Surat Terbuka untuk Kawan yang Dulu Telah Membully-ku

Pernahkah kau berpikir bagaimana rasanya jadi aku?

Hai kawan. Masih ingatkah kau denganku? Bisa jadi engkau telah melupakanku. Karena bagimu dulu aku tak ada artinya. Kehadiranku bahkan seperti ada dan tiada bagimu. Jadi ijinkanlah aku kembali memperkenalkan diriku. Ijinkanlah aku mengingatkan semua kenangan yang telah kita lalui bersama-sama di bangku sekolah. Kenangan yang mungkin indah untukmu namun buruk untukku.

Hai kawan. Ingatkah kau dulu kepada seorang anak perempuan bertubuh tambun, berkepang dua dengan wajah yang biasa, bergigi maju dan terlihat paling lemah? Itu adalah aku. Kau mungkin masih tidak bisa mengingatnya. Jadi kuharap kau bersedia sedikit repot membuka album kenangan sekolah dan mencari aku di antara ratusan murid lainnya. Tenang, aku tak akan sulit untuk kau temukan. Karena aku terlihat berbeda di antara murid-murid wanita lainnya.

Hai kawan. Dari dulu aku ingin mengajukan sebuah pertanyaan untukmu. Apa salahnya jika aku terlihat berbeda di antara murid wanita lainnya? Apa salahnya jika aku di matamu tidak terlihat menarik apalagi cantik? Sedang Tuhanlah yang menciptakanku. Apa kau pernah berpikir saat kau menertawakan kekurangan fisikku berarti kau juga sedang menertawakan ciptaan Tuhan? Padahal kau juga diciptakan oleh-Nya. 

Hai kawan. Apa alasanmu membully ku dulu adalah karena hal itu? Karena kekurangan fisikku? Entah apapun alasannya, tahukah kau saat itu kau sudah merenggut kebahagiaan masa sekolahku. Orang bilang masa sekolah adalah masa yang paling menyenangkan. Sedangkan bagiku masa sekolah adalah masa tersuram untukku. Hinaan demi hinaan menghias hari-hariku. Mata yang penuh penolakan seolah-olah telah menjadi makananku. Cibiran dan pengucilan datang silih berganti.

dm-player

Dan waktu itu aku mencoba bertahan. Mencoba menguatkan diri. Karena aku pikir, jika aku menyerah, aku sempurna kalah terhadapmu. Namun ternyata aku salah. Diamku justru membuatmu semakin berani kepadaku. Kau dan teman-teman segengmu  mulai melakukan kekerasan fisik terhadapku. Awalnya terjadi sebulan sekali. Lama-lama menjadi berhari-hari.

Hai kawan. Tahukah kau, saat itu ingin rasanya saat itu aku mengadu ke orang tua ku maupun ke guru. Tapi aku memikirkan masa depanmu. Jika kau sampai dikeluarkan di sekolah, orang tua mu akan menangis karena biar bagaimanapun kaulah kebanggaan orang tuamu. Kau harapan mereka. Jika kau sampai drop out, kau mau jadi apa?

Sungguh aku tak sampai hati melihat orangtuamu terluka, jadi lagi-lagi aku memilih bertahan. Diam. Mungkin kelihatannya aku bodoh. Tapi aku percaya Tuhan tidak akan pernah tidur. Aku percaya, setiap kejahatan pasti ada balasannya. Biar Tuhanlah yang membalas. Lagipula aku tak ingin mengotori tanganku dengan memukulmu. Aku juga tak ingin mengotori bibirku dengan perkataan buruk terhadapmu.

Hai kawan. Mungkin kau ingin membela diri sekarang dengan berkata waktu itu kau belum dewasa, masih terlalu kanak-kanak untuk mengetahui bahwa aku terluka oleh perbuatan dan perkataanmu. Tenang saja, kau tak perlu repot-repot mencari alasan kemudian meminta maaf kepadaku. Karena di sini aku telah memaafkanmu. Biar bagaimanapun, kaulah yang menjadikanku wanita kuat yang tahan banting dan tidak mudah untuk menangis seperti sekarang. Kaulah yang mengajarkanku untuk tegar. Satu permohonanku, tolong berubahlah. Jangan lagi kau sakiti seseorang yang memiliki kekurangan seperti aku. Karena karma itu ada.

Hai kawan. Ingin rasanya aku memanggilmu lawan. Tapi aku tak kuasa. Karena biar bagaimanapun, kau tetap kawanku. Entah seburuk apapun perlakuanmu dulu terhadapku...

Lala - Photo Verified Writer Lala -

Introvert

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ernia Karina

Berita Terkini Lainnya