan kelebihannya mampu melengkapi kekuranganmu.

2. Labelling ‘Perawan Tua’.

Menjadi Anak Korban Broken Home Telah Mengubah Pandanganku Terhadap 3 Hal Iniallwidewallpapers.com
dm-player

Di masa-masa labilku dulu, sewaktu masih SMP, gara-gara banyak orang di sekitarku menganggap wanita yang belum menikah di usia 25 tahun adalah ‘perawan tua’, aku jadi takut setengah mati kalau aku tidak bisa bertemu jodohku dan tidak bisa menikah di usia 25 tahun. Intinya, aku takut dibilang ‘perawan tua’.

Sekarang? Jangankan menikah muda, pacaran aja aku masih ogah-ogahan. Bukan karena aku alergi cowok (sebagian orang berpikir demikian btw) tapi kalau tidak benar-benar suka, nyaman, atau istilah Jawa-nya sreg dengan seseorang, ya aku tidak tertarik pacaran. Aku bukan tipe orang yang suka coba-coba pacaran cuma untuk mengusir kesepian.

Begitu juga soal menikah. Aku tidak ingin menikah cuma karena usia sudah mendekati deadline. Bagiku, tidak ada istilah telat menikah! Aku ingin menikah kalau nanti sudah saatnya.

Untuk sekarang ini, aku masih ingin fokus di karirku, kerja untuk menafkahi ibu dan adikku. Terserah orang-orang di sekitar bilang aku alergi cowok, mau jadi perawan tua, atau apalah itu namanya. Mereka kan bukan Tuhan yang bisa menentukan kapan tanggal aku bisa bertemu jodohku.

3. Anggapan bahwa ‘wanita harusnya di rumah saja’.

Menjadi Anak Korban Broken Home Telah Mengubah Pandanganku Terhadap 3 Hal Iniladyslife.gr

Omong kosong.

Wanita hanya ditugaskan diam diri di rumah mengurus rumah dan anak? Seriously? Cuma jadi benalu yang setiap hari menunggu aliran dana dari suami? Sebagian dari kamu mungkin masih berpikir demikian, tapi tidak denganku.

Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri betapa sengsaranya nasib ibuku begitu ditinggal begitu saja oleh ayahku, yang langsung membebankan biaya hidup anak-anaknya kepada ibuku. Tak sepeserpun uang yang ditinggalkan ayah, yang kemudian menghilang entah kemana, padahal ada dua anaknya yang masih membutuhkan biaya untuk sekolah.

Beruntung, ibuku adalah wanita yang tegar dan pantang menyerah, dia langsung berinisiatif membuka usaha di rumah, mencari uang untuk kebutuhan hidup dan membiayai sekolah kedua anaknya, aku dan adikku. Ibuku kemudian mengajarkan satu hal kepadaku:

Mbak, kalau nanti sudah besar dan menikah, jangan jadi wanita pemalas yang cuma di rumah nunggu duit dari suami. Harus bisa jadi wanita hebat yang kreatif. Kejar karir impianmu, terus lanjutkan kerja meskipun nanti sudah berkeluarga, atau kalau memang kondisi keluarga gak memungkinkan buat kamu lanjut kerja, buka usaha di rumah, bantu suami cari duit buat anak.

Irene Adler Photo Verified Writer Irene Adler

A poor yet busy fangirl who was born to be different and unique than those pretty girls around you

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ernia Karina

Berita Terkini Lainnya